Jaringan Teror Semakin Meluas, Apa Tindakan Kita ?

Bagikan artikel ini
Toni Ervianto , alumni pasca sarjana Universitas Indonesia (UI)
Amerika Serikat (AS) mengkhawatirkan pertumbuhan jaringan militan radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di negara-negara Asia Tenggara. ISIS berusaha bergabung ke dalam militan-militan lokal yang sudah berdiri di Asia Tenggara.
Selama ini ISIS memiliki sejarah ‘bermitra’ dengan sejumlah militan di dunia, termasuk di Mesir, Libya dan Nigeria. Koordinator Pemberantasan Teorisme pada Departemen Luar Negeri AS, Justin Siberell, menyebut ISIS semakin ingin memperluas pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara.
Siberell juga menekankan, militan-militan dari Asia Tenggara yang bertempur untuk ISIS di Irak dan Suriah dikerahkan dalam unit khusus bernama ‘Katibah Nusantara’. Keberadaan mereka, sebut Siberell, bisa memberi ancaman besar jika mereka nantinya pulang ke negara masing-masing.
Pernyataan ini disampaikan Siberell akhir Agustus 2016 usai mengunjungi Bali, awal bulan ini, untuk menghadiri rapat khusus mencegah pergerakan teroris lintas perbatasan. Dari Bali, Siberell juga berkunjung ke Jakarta, Malaysia dan Singapura sebelum pulang kembali ke Washington, AS.
Sejauh ini, baru ada serangan-serangan kecil serta rencana serangan teror melibatkan jaringan ISIS yang digagalkan di kawasan Asia Tenggara. Para pengamat mengkhawatirkan jaringan ISIS semakin efektif di kawasan tersebut.
Sebelumnya, The Star pada Januari 2015 menginformasikan kelompok jaringan teroris yang paling berbahaya yaitu: Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS). Didirikan oleh Abu Bakr al-Baghdadi, Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS) menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah dibawah kendalinya. ISIS telah melakukan kekejaman luas dan melembagakan interpretasi brutal terhadap hukum Islam di daerah itu, termasuk puluhan kota-kota yang tersebar di Irak dan Suriah.
Al-Qaeda dibentuk pada tahun 1988 oleh Osama bin Laden, yang tewas pada 2011 dalam sebuah operasi oleh US Navy Seals. Kelompok ini diburu setelah melakukan serangan 11 September 2001. Sejak kematian Osama, jaringan ini dipimpin oleh Ayman al-Zawahiri dari Mesir. ISIS sendiri awalnya bagian dari jaringan, sebelum secara resmi dikeluarkan dari Al-Qaeda awal tahun lalu karena terlalu brutal.
Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) dibentuk pada tahun 2006 oleh penggabungan sayap Yaman dan Saudi al-Qaeda juga dikenal sebagai al-Qaeda di Yaman. dipandang sebagai salah satu cabang yang paling berbahaya dari al-Qaeda. Serangan ke Charlie Hebdo di Paris pada 7 Januari 2015 dilakukan oleh kelompok ini.
Taliban Afghanistan didirikan pada tahun 1994 di bawah kepemimpinan Mullah Mohammed Omar, yang adalah juga komandan dan pemimpin spiritual. Tujuan utama organisasi adalah untuk membentuk negara Islam di Afghanistan. Kelompok ini memerintah Afghanistan pada 1996-2001 dan memberlakukan hukum syariah yang ketat. Setelah AS menarik pasukannya dari Afghnistan, Taliban Afghanistan telah membuat kemajuan di Afganistan.
Taliban Pakistan juga disebut Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), menyerbu Army Public School di utara-barat Peshawar Pakistan pada hari kerja, membantai 148 orang – termasuk 132 anak-anak – dalam serangan teror paling mematikan di negara itu. Kelompok ini juga berada di balik penembakan pemenang Nobel Perdamaian Malala Yousafzai. Beroperasi dari zona suku semi-otonomi di utara-barat Pakistan dekat perbatasan Afghanistan. Pemimpinnya saat ini adalah Maulana Fazlullah.
