Terbitnya Dokumen Strategi Keamanan Nasional AS, Konflik Global AS-Cina di Semenanjung Korea Semakin Nyata

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Sebuah Dokumen Keamanan Nasional AS Senin (18/12) dirilis okeh Gedung Putih. Bukan saja secara gamblang menyebut Cina dan Rusia sebagai pesaing global AS yang berusaha mengubah sttusquo global. Seraya tetap menyebut Korea Utara dan Iran sebagai musuh AS. Bahkan secara provokatif menuding Korea Utara sedang membuat senjata kimia dan biologis yang bisa diangkut oleh rudal. Persis seperti Presiden Bush pada 2003 menebar isu bahwa Irak dan Saddam Hussein sedang membuat Senjata Pemusnah Massal.

Konflik berskala luas yang berlangsung di Semenanjung Korea dalam beberapa bulan belakangan ini, nampaknya akan semakin meningkat eskalasinya, sehingga tidak bisa lagi dipandang sekadar konflik antara AS versus Korea Utara. Jepang versus Korea Utara. Atau Korea Utara versus Korea Selatan. Tanda-tanda semenanjung Korea akan menjadi medan perang antara AS versus Cina, sepertinya akan semakin nyata menyusul terbitnya Dokumen Strategi Keamanan Nasional AS pada Senin 18 Desember lalu.

Kalau menelisik Dokumen Strategi Keamanan Nasional AS itu, praktis serupa dengan Project New American Century (PNAC) yang merupakan Blue Print Politik Luar Negeri Presiden George W Bush yang menjabat presiden AS pada 2000-2010. Bedanya, PNAC justru diterbitkan sejak Bush kampanye pemilihan presiden, sehingga fdari awal dipandang sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara pemerintahan Bush dalam bidang luar negeri jika dirinya memang dan berhasil menduduki Gedung Putih. Adapun Dokumen Strategi Keamanan Nasional AS anehnya malah baru sekarang diluncurkan, yang mana praktis sudah hampir setahun setelah Trump menjabat presiden.

Seperti juga halnya PNAC, dokumen ini kembali menegaskan bahwa Cina dan Rusia merupakan pesaing yang berusaha menantang kekuasaan Amerika. Bahkan secara eksplisit dokujmen  itu mengatakan kedua negara adikuasa pesaing AS itu bermaksud menggerogoti keamanan dan kesejahteraan AS. Menuding kedua negara adikuasa itu bermaksud menciptakan tata ekonomi baru yang tidak bebas dan tidak adil, membangun kekuatan militer tersendiri, dan mengontol informasi dan data dengan tujuian untuk menekan masyarakat dan memperluas pengaruh mereka.

Tentu saja rumusan kalimat itu hanya sebagai dasar pembenaran untuk menyatakan bahwa Cina dan Rusia memang layak dipandang sebagai musuh utama AS. Meskipun diperhalus dengan frase kata Kekuatan Revisionis yang ingin mengubah statusqo global.

Blueprint pemerintahan Trump ini, meskipun menggunakan dalih untuk menjaga keseimbanmgan keamanan energi (energy security), pembangunan ekonomi dan lingkungnan hidup, namun nampak jelas pesan sentral dari dokumen itu adalah untuk membangun kembali superioritas militer Paman Sam seraya membidik kekuatan di luar negeri yang tidak sejalan dengan Strategi Global AS.  Maka, seperti halnya PNAC di era Bush, dokumen ini bisa dianggap isyarat bahwa Amerika akan meningkatkan kembali militerisasi politik luar negerinya.