Bilderberg Group, Rekomendasi Rand Corporation dan Skenario Balkanisasi Nusantara

Bagikan artikel ini

(Mengulas Kunjungan Duta Besar AS dan Inggris ke Papua)

Sulit untuk mendidik ulang orang yang dibesarkan dengan nasionalisme agar bisa menerima gagasan melepaskan sebagian dari kedaulatan mereka menjadi organisasi supranasional. (Pangeran Bernhard, Pendiri Bilderberg Group)

Kunjungan mendadak Duta Besar Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris di Indonesia, ke Papua beberapa hari lalu, mengingatkan saya betapa yang namanya dukungan internasional terhadap gerakan untuk memisahkan diri dari negara induknya, ternyata bukan cerita fiksi atau rekaaan belaka. Melainkan memang nyata adanya. Betapa Demi untuk mewujudkan Pemerintahan Satu Dunia di bawah kendali Inggris dan Amerika Serikat, sebuah komunitas rahasia yang dikenal dengan nama Bilderberg  Group, tak segan-segan menyeponsori kelompok-kelompok separatis memisahkan diri negara induknya di pelbagai belahan dunia.

Menyimak kembali cerita Daniel Estulin melalui bukunya bertajuk The True Story of Bilderberg Group, saya jadi terhenyak. Jangan kata Papua, yang meski kaya kandungan sumberdaya alamnya di Pegunungan Ersberg dan Grasberg, namun tetap saja masih dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang masih masuk kategori negara Dunia Ketiga atau Negara Berkembang.

Bahkan Kanada, sebagai salah satu negara makmur di Benua Amerika, sempat  juga jadi target operasi Amerika Serikat dan Inggris untuk dipecah-belah antara wilayah yang berpenduduk berbahaya Inggris dan Perancis pada 1997. Meski akhirnya tertunda, gara-gara bocor ke tangan pers pada 1996.

Hal ini bermula ketika pada Mei 1996, Daniel Estulin, seorang wartawan investigasi asal Rusia, datang ke Kanada untuk meliput Konferensi Tahunan The Bilderberg Group.

Estulin, yang selama 15 tahun menginvestigasi sepak-terjang The Bilderberg Group, berikut para tokoh-tokoh pentingnya, yang mengendalikan pemerintahan di Amerika Serikat dan Eropa Barat dari belakang layar, mengungkap sebuah penggalan kisah yang cukup menarik terkait skenario separatisme Kanada yang disponsori oleh Amerika dan Inggris.

Konferensi Tahunan The Bilderberg Group 1996 itu dipusatkan di Canadian Imperial Bank of Commerce (CIBC) Centre, di dekat King Township, di dekat King City. Bagi Estulin, Konferensi Bilderberg Group 1996 kali ini, benar-benar mengusik naluri jurnalistiknya karena terbetik kabar berdasarkan informasi dari sumber-sumbernya yang berhasil mengakses ke dalam forum pertemuan tersebut, bahwa konferensi 1996 akan digunakan sebagai “Panggung” untuk memecah-belah Kanada. Skenario membelah Kanada momentumnya akan dimulai melalui Unilateral Declaration of Independence di Quebec yang menurut skenarionya akan diluncurkan pada 1997. Jadi, setahun setelah berlangsungnya Konferensi the  Bilderberg Group.

Deklarasi tersebut akan membagi Kanada, sehingga melalui politik pecah belah itu, Amerika dan Kanada dapat dipersatukan dalam skema “Persatuan Benua” pada 2000. Namun persekongkolan jahat tersebut terbongkar berkat kegigihan Estulin dalam menginvestigasi sepak-terjang para pentolan The Bilderberg Group.

 

Rekomendasi Rand Corporation dan Skenario Balkanisasi Nusantara

Namun sekelumit cerita soal skenario separatisme di Kanada itu, bukan kasus satu-satunya. Juga pada 1996 yang berlanjut hingga pertemuan Bilderberg pada 1998, terungkap bahwa terpecah-belahnya Yugoslavia pasca wafatnya Joseph Broz Tito memang hasil rancangan para pemrakarsa Bilderberg Group. Sasaran utama waktu itu adalah terciptanya Kosovo Merdeka, yang kemudian disusul dengan upaya membentuk Negara Albania. Seraya memecah-belah, dengan mengembalikan provinsi utara Yugoslavia yang memiliki 350.000 etnik Hongaria, ke Hongaria, sebagai bagian dari pembuatan kembali perbatasan-perbatasan di wilayah tersebut. Tujuan tersamarnya adalah, menciptakan konflik yang berkelanjutan sehingga tercipta ketidakstabilan politim secara regional di kawasan tersebut.