Al-Nusra Front atau Front Pembela Rakyat Suriah kadang-kadang dikenal sebagai al-Qaeda di Suriah. Pembentukannya diposting secara online pada tahun 2012, dan bertujuan untuk mengganti rezim Presiden Bashar al-Assad dengan negara Islam. Kelompok ini aktif terlibat dalam mendukung pemberontak Suriah, dan menyerang target yang berafiliasi dengan pemerintah Suriah serta ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh negara-negara Barat, Arab Saudi, Turki dan Uni Emirat Arab.
Boko Haram bertujuan untuk memaksakan ‘bentuk yang keras, dari hukum Islan di Nigeria. Boko Haram berarti “pendidikan Barat adalah dosa”, dan kelompok melarang Muslim terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat Barat, termasuk suara dalam pemilihan, mengenakan kemeja dan celana panjang atau menerima pendidikan sekuler. Pada  Januari 2015, mereka mulai melakukan pembantaian mematikan di Baga, sebuah kota di utara-timur dari Nigeria. Sebanyak 2.000 orang tewas, menurut Amnesty International. Boko Haram menguasai sekitar 20.000 mil persegi wilayah di utara-timur Nigeria, The Telegraph melaporkan pada bulan Januari.
Jemaah Islamiyah (JI) adalah cabang Al-Qaeda di Asia Tenggara, dan bertanggung jawab atas pemboman Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang. Berpusat di Indonesia dan dibentuk pada awal 1990-an dengan tujuan mendirikan kekhalifahan di wilayah tersebut. Banyak tokoh utamanya, termasuk pemimpin spiritual Abu Bakar Bashir, pembuat bom Bali Umar Patek dan pimpinan di Singapura, Mas Selamat Kastari yang telah ditangkap. Jaringan ini hancur sejak tahun 2002, namun masih ada beberapa serangan dikaitkan dengan mereka tahun lalu. Otoritas keamanan Malaysia mengidentifikasi empat kelompok teror baru, dikenal dengan akronim mereka BKAW, BAJ, Dimzia dan ADI. Sebagian besar mereka telah berjanji setia kepada ISIS.
Abu Sayyaf, sebuah geng kriminal yang beroperasi di Sulu, sering melakukan penculikan untuk uang tebusan di sepanjang pantai Sabah dan perairan sekitarnya. Didirikan pada tahun 1990-an dengan uang dari al-Qaeda, kelompok yang berbasis di pulau Basilan dan Sulu, telah disalahkan atas serangan teror terburuk dalam sejarah Filipina, termasuk pemboman dan penculikan massal orang Kristen dan orang asing. Kelompok ini telah lama memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan baru-baru ini berjanji setia kepada ISIS.
Lashkar-e-Taiba (LeT) bertanggung jawab atas serangan Mumbai 2008 yang menewaskan 166 orang. Sejak serangan itu, laskar ini telah menjadi organisasi yang lain, Jamaat-ud-Dawa (Jud) sebagai organisasi yang terdepan.
Kekuatan dan Kelemahan
Dalam perkembangan terkininya, ISIS di Irak hanya menguasai Kota Mosul, setelah Kota Ramadi dan Falujah direbut kembali oleh tentara Irak dibantu koalisi. Sedangkan, di Suriah, hanya Kota Raqqa dan Al-Bab yang dikuasainya, setelah ISIS gagal mempertahankan Kota Manbij dan Jarablus.
Tidak hanya itu saja, banyak petinggi ISIS yang telah tewas antara lain Abu Omar al-Shishani (orang nomor dua dalam struktur ISIS), Abu Muhammad al-Adnani alias Taha Sobhi Falaha (orang nomor tiga dakan struktur ISIS), Haji Hamzah (pembantu Al Baghdadi di Provinsi Al-Anbar, Irak Barat) dan Abbu Sayyaf (Menteri ISIS urusan perminyakan).
