Perlu Dua Prasyarat Mutlak Menuju Pertemuan Puncak Trump-Jong un

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Pertemuan Puncak Trump-Jong-un pada akhir Mei atau awal Juni mendatang, AS dan Korut harus timbal-balik.  AS Hentikan Penempatan dan pemasangan  THAAD, di Korsel,  Korut harus hentikan Program nuklir dan Rudal Balistik Antarbenua.

Rabu (18/04) muncul berita cukup mengejutkan. Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) Mike Pompeo melakukan kunjungan rahasia  ke Korea Utara dan menemui pemimpin negeri itu, Kim Jong-un. Tentu saja ini sebuah perkembangan terbaru yang patut kita cermati secara seksama. Sebab bisa dipastikan, pertemuan rahasia tersebut dalam rangka mengatur pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trum dan Kim Jong-un pada akhir Mei atau awal Juni. Silahkan simak

Trump Gives Thumbs-Up to Korea Peace Moves… So Far

Meskipun kunjungan rahasia Direktur CIA Mike Pompeo berlangsung akhir pekan lalu, namun untuk menciptakan prakondisi menuju pertemuan puncak AS-Korut, nampaknya masih sangat sulit untuk terwujud.

Sebab salah satu pemicu ketegangan kedua negara yang memanaskan situasi di Semenanjung Korea, bermula ketika Presiden Trump memutuskan untuk menempatkan senjata canggih sistem pertahanan anti-rudal bernama Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan sejak Mei 2017. Bahkan sebelum pemasangan dan penempatan THAAD di Korsel, AS beberapa kali secara demonstratif memperagakan latihan militer gabungan AS-Korsel-Jepang, AS sejak Mei 2017 mulai menempatkan senjata canggih sistem pertahanan anti-rudal bernama Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan.

Memang benar bahwa pemasangan dan penempatan THAAD AS di Korsel dilakukan dengan dalih bahwa Pyongyang secara agresif mengintensifkan program nuklir dan rudal balistik antarbenua-nya pada skala yang mampu menjangkau wilayah AS. Namun pihak Korut berkali-kali menegaskan bahwa program nuklir dan rudal balistik antarbenua hanya untuk pertahanan diri untuk mengantisipasi kemungkinan serangan gabungan AS-Jepang-Korsel. Apalagi pasukan AS yang sekarang ada di Korsel diperkirakan berjumlah 28.500 tentara. Silahkan baca artikel kami terdahulu:

Membaca Skenario Perang Dunia III

Selain itu, di balik pemasangan dan penempatan THAAD di Korsel ini mengundang beberapa kecurigaan atas motif sesungguhnya dari Gedung Putih dan Pentagon. Benarkah THAAD semata-mata untuk menghadang serangan nuklir dan rudal antarbenua Korut?

Nampaknya sasaran strategis AS yang sesungguhnya bukan untuk menghadang Korut atau mempertahankan kedaulatan Korsel.  Dalam Seminar yang diselenggarakan Global Future Institute (GFI) pada 9 November 2017 lalu, ketegangan di Semenanjung Korea yang dipicu oleh penempatan dan pemasangan Sistem Pertahanan Anti-rudal THAAD di sisi selatan Seongju County, Provinsi North Gyeongsang itu, ternyata juga mengundang kecemasan dari pemerintah Cina di Beijing.

Sehingga penempatan dan pemasangan THAADTHAAD harus dipandang dalam perspektif persaingan dan perebutan pengaruh global antara AS versus Cina. Sehingga dalam beberapa waktu ke depan bukan saja akan memicu ketegangan dan konflik di Semenanjung Korea, melainkan juga di kawasan Asia Pasifik pada umumnya.

Lebih dari itu, kebijakan Presiden Trump terkait program nuklir pemerintah AS juga sangat mengkhawatirkan. Beberapa waktu berselang, The Huffington Post merilis draf pra-keputusan dari Trump Administration’s Nuclear Posture Review (NPR). Dokumen tersebut menguraikan strategi yang mencakup pengembangan senjata nuklir “hasil rendah” yang baru, yang memperluas jumlah skenario di mana penggunaan senjata nuklir pertama akan dipertimbangkan, termasuk dalam menghadapi serangan non-nuklir.

Merujuk pada artikel yang ditulis Sudarto Murtaufiq dari Global Future Institute, rancangan NPR yang bocor ini adalah dokumen yang amat radikal dan mengerikan dalam hampir segala hal.

Rencana Trump untuk mengembangkan apa yang disebut senjata nuklir ‘hasil rendah’ ​​dan melonggarkan pembatasan penggunaannya adalah langkah dramatis dari kebijakan AS yang telah berlangsung lama yang membuat perang nuklir sangat mungkin terjadi. Dunia akan jauh lebih berbahaya dari yang dikhwatirkan semula. Selanjutnya silah kan simak artikelnya yang berjudul

Terkuak, Ambisi Nuklir Trump dalam Dokumen NPR yang Bocor

Dalam analisisnya lebih lanjut, peneliti senior Global Future Institute itu menandaskan, kebijakan ini  erat kaitannya dengan retorika nuklir Trump yang agresif dan mirip dengan upaya bipartisan yang dilakukan oleh Presiden Ronald Reagan semasa perang dingin, untuk mengurangi peran dan jumlah senjata nuklir di seluruh dunia.

Lebih mengkhawatirkan lagi, Trump sejak menjabat sebagai presiden AS sangan berkeinginan untuk mengembalikan kembali supremasi nuklir negaranya. Trump menegaskan keinginannya agar Amerika Serikat memperluas persenjataan nuklirnya, sebagaimana pernyataanya pertama kali tentang masalah ini begitu menjabat sebagai presiden pada awal Januari 2017, Menurut Trump, ‘kemampuan nuklir AS telah jauh tertinggal’ sehingga harus diubah untuk agar berada di tempat teratas. Sekadar gambaran mengenai skenario terburuk, baca Membaca Skenario Perang Dunia III

Hal ini mengindikasikan bahwa manuver Gedung Putih dan Pentagon untuk menempatkan dan memasang THAAD di Korsel, nampaknya harus kita pandang sebagai ancaman yang cukup serius terhadap stabilitas dan keamanan di Semenanjung Korea, dan Asia Pasifik pada umumnya.

Sebab selain adanya indikasi kuat pemerintahan AS di bawah kepemimpinan Trump untuk kembali mengintensifkan program nuklirnya secara agresif dengan dalih AS telah jauh ketinggalan dibandingkan negara-negara adikuasa lainnya, adanya THAAD pada perkembangannya akan mendorong pemerintah Cina untuk meningkatkan eskalasi kehadiran militernya maupun peningkatan peralatan militernya di Korut. Mengingat Korut merupakan salah satu pertaruhan geopolitik yang amat penting di Asia Pasifik.

Maka itu, dalam menciptakan prakondisi menuju pertemuan puncak yang direncakan berlangsung akhir Mei atau awal Juni mendatang, pihak AS harus segera menghentikan penempatan dan pemasangan THAAD di Korea Selatan. Serta menghentikan serangkaian latihan militer gabungan AS-Jepang-Korsel yang akan semakin memprovokasi Korut untuk semakin mengintensifkan program nuklir dan rudal balistik antarbenua-nya.

Sebagai timbale-balik, pihak Korut pun harus ada itikad baik untuk menghentikan program nuklir maupun rudal balistik antar-benuanya. Sehingga AS tidak punya alasan atau dalih lagi untuk mempertahankan keberadaan THAAD di Korsel.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com