Inilah sebabnya skenario memecah-belah Yugoslavia kelak dikenal dengan sebutan Balkanisasi. Yugoslavia yang begitu digdaya dan bersatu di bawah kepemimpinan Joseph Broz Tito, begitu beliau wafat, kemudian  terpecah belah menjadi beberapa negara kecil berdasar etnis dan agama. Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Montenegro, Serbia, Albania, dan Kosovo. Padahal negara-negara kecil itu sebelumnya merupakan ‘anak-anak’ yang lahir dari rahim Yugoslavia, sebagai negara induknya. “Itulah fakta dan realitas balkanisasi” yang terjadi di bumi Yugoslavia.

Maka itu, skenario Balkanisasi Nusantara yang direkomendasikan oleh Rand Corporation kepada Presiden Bill Clinton pada 1998 lalu, kiranya perlu diwaspadai. Betapa tidak. Dalam rekomendasinya, dalam studinya Rand Corporation merekomendasikan Presiden Clinton untuk memecah Indonesia menjadi 8 bagian. Dan meskipun kepresidenan Clinton sudah beralih ke tangan George W Bush maupun Barrack Obama, rekomendasi Rand Corporation yang direstui Pentagon (Departemen Pertahanan AS) dan Clinton itu, masih belum dicabut hingga kini.

Dalam skenario Balkanisasi ini, akan ada beberapa negara yang terpisah dari NKRI. Yang sudah terpisah Yaitu Timor Timur yang terjadi pada 1999 masa pemerintahan BJ Habibie. Lalu Aceh, sepertinya sedang dalam proses dan berpotensi untuk pecah melalui “sandiwara” MoU Helsinki dan kemungkinan (telah) menangnya Partai Lokal di Aceh pada Pemilu 2009 tahun ini. Kemudian Maluku, Irian Jaya (Papua), Kalimantan Timur, Riau, Bali. Dan sisanya tetap Indonesia.

Rand Corporation, merupakan sebuah badan riset dan pengembangan strategis di Amerika yang dikenal sering melayani secara akademis kepentingan Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) dan atas dukungan dana dari Pentagon.

Dengan begitu, skema dan kebijakan strategis pemerintahan Obama saat ini harus dicermati secara seksama. Apalagi dengan adanya kunjungan Duta Besar AS baru-baru ini ke Papua. Melalui jargon demokrasi dan penegakan HAM sebagai isu sentral, negara-negara Barat bisa menggunakan hal ini sebagai senjata untuk mendelegitimasikan masa depan Aceh dan Papua sebagai bagian integral dari NKRI, sehingga pada gilirannya bisa menjadi duri dalam daging bagi hubungan Indonesia-Amerika ke depan.

Melalui serangkaian temuan Estulin maupun adanya rekomendasi Rand Corporation kepada pemerintahan Clinton pada 1998, maka kunjungan Duta Besar Inggris dan AS ke Papua beberapa hari lalu, menyusul kisruh perpanjangan kontrak Freeport hingga menyeret-nyeret beberapa elit politik pemerintahan Jokowi maupun DPR, nampaknya tidak bisa dipandang enteng.

Karena temuan Estulin terkait Bilderberg dalam merancang pecahnya Kanada maupun Yugoslavia, dan bahkan dukungan strategis kelompok ini terhadap serangan militer Presiden George W Bush ke Irak pada 2003, dukungan internasional terhadap gerakan separatisme di beberapa negara, nampaknya bukan cerita fiksi belaka. Namun memang nyata adanya.

Motivasi para penentu kebijakan luar negeri Amerika memang bisa dimengerti. Karena dengan lepasnya daerah-daerah tersebut, Amerika bisa mengakses langsung kepada para elite daerah tanpa harus berurusan dengan pemerintahan di Jakarta seperti sekarang ini. Dorongan untuk memperoleh daerah pengaruh nampaknya memang bukan monopoli kepresidenan Bush. Presiden Obama pun pada hakekatnya bertujuan sama meski dengan metode yang berbeda. Kalau Bush menerapkan pendekatan Hard Power dengan lebih mendayagunakan kekuatan militer, maka Clinton maupun Obama lebih mengutamakan penggunaan sarana-sarana non militer atau sering disebut Soft Power.