Walaupun mengalami sejumlah kekalahan, ISIS tetap mempunyai kekuatan. Berdasarkan penyelidikan PBB, militan radikal Islamic State fo Iraq and Syria (ISIS) menjadikan gas mustard sebagai senjata. Laporan dari Mekanisme Investigasi Gabungan (JIM) menemukan kesimpulan bahwa rezim Suriah menjatuhkan senjata kimia di dua desa yang ada di Provinsi Idlib, yakni di Talmenes pada 21 April 2014 dan di Sarmin pada 16 Maret 2015. Ada tanda-tanda mengkhawatirkan bahwa kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tengah membuat senjata kimia. Bahkan sejumlah laporan menyebut ISIS telah menggunakan senjata kimia itu di Irak dan Suriah.
ISIS melancarkan serangan gas mematikan terhadap tentara Suriah di dekat kota Deir Ezzor. Sedangkan 9 Maret lalu, serangan gas ISIS melanda kota Taza, Irak. Serangan itu menewaskan 3 anak-anak dan melukai lebih dari 1.500 orang, dengan jenis luka bervariasi mulai dari luka bakar, luka ruam hingga gangguan pernapasan.
Kepala Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) Ahmet Uzumcu mengatakan, tim pencari fakta telah menemukan sejumlah bukti adanya penggunaan sulfur mustard atau gas mustard dalam serangan ISIS di kedua negara. Gas mustard merupakan senjata kimia berbahaya yang menyebabkan luka-luka pada kulit dan saluran pernapasan.
Pada Februari 2016, Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) John Brennan menuturkan kepada media setempat CBS News, bahwa anggota ISIS mempunyai kemampuan untuk membuat sejumlah kecil klorin yang beracun, dan gas mustard.
Kekuatan jaringan teror semakin membahayakan karena kelompok ini menggunakan jalur siber untuk direkrut dan merekrut, mengakses materi-materi pelatihan hingga merencanakan aksi.
Dunia siber telah menjadi domain baru gerakan teroris, sehingga pemetaan jaringan teroris tidak selalu harus berkaitan dengan kelompok besar seperti ISIS, Al Qaeda, namun ada juga kelompok dan individu yang sama-sama radikal dan berbahaya yang tercipta hanya melalui interaksi di media sosial.
Modus kegiatan teroris di dunia siber menjadi kian kompleks. ISIS dengan efektif menggunakan media sosial untuk merekrut anak-anak muda. Untuk meningkatkan kemampuan teknis hasil rekrutan itu juga dilakukan pelatihan lewat media sosial. Mereka yang berangkat ke Suriah dan Irak untuk perang kemudian pulang untuk melakukan gerakan yang sama.
Jaringan Meluas
Kekhawatiran Koordinator Pemberantasan Teorisme pada Departemen Luar Negeri AS, Justin Siberell kemungkinan ada benarnya. Kekhawatiran tersebut ada indikasinya yaitu buronan militan ISIS Malaysia diyakini bersembunyi di Filipina selatan dan berencana untuk membentuk sebuah faksi resmi ISIS di Asia Tenggara. Fraksi ISIS di kawasan ini juga berencana untuk menyatukan sel-sel teror yang berbeda di Malaysia, Indonesia dan Filipina. Ini akan mencakup Abu Sayyaf Group (ASG) dan kelompok-kelompok teror lain di wilayah ini.
Menurut Kepala Divisi Kontraterorisme Malaysia Datuk Ayob Khan Mydin Pitchay kepada Strait Times, dirinya khawatir atas rencana kelompok militan Malaysia membentuk jaringan teroris ISIS di Asia Tenggara yaitu Mahmud Ahmand, mantan dosen di Universitas Malaya yang juga dikenal sebagai Abu Handzalah, aktif berlatih dengan ASG serta mengambil bagian dalam operasi teror di Filipina selatan, Mohd Najib Husen, pemilik kedai kelontong, dan Muhammad Joraimee Awang Raimee yang merupakan mantan mantan karyawan Selayang Municipal Council. Tiga orang ini berharap dapat menggabungkan sejumlah kelompok militan di Asia Tenggara, seperti Abu Sayyaf dan Jemaah Islamiyah, menjadi satu kesatuan di bawah naungan Negara Islam.
