William Blum Menyingkap Agenda Tersembunyi Marshall Plan AS

Bagikan artikel ini

Hanya segelintir pakar atau pemerhati kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang mengenal sosok bernama William Henry Blum. Padahal tokoh yang satu ini, di Amerika yang merupakan negeri asalnya, dikenal sebagai pakar non-arus utama yang sangat kritis mengenai Kebijakan Luar Negeri Washington. Menariknya lagi, William Blum pernah bekerja di Kementerian Luar Negeri AS meskipun pada 1967  karena berseberangan dengan Kebijakan Luar Negeri di Vietnam. Begitupun, pengalamannya bekerja di Kementerian Luar Negeri AS tersebut, Blum kemudian aktif bergiat sebagai jurnalis kepas di AS, Eropa dan Amerika Selatan. Beberapa bukunya yang monumental dan jadi rujukan para peminat dan pemerhati sepak-terjang  di pelbagai belahan dunia, antara lain bertajuk Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II. Juga, Rogue State: A Guide to the World’s Only Superpower.  

 

America’s Deadliest Export: Democracy

 

Adapun yang saya mau ulas dan sorot kali ini adalah  buku karyanya yang tak kalah menarik dan menggugah bertajuk America’s Deadliests Export Democracy, The Truth About US Foregin Policy and Everything  Else yang terbit pada 2013 lalu, Buku ini tentu saja merupakan satu rangkaian terintegrasi dengan buku-buku karya sebelumnya seperti yang saya singgung tadi. Yaitu mengingatkan komunitas internasional betapa berbahayanya ketidakadilan yang ditimbulkan dunia oleh campur-tangan AS di pelbagai belahan dunia. Dalam bukunya ini, Blum mengatakan bahwa sejak berakhirnya Perang Dunia II, Amerika Serikat telah

  1. Berusaha keras untuk menggulingkan lebih dari 50 pemerintahan luar negeri yang kebanyakan hasil pemilihan secara demokratis.
  2. Secara kotor ikut campur tangan dalam pemilihan umum di lebih dari 30 negara.
  3. Berupaya melakukan percobaan pembunuhan lebih dari 50 orang pemimpin negara-negara asing.
  4. Mengebom warga sipil di lebih dari 30 negara.
  5. Berupaya menekan gerakan-gerakan rakyat atau nasionalis di 20 negara.

 

 

Sedemikian gamblang dan blak-blakan Blum menelanjangi ambisi hegemoni global AS untuk menguasai dunia baik di Eropa, Asia, Afrika, Timur-Tengah dan Amerika Selatan, sehingga Blum dituding berat sebelah dan selalu melihat sisi negatif sepak-terjang pemerintahan AS. Sehingga mungkin saking kesalnya Blum balik bertanya ke para pihak yang antipati dengan pandangannya itu: “Baiklah, kalau begitu coba tunjukkan satu saja kebijakan luar negeri AS yang kalian anggap positif dan menunjukkan wajah mulia Amerika kepada Dunia?” Yang mengagetkan Blum hampir tanpa pengecualian mereka menjawab Marshall Plan. Sebab menurut mereka, itulah gambaran niat baik Amerika membantu negara-negara yang mengalami kerusakan akibat Perang Dunia II supaya bisa pulih kembali. Apa memang benar begitu?

Mari kita simak apa pandangan Blum ihwal Marshall Plan yang seakan merupakan cermin kemurahan hati Amerika sebagai salah satu negara pemenang perang. Semua orang tahu bahwa sejak berakhirnya Perang Dunia II Amerika memang muncul sebagai salah satu negara pemenang perang. Tapi tahukah anda bahwa berbeda dengan Inggris atau Prancis yang sempat hancur lebur akibat pengeboman tentara fasisme Jerman pimpinan Adolf Hitler, AS sama sekali tidak mengalami kerusakan sama sekali di dalam negerinya sendiri. Maka AS sontak menyadari bahwa dirinya telah muncul sebagai kekuatan adikuasa baru menggantikan Inggris pada Pasca Perang Dunia II. Hanya satu penghalang utamanya untuk mewujudkan ambisinya sebagai adikuasa, yaitu Uni Soviet yang dalam Perang Dunia II bersama-sama dengan AS, Inggris, dan Prancis bahu-membahu sebagai sekutu melawan fasisme Hitler Jerman.

Tersebab kekhawatiran tersebut, AS menetapkan Uni Soviet sebagai musuh utamanya, dan komunisme diangkat sebagai tema sentral untuk menggalang persekutuan strategis terutama dari negara-negara Eropa Barat. Di sinilah Marshall Plan sebagai bagian integral untuk mewujudkan tujuan strategisnya. Nah pada tataran ini, analisis William Blum dalam buku ini bukan saja menelanjangi skema global AS, namun juga menggambarkan rincian rencana di balik skema Marshall Plan.

Dalam istilah Blum yang cukup imajinatif, Marshall Plan ibarat salah satu anak panah di dalam sarung bagi mereka yang berjuang untuk menciptakan kembali Eropa sesuai dengan keinginan Washington. Bagaimana menjelaskan secara skematik dari Marshall Plan yang sejatinya digunakan AS untuk memobilisasi dukungan dan persekutuan untuk menghadapi Uni Soviet?