 

Meneropong Anatomi Politik Bilderberg Group

Siapa saja yang memainkan peran penting dalam pagelaran Konferensi Tahunan the Bilderberg 1996 di Toronto, Kanada tersebut? Antara lain William Perry, yang ketika itu masih Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Jean Chretien, Perdana Menteri Kanada waktu itu, mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger, Ketuah Kehormatan Fiat Giovanni Agnelli, Menteri Keuangan Kanada kala itu(yang kelak jadi Perdana Menteri Kanada) Paul Martin, Komisaris Eropa Mario Monto, David Rockefeller dari Chase Manhattan (namun sosok satu ini sejatinya  merupakan pemain politik penting mewakili kepentingan-kepentingan strategis Dinasti Bisnis Rockefeller), George Soros, Pangeran Belgia, Ratu Belanda dan Spanyol, berikut para politisi, pebisnis dan kaum elite akademisi dari beberapa perguruan tinggi kelas dunia. Bukan itu saja. Juga hadir pimpinan Ford Motor Company, Xerox, Bank of Commerce dan Kantor Berita berpegaruh Reuters.

Naluri jurnalistik Daniel Estulin mengatakan, Konferensi Belderberg Group 1996 bukanlah konferensi biasa. Seperti penelisikan Estulin kemudian, terungkap bahwa Kanada, yang merupakan salah satu negara terkaya di dunia, menurut rencana akan dipecah secara sewenang-wenang oleh para anggota Bilderberg dan New World Order (Tata Dunia Baru).

Namun rencana itu seperti yang saya katakan tadi, terbongkar pada Mei 1996, berkat liputan investigatif Estulin yang kemudian disebarluaskan pula oleh beberapa media setempat seperti Toronto Star. Sedemikian rupa gencarnya liputan pers, sehingga Kissinger sempat berang dan sempat memaki-maki Perdana Menteri Kanada Jean Chretein. Kissinger dengan berangnya mengatakan, Chretein akan dikutuk bila sampai ada orang yang menghancurkan rencana pemisahan tersebut.

Bahkan David Rockefeller, yang dikenal sebagai aktor belakang layar dalam mengendalikan para pemain kunci di Gedung Putih maupun gedung kongres The Capitol Hill, sampai-sampai menarik salah seorang konglomerat media Kanada Conrad Black, dan bertanya apakah bisa mengandalkan dirinya agar bisa membungkam beberapa media arus utama Kanada agar tidak membongkar rencana Amerika dan beberapa pemain kunci korporasi global untuk memecah-belah beberapa wilayah Kanada.

Namun, terbongkarnya rencana separatism Kanada pada Konferensi The Bilderberg Group 1996, memang hanya sekadar tertunda. Hasrat untuk melancarkan gerakan separatism terhadap Kanada maupun negara-negara lain di pelbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, tetap tidak mati seiring gagalnya skenario 1996.

Berdasarkan investigasi Daniel Estulin, Bilderberg hakikinya sama dengan Pemerintahan Satu Dunia (One World Government). Suatu kelompok rahasia yang terdiri dari para mantan presiden maupun presiden yang masih menjabat, perdana menteri, para banker internasional, para anggota teras kerajaan, serta orang-orang yang mengelola perang maupun pasar modal dan keuangan global.

Pada intinya, Bilderberg Group, merupakan sebuah organisasi paling rahasia, dan keberadaannya menyebar di mana-mana sehingga tidak mudah diekspos. Sedemikian rupa mereka ini berpengaruh, sehingga organisasi dunia yang terdiri dari para pialang kekuasaan, sanggup untuk menggulingkan seorang kepala negara atau pemerintahan, maupun sebaliknya, memunculkan ketokohannya di pentas politik.

Salah satu aktor penting Bilderberg adalah Pangeran Bernhard dari Kerajaan Belanda, karena melalui sosok inilah, untuk pertama kali diminta mengadakan pertemuan perdana para wakil rakyat dari semua segi bidang yang meliputi ekonomi, politik, industri, dan militer dunia yang dipandang sevisi dalam mengembangkan gagasan Pemerintahan Satu Dunia alias One World Government.

Tapi, Pangeran Bernhard, hanya salah satu pemain ujung tombak belaka. Bilderberg Grpup sejatinya dimotori oleh keluarga Rockefeller. David Rockefeller, Rupert Murdoch, Paul Wolfowitz, Romano Prodi, dan Henry Kissinger, merupakan sebagian tokoh dunia yang menjadi anggotanya. Pertemuan kelompok ini sejak dirintis pada 1954 di Hotel Bilderberg di Oosterbeek, Belanda, hingga kini, selalu dihadiri oleh orang-orang berpengaruh, seperti Presiden IMF, Bank Dunia, dan Federal Reserve. Serta beberapa perusahaan besar seperti DaimlerChrysler, Coca-Cola, British Petroleum, Chase Manhattan Bank, American Express, Goldman Sach, dan Microsoft. Selain tentu saja para wakil presiden dari Amerika Serikat, CIA dan FBI, Sekjen NATO, dan para anggota senat dan Kongres, perdana menteri dari Eropa. Bahkan tidak ketinggalan, para editor dan CEO beberapa media terkemuka di dunia.