Sejak tahun 2000, telah terjadi peningkatan lima kali lipat dalam jumlah orang yang dibunuh oleh terorisme. Meskipun ada sedikit penurunan dari tahun 2007 dan seterusnya, jumlahnya kembali melonjak sejak dimulainya perang saudara di Suriah.
Sementara, ancaman terorisme di Indonesia sebagai dampak atau ekses dari adanya tekanan global dan tekanan dalam negeri. Tekanan global diwarnai adanya konflik ide politik global yang dipicu oleh strategi militer Amerika Serikat untuk memperkuat ekonomi politik mereka ke depan melalui isu ”Rebalancing Asia Pasific” serta dinamika internal dalam bentuk radikalisme Agama di Indonesia termasuk adanya eskalasi aksi terorisme akibat eksistensi dukungan WNI yang menjadi simpatisan ISIS, keberadaan kelompok militan atau jaringan pelaku atau mantan pelaku teror, masih kuatnya dukungan dana jihad yang ditransfer berbagai kalangan yang sejauh ini diidentifikasi berasal dari Turki, Australia dan beberapa negara di Timur Tengah termasuk adanya arus imigran gelap yang masuk ke wilayah NKRI.
Berdasarkan catatan Global Affairs Foreign Terrorist Fighter, Indonesia termasuk negara yang menjadi pensuplai anggota ISIS yang sampai Januari 2016 tercatat sebanyak 300 orang. Sementara itu negara paling banyak warganya yang bergabung dalam ISIS antara lain Tunisia (6000 orang), Saudi Arabia (2.275 orang) Yordania (2.000 orang), Rusia (1.700 orang), Perancis (1550 orang), Turki (1400 orang), dan Marokko (1200 orang). Berdasarkan data yang dimiliki pemerintah RI dari berbagi sumber tercatat sebanyak 500 orang.
alam pertemuan Regional Risk Assessment on Terrorism Financing 2016 South East Asia and Australia di Bali, disebutkan Indonesia masuk dalam kategori sangat terancam. Saat ini, ada 568 orang Indonesia yang pergi ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS. Sebanyak 183 orang diantaranya telah kembali. Angka ini adalah tertinggi dibandingkan Malaysia dengan 73 orang dan Australia 110 orang yang telah berangkat ke Suriah dan Irak. Disamping itu, terdeteksi ada 11 kelompok teror yang aktif di Indonesia.
Apa Tindakan Kita?
Berdasarkan teori ancaman yang dikembangkan Llyota dan Lloyld yang dirumuskan T=IxCxC, maka untuk mengagalkan atau meminimalisir ancaman maka dihilangkan intention (I) atau dilumpuhkan capability (C) atau diminimalisir pemicunya yang ditunjukkan dalam circuumstances (C).
Mengurangi niat atau intention kelompok teror sangat tidak mungkin, karena kita harus memiliki “orang dalam” dalam kubu kelompok teror, sehingga rencana atau niat mereka ke depan dapat diketahui lebih dini.
Untuk melumpuhkan capability (kemampuan) kelompok teror, masih sangat mungkin dilakukan dengan membentuk gugus tugas menangani terorisme di dunia siber, perlunya dibentuk pengadilan khusus atau mempersiapkan hakim-hakim khusus dalam persidangan teroris, melibatkan unsur militer dalam penanggulangan teroris, memberikan kewenangan menangkap oleh BIN, mencabut status kewarganegaraan WNI dan keluarga besarnya yang tergabung dalam kelompok teror dll.
Kemungkinan yang paling dapat dilakukan adalah meminimalisir pemicu munculnya kelompok teror atau circuumstancesnya dengan tindakan mengembangkan/memulihkan budaya silaturahmi dan siskamling, mengembangkan pendidikan multikultur untuk mencegah pemahaman sempit dan intoleran, kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi yang dikeluarkan jangan sampai “merugikan” kelompok tertentu terutama kelompok rentan dan radikal serta last but not least  negara atau pemerintah harus hadir ditengah masyarakat dengan memberikan keteladanan dan menumbuhkan kepercayaan artinya tidak elok ditengah ekonomi masyarakat yang masih bersahaja, mereka yang diberikan amanah di legislatif, eksekutif dan yudikatif menyalahgunakannya.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com