Kesepakatan Trump-Kim: Belum Menegaskan soal THAAD dan Pengurangan Jumlah Pasukan AS di Korsel

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI). 

Meski belum cukup maksimal, namun kesepakatan yang dicapai melalui pertemuan tingkat tinggi antara PresidenAS Donald Trump dan Presiden Korea Utara Kim Jong-un telah membuka berbagai kemungkinan baru hubungan antara AS-Korut pada satu sisi, dan perdamaian di Semenanjung Korea pada sisi yang lain.

Dalam beberapa butir kesepakatan antara lain kedua kepalka negara bersepakat:

  1. AS dan Korea Utara berkomitmen untuk membentuk hubungan baru AS-Korut sesuai keinginan rakyat kedua negara akan perdamaian dan kemakmuran.
  2. AS dan Korut akan menggabungkan upaya-upaya mereka untuk membangun perdamaian yang abadi dan stabil di Semenanjung Korea.
  3. Menegaskan kembali Deklarasi Panmunjom 27 April 2018 lalu, Koruit berkomitmen untuk bekerja menuju denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea.
  4. AS dan Korut berkomitmen untuk menemukan jasad-jasad para tahanan perang/yang hilang dalam tugas, termasuk pemulangan segera jasad-jasad yang telah teridentifikasi.

Meskipun rumusan keempat butir kesepakatan tersebut masih bersifat umum, namun secara jelas mencerminkan itikad baik kedua negara untuk menyelesaikan akar konflik yang melanda Semenanjung Korea sejak awal Perang Dingin pada dekade 1950-an.

Perang Korea yang sesungguhnya hingga kini masih berlangsung antara Korsel dan Korut, tidak saja melibatkan Korsel versus Korut, melainkan juga melibatkan tiga negara adikuasa yaitu AS, Cina dan Rusia. Apalagi dalamk perkembangannya kemudian, mengingat persekutuan strategis AS-Jepang di bidang keamanan, Jepang pun kemudian menjalin persekutuan strategis segitiga AS-Jepang-Korsel mengepung Korut yang didukug oleh Cina dan Rusia.

Maka tak heran jika Kim Jong-un kemudian meluncurkan beberapa uji coba rudal balistik antarbenua sebagai aksi bela diri menghadapi kepungan persekutuan segitiga AS-Jepang-Korsel berupa latihan militer bersama, selain kehadiran tentara AS di Korsel yang telah mencapai 28.500 personil. Belum lagi keputusan Presiden Trump untuk menempatkan sistem pertahanan anti rudal THAAD di Korsel. Sehingga bukan saja meresahkan Korut, melainkan juga Cina yang selama ini dikesankan sebagai sekutu strategis Korut.

Namun menyadari gawatnya situasi keamanan regional di Semenanung Korea, maka Presiden Korut dan Presiden Korsel menyadari dampak buruk jika meletus perang di Semenanjung Korea, sehingga kedua kepala negara dua Korea itu kemudian menggelar pertemuan tingkat tinggi membahas masalah perdamaian, mendahului pertemuan tingkat tinggi Trump-Kim.

Nampaknya, kesepakatan kedua kepala negara dua Korea terkait konflik Korsel-Korut maupun program persenjataan nuklir Korut, menjadi landasan yang cukup kuat bagi Kim Jong-un sehingga lahirnya empat butir kesepakatan Korut-AS tersebut.

Sayangnya, keempat butir kesepakatan tersebut belum secara eksplisit mendesak AS untuk menghentikan pemasangan dan penemputan sistem pertahanan antir rudal THAAD di Korsel. Dengan demikian, dihentikannya pemasangan THAAD di Korsel merupakan pintu masuk menuuju penyelesaian konflik di Semenanung Korea. Bukan antara Korsel-Korut. Melainkan juga antar negara-negara adikuasa yang berkepentingan di Semenanjung Korea seperti, Cina, Jepang, AS dan Rusia.

Cerita Seru Pertemuan Bersejarah Trump dan Kim Jong-Un

Jika THAAD dan Pengurangan jumlah tentara AS yang berjumlah 28.500 personil belum ditindaklanjuti dengan berpedoman pada empat butir kesepakatan, maka pertemuan tingkat tinggi Trump-Kim secara substansial belum menghasilkan kemajuan yang cukup berarti,

Rujukan Pembanding Silahkan Baca:

Membayangkan Skenario Terburuk Akibat Penempatan dan Pergelaran THAAD AS di Korea Selatan

AS Harus Berniat Baik Hentikan Penempatan THAAD di Korsel Sebelum Pertemuan Tingkat Tinggi AS-Korut

Tentang THAAD, Senjata Supercanggih AS yang Bikin Beijing Gelisah

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com