Banyak Elemen Bangsa Lalai Dengan Pancasila

Bagikan artikel ini

Denpasar-Bali, saat ini kondisi masyarakat sudah jauh dari nilai-nilai Pancasila. Apalagi saat ini mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sudah tidak ada, yang menyebabkan timbulnya beragam distorsi termasuk pergaulan bebas yang sudah sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila. Dukungan keluarga juga mempunyai nilai yang penting untuk mempersiapkan generasi muda yang baik dan sehat.

Demikian salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari pelaksanaan diskusi publik bertema “Pancasila dan Nilai Budaya Lokal Bali Dalam Menjaga Pluralisme serta Menghindarkan Moral Hazard di Kalangan Generasi Muda” yang diselenggarakan salah satu media massa lokal di Bali bertempat di Star Cafe, Renon, Denpasar, Bali (23/10/2014).

Menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam paparannya yang dibacakan oleh Kumara Adi mengatakan, bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara telah mempunyai cita hukum. Cita hukum inilah yang menjadi penentu arah kehidupan bangsa Indonesia. Cita hukum bangsa dan negara Indonesia untuk membangun negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah Pancasila. Pancasila merupakan hasil konsensus nasional dan ditetapkan sebagai ideologi dan dasar negara.

“Kondisi masyarakat yang mengabaikan Pancasila sebagai norma fundamental dari nilai-nilai dalam kehidupan bersama ini berakibat fatal terhadap keberlangsungan NKRI sebagai negara yang multi etnis. Integrasi antar etnis telah pudar bahkan nyaris runtuh. Bangsa Indonesia sedang menghadapi masalah besar, karena rakyatnya kurang mampu memahami makna Pancasila yang menjadi dasar negara,” ujar Mangku Pastika.

Sementara itu, Kumara Adi yang menjawab pertanyaan peserta mengatakan, jika sepakat dengan adanya Tuhan, maka kita harus menghormati keberagaman, karena keberagaman diciptakan oleh Tuhan. Agama Islam sendiri tidak mengajarkan brutal dan kekerasan. Mereka yang melakukannya adalah salah dalam memahami agamanya. Gejala yang menimbulkan perilaku anarkhis, bertentangan dengan nilai Pancasila.

“Pancasila sebagai dasar negara tidak boleh diperdebatkan. Namun dalam implementasi nilai-nilai Pancasila masih dapat diperdebatkan. Pancasila secara ideologis tidak dapat diperdebatkan lagi,” ujar Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik Gubernur Bali ini yang mengaku jawabannya sebagai jawaban pribadi.

Kumara Adi mempertanyakan, mengapa tidak ada pasal dalam UUD 1945 yang terkait dengan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia dan Pancasila sebagai hukum negara yang tertulis dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

Sedangkan, Nyoman Purnajaya sebagai pembicara lainnya mengatakan, perbedaan sejatinya adalah harmoni yang harus dinikmati. Masalahnya apakah kita dapat menikmati perbedaan ketika ada pihak yang memaksakan kehendak.

“Perbedaan itu adalah kodrat yang harus dijalani. Dari sisi pendidikan, perbedaan adalah mata pelajaran yang harus dipelajari dan dimengerti agar dapat menimbulkan toleransi. Mereka yang tidak memahami dan mengerti perbedaan, maka sejatinya tidak mengerti dan tidak memahami serta tidak melaksanakan Pancasila,” ujar Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Denpasar ini seraya menambahkan, apa yang ditampilkan anak-anak di sekolah, sejatinya merupakan muara dari apa yang terjadi dalam keluarganya,masyarakat dan lingkungannya.

Nyoman Purnajaya mencontohkan, untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sekolah antara lain : nilai-nilai spiritual agar dipahami supaya tidak saling melecehkan ; penghargaan terhadap nilai kemanusiaan dengan cara mengajak anak didik mendatangi panti asuhan, sektor-sektor masyarakat yang miskin, sekolah-sekolah lainnya, melakukan “jimpitan” atau subsidi silang bagi siswa dari keluarga tidak mampu dll ; solidaritas sosial di sekolah diimplementasikan dengan memiliki sense of belonging, menjaga almamater, setia pada temannya dan kejujuran.

DR. Dewa Gde Palguna, SH, MHum sebagai pembicara mengatakan, para pendiri bangsa ini perlu dikagumi karena sejatinya mereka dapat merumuskan atau menyusun naskah Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 secara runtut dan mudah dipahami.

“Harus diyakini oleh bangsa Indonesia yang plural dan multi etnis sekarang ini, bahwa hanya Pancasila yang cocok sebagai ideologi negara. Jasa Soekarno adalah mampu menciptakan rasa Keindonesiaan dan nasionalisme,” ujar mantan Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi ini.

Menurutnya, Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah, karena ada kaitannya dengan dasar negara dan merupakan inti dari proklamasi kemerdekaan. “Empati adalah memposisikan dirinya sebagai orang lain, sehingga dapat menghormati perbedaan dan melahirkan toleransi. Disamping itu, mempelajari orang yang berbeda agama dan kebudayaan penting dilakukan untuk kedewasaan bernegara,” sarannya.

Menurut akademisi Bali ini, dirinya setuju dengan wacana perlunya Komisi Ideologi Nasional atau Komisi Ideologi Pancasila dalam hal pengisian kognitif dan afeksi terkait Pancasila. Sudah ada lembaga bernama Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi di Cisarua, Bogor yang mungkin dapat dilakukan kerjasama.

“Yang penting Komisi Ideologi Nasional atau Komisi Ideologi Pancasila jangan bersifat indoktrinasi,” katanya.

Salah seorang tokoh dari Kabupaten Buleleng dalam diskusi publik tersebut menyarankan, Bupati Badung untuk membuat tulisan besar yaitu “Pancasila” yang dipasang di pintu kedatangan atau keberangkatan di Bandara Ngurah Rai seperti tulisan “Hollywood” yang dipasang di salah satu bukit di Amerika Serikat. “Agar Pancasila semakin dikenal masyarakat internasional,” ujarnya.

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com