  1. Menyadari semakin populernya sosialisme pada Pasca Perang Dunia II, maka AS menggemakan  jargon-jargon yang condong memihak kepada haluan kapitalisme mengingat yang dihadapi AS adalah Uni Soviet yang menganut haluan sosialisme.
  2. Membukan pasar untuk menyediakan pelanggan baru bagi perusahaan-perusahaan Amerika. Sebuah alasan utama untuk membantu membangun kembali perekonomian Eropa. Misal, satu miliar dolar AS tembakau didorong oleh kepentingan-kepentingan tembakau AS.
  3. Mendorong terciptanya Pasar Bersama Eropa (Uni Eropa Masa Depan) dan NATO sebagai bagian integral dari benteng pertahanan melawan apa yang didugga sebagai ancaman Uni Soviet.
  4. Menghancurkan kaum kiri di Seluruh Eropa Barat , dengan cara menyabotase partai-partai komunis di Prancis dan Itali dalam upaya mereka meraih kekuasaan melalui pemilu yang demokratis dan tanpa kekerasan.

Untuk keempat tujuan strategis itulah, AS meluncurkan Dana Marshall Plan yang secara diam-diam disalurkan untuk membantu negara-negara yang sepaham dengan ambisi hegemoni global AS tersebut. Adapun agensi-agensi yang terlibat dalam menerapkan Marshall Plan selain badan intelijen CIA, juga melibatkan yayasan-yayasan Rockefeller dan Ford, Dewan Kebijakan luar Negeri atau Council of Foreign Relations (CFR), maupun beberapa lembaga swasta lainnya. Berdasarkan penelisikan William Blum, terungkap bahwa CIA juga menggunakan sejumlah besar dana Marshall Plan untuk secara terselubung memelihara lembaga-lembaga kebudayaan, jurnalis, dan penerbitan, baik di dalam maupun luar negeri seturut semakin meluas dan memanasnya Perang Dingin.

Bukan itu saja. Dalam beberapa operasi rahasia yang dilakukan CIA, Marshall Plan digunakan sebagai kedok untuk penyalurana dana-dana terselubung CIA, yang mana salah satu arsitek dan aktor intelektual rencana tersebut adalah Richard Bissel, yang sebelum bergabung di CIA sempat aktif beberapa saat di Ford Foundation.

Selain itu, kalau kita cermati politik luar negeri AS yang selalu memaksakan prasyarat-prasyarat politis dalam setiap bantuan luar negeri kepada negara-negara berkembang tak terkecuali Indonesia, melalui penelisikan William Blum terungkap bahwa pola semacam ini sudah dimulai saat Washington menerapkan Marshall Plan kepada negara-negara mitranya dari Eropa Barat. Misalnya lewat skema Marshall Plan ini, Washington menetapkan berbagai bentuk pembatasan bagi negara-negara penerima, berbagai kriteria ekonomi dan keuangan yang harus dipenuhi, dirancang untuk seluas-luasnya kembali kepada sistem ekonomi bebas.

Anehnya, AS tidak suka dengan Program-program bantuan bagi para penyintas perang yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan tersebut. Bahkan menurut Blum, AS memandang sistem bantuan pangan dianggap terlalu berhaluan sosialisme  dan harus dikurangi. Apalagi gagasan nasionalisasi industri akan dilawan Washington mati-matian.  Di sini saya jadi ingat bahwa dalam Konsensus Washington yang berada dalam pengaruh kepentingan para kapitalis korporat lewat IMF dan Bank Dunia, sangat memaksakan agar negara-negara yang sedang dilanda krisis ekonomi untuk mencabut subsidi sektor-sektor pro rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial.

Marshall Plan nampaknya memang cenderung  sebagai operasi bisnis gabungan antar pemerintahan dari negara-negara penerima bantuan Marshall Plan daripada murni pemberian bantuan Amerika. Marshall Plan seringkali menjelma sebagai program pengaturan bisnis antara Amerika dan kelas-kelas penguasa Eropa. Atu pengaturan antara para anggota kongres dan perusahaan-perusahaan favorit mereka untuk mengekspor beberapa komoditas, termasuk perlengkapan militer, Maka tak berlebihan jika Marshall Plan bisa kita pandang sebagai peletaf fondasi terbentuknya Kompleks Industri Militer AS. William Blum menyebut Kompleks Industri Militer sebagai fitur kehidupan Amerika yang permanen.

Lebih parah dari itu semua, William Blum mengakhiri sorotan khusus pada Marshall dengan suatu kesimpulan yang cukup pantas kita renungkan, bahkan hingga saat ini. Pertama, adalah mitos bahwa Marshall Plan merupakan bantuan Amerika yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak orang-orang yang membutuhkan makan, membangun rumah dan sekolah, pabrik-pabrik sebagai  sumber produksi negara-negara mereka. Tujuan sesungguhnya dari Marshall Plan adalah untuk menguatkan superstruktur perekonomian khususnya bagi industri besi, baja, dan listrik.

Maka itu Ironi  yang berkembang pada masa Marshall Plan yang berlangsung di Eropa jadi logis. Masa ini ditandai dengan kebijakan-kebijakan deflai, meningkatnya pengangguran, dan resesi ekonomi. Mengapa bisa begitu? Karena capaian yang paling jelas adalah kelas atas yang dipulihkan sepenuhnya.

Hendrajit, pengkaji geopolitik Global Future Institute.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com