Berkat “Urban Farming” Penghasilan Petani di Surabaya Meningkat 200 Persen

Bagikan artikel ini

Arif Rahman Hakim, Kontributor The Global Review

Anggaran pertanian Kota Surabaya yang berasal dari APBN sebesar Rp 528.325.625 pada tahun 2007, Rp 143.542.575 (2008), dan Rp 200.000.000 (2009).

Sedangkan yang berasal dari APBD sebesar Rp 164.260.052,27 pada tahun 2005, Rp 646.587.680 (2006), Rp 1.379.937.358 (2007), Rp 478.405.625 (2008), dan Rp 2.308.766.919 (2009). Jumlah kelompok tani di Kota Pahlawan ini adalah 156 buah pada tahun 2004, 142 buah (2005), 131 buah (2006), 131 buah (2007), 158 buah (2008), dan 219 buah (2009).

Pada tahun 2008 Dinas Pertanian Kota Surabaya memberikan bantuan benih unggul 6.200 kg yang berasal dari APBN untuk sawah 280 hektar kepada petani pada tahun 2008 dan 3.925 kg untuk sawah 157 hektar pada tahun 2009.

Pada tahun 2007 pemerintah memberikan bantuan kepada petani berupa 2.600 kg benih padi non hibrida Pada tahun 2008 masyarakat mendapat bantuan benih sawi 32 kg, kangkung 83 kg, dan bayam 84,8 kg. Pada tahun 2009 masyarakat memperoleh benih kangkung 38 kg, bayam 38 kg, terong 2 kg, cabe 2 kg, dan tomat 2 kg.

Bantuan lain yang diberikan pemerintah kepada petani dan masyarakat pada tahun 2008 adalah bibit tanaman hias, 1 unit traktor tangan, 8 unit screen house, 4 buah tool & holder kits, 5 buah knapsack sprayer, 5 buah sepatu boot, 5 buah sarung tangan, 5 buah gunting krisbow, 1 buah alat timbang, 5 buah baju kerja, 3 buah plastik kontainer, 8 unit pintu kayu, 2 unit WC/septitank, 1 unit instalasi pipa air sumur,  dan lain-lain.

Dinas Pertanian Kota Surabaya memiliki 22 tenaga penyuluh yang bersatus PNS dan 19 Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP).

“Urban Farming”

Sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta, perkembangan Surabaya semakin pesat. Ciri khas kota besar selama ini identik dengan hutan beton alias gedung-gedung pencakar langit. Seiring maraknya pembangunan gedung dan perumahan di Surabaya berdampak pada kurangnya lahan untuk bercocok tanam. Namun, sempitnya lahan tidak menjadikan penghalang untuk tidak bercocok tanam. Saat ini lahan pertanian tinggal 1.200 hektar, sedangkan lahan pekarangan masih cukup luas yakni sekitar 13.000 hektar.

Pemerintah Kota Surabaya membuat terobosan untuk bertani di lahan yang tidak luas dengan konsep urban farming (pertanian perkotaan). Yang ditanam tidak hanya tanaman hiasan, tapi bisa juga sayur-mayur seperti kacang-kacangan, umbi-umbian, dan buah-buahan. Dengan konsep urban farming, lahan yang sempit dengan luas 200 m² hasilnya tidak kalah dengan lahan yang luasnya berhektar-hektar.

Meskipun tidak ada lahan buat bertani, manfaatkan teknologi dengan menanam dalam pot yang dikenal dengan vertikultur. Tiga batang vertikultur sama dengan 100 m². Sejak tahun 2008 teknologi menanam dengan vertikultur dikenalkan pada keompok tani.  Dinas Pertanian Kota Surabaya sudah memberikan stimulan 75 pot vertikultur kepada kelompok tani.

Pupuk yang dipergunakan dalam urban farming adalah pupuk organik agar hasilnya berkualitas tinggi. Rasa kepedulian masyarakat Surabaya terhadap sampah sangat tinggi. Mereka mengolah sampah menjadi kompos. Hasil kompos itu dipergunakan untuk pupuk pertanian.

Apabila menggunakan pupuk organik 1 kg lombok berisi 65 buah, sedangkan jika tidak memakai pupuk organik 1 kg berisi 75 buah lombok. Jadi petani diuntungkan dengan pupuk organik.

Ada tiga langkah yang harus dilakukan supaya urban farming bisa berjalan lancar. Pertama, memberikan penyuluhan bagaimana caranya meningkatkan kualitas produk. Kedua, transparansi manajemen. Ketiga, jaminan pasar.

Urban farming tidak hanya di bidang pertanian, tetapi juga bisa dilakukan pada perikanan. Dengan cara membuat kolam ikan menggunakan terpal apabila tidak ada lahan untuk dibuat tambak. Dinas Pertanian juga memberikan bantuan pada keluarga miskin yang punya kemauan untuk berusaha.

Dinas Pertanian memberikan pelatihan cara memelihara ikan.  Seperti cara membuat kolam, dan membantu biayanya. Sampai saat ini sudah ada 6.000 kepala keluarga yang terdaftar dari target 31.000 kepala keluarga.

Dinas Pertanian juga memberikan penyuluhan mengenai pola pemasaran yang dilakukan. Selama ini petani menjual hasil panen langsung kepada pengepul, selanjutnya pengepul menjual kepada petani. Adapun terobosan pemasaran yang  dilakukan Dinas Pertanian adalah membuat agrowisata. Sebagai proyek percontohan dipilih Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep. Dipilihnya Kelurahan Made adalah karena petani di daerah ini sukses melaksanakan urban farming. Agrowisata dilaksanakan pada Sabtu (28/2). Di acara itu masyarakat bisa memilih dan memetik langsung hasil urban farming.

Sejumlah petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Made Bersinar memetik manfaat urban farming. Mereka antara lain Kartono, Suliono, Wiyono, Bambang Yuswito, Joko Sutaman, Samak Sunarto, Hadi Prayitno, dan Jumain.

Karnoto, manajer pembelian Gapoktan Made Bersinar, mengatakan berkat urban farming penghasilan petani meningkat 200%. Para petani memperoleh keuntungan besar dari panen cabe merah pada Februari 2009. Ketika itu harganya Rp 8.000 per kg. Produksi cabe merah di Surabaya sebanyak 40 ton per hari dan dipasarkan ke Bandung, Jakarta, Bekasi, dan lain-lain.

“Dari hasil penjualan cabe merah ada yang berhasil membeli dua buah mobil mewah. Sedangkan saya berhasil membangun rumah. Semula rumah saya berdinding bambu, kini  berdinding tembok,” kata Karnoto.

Keberhasilan urban farming menarik perhatian sejumlah anggota masyarakat, di antaranya Sita, Yeni Harsan, Sulistyowati, dan Niluh. Keempat ibu rumah tangga ini ditemui ketika mengunjungi Mini Agrowisata di belakang kantor Dinas Pertanian Kota Surabaya, Senin (20/4). Mereka berniat memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menanam sayur-mayur.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com