Misi utama Bilderberg bisa dilacak melalui pertemuan-pertemuan para anggota pendiri. Berdasarkan penelisikan Estulin dari beberapa sumber terpercaya di lingkar dalam, niat setiap dan semua pertemuan Bilderberg adalah untuk menciptakan aristokrasi yang mengikat kepentingan strategis Eropa dan Amerika Serikat. Serta menyamakan sikap atas beberapa kebijakan ekonomi dan strategi dalam mengatur dunia secara bersama. Lahirnya Aliansi Pertahanan Atlantik Utara (NATO), merupakan landasan operasional mereka yang sebenarnya bersifat subversive, untuk melayani kepentingan global para pemrakarsa Bilderberg.

Temuan Estulin yang menarik adalah laporan berkala Oktober 1967 berdasarkan laporan penyelidik politik Roger Mennevee mengenai hubungan antara Presiden Perancis Charles de Gaulle dan Bilderberg. Menurut analisis Mennevee, bahwa semua figur Perancis yang mengaitkan dirinya dengan Bilderberg Group seperti George Pompidous, Antoine Pinay, dan Guy Mollet, ternyata merupakan lawan politik de Geulle terkait kebijakan nuklir Charles de Gaulle. Pantas saja, kalau kita kaji pemerintahan Perancis pada era de Gaulle, hubungan Perancis dengan persekutuan Anglo Saxon seperti Inggris dan Amerika, memang boleh dibilang “dingin” atau tidak bersahabat. Dari cerita latarbelakang yang disampaikan Estulin, sekarang jadi jelas penyebab utamanya sangat prinsipil, bukan sekadar sentiment pribadi antar beberapa pemimpin Eropa dan Amerika.

Bisa dimengerti jika de Gaulle sangat menentang skema Bilderberg. Karena dari penelisikan secara lebih dalam, aliansi ini dibentuk atas dasar sasaran strategis untuk memasukkan kedaulatan negara-negara merdeka di Eropa ke dalam skema Pemerintahan Satu Dunia Inggris-Amerika, yang dikendalikan oleh Bilderberg Group. Di sinilah de Gaulle menentang skema Bilderberg tersebut, terutama melawan orientasi perdagangan bebas milik Inggris dalam kerang Tata Pemerintahan Satu Dunia.

Salah satu instrument untuk mengoperasionalkan skema kendali ekonomi melalui perdagangan dunia adalah NAFTA (North America Free Trade Agreement). Maka David Rockefeller, salah satu yang punya hajat untuk urusan ini, kemudian merekrut Gubernur Arkansas yang waktu itu tidak terlalu populer, Bill Clinton. David Rockefeller, mengajak Clinton untuk menghadiri pertemuan Bilderberg di Baden-Baden, Jerman, pada 1991. Di sana, David Rockefeller mengatakan kepada Clinton bahwa NAFTA merupakan prioritas Bilderberg dan bahwa kelompok tersebut membutuhkan Clinton mendukung mereka. Setahun kemudian, Clinton terpilih sebagai presiden. Dan dirinya, termasuk pendukung kuat untuk NAFTA.

Bukti nyata Bilderberg bisa memasang sekutu-sekutunya di pucuk tertinggi pemerintahan suatu negara bisa ditelisik kembali melalui beberapa fakta berikut ini:

  1. Bill Clinton, menghadiri pertemuan Bilderberg pada 1991, lalu memenangi pemilu presiden AS melalui Partai Demokrat pada 1992.
  2. Tony Blair, menghadiri pertemuan Bilderberg pada 1993, lalu pada Juli 1994 berhasil terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris, dan terpilih kembali pada Mei 1997.
  3. George Robertson, menghadiri pertemuan Bilderberg pada 1998. Lalu setahun kemudian, ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal NATO pada Agustus 1999.
  4. Romano Prodi, menghadiri pertemuan Bilderberg pada 1999, lalu disumpah sebagai Presiden Eropa pada September 1999. Masa baktinya bertahan hingga 2005. Pada 2006, Prodi dipilih sebagai Perdana Menteri Italia.

Begitulah. Misi besar Bilderberg adalah memegang kendali ekonomi terhadap perdagangan dunia. Dan kata kunci mereka untuk mengontrol adalah kerahasiaan.

Penulis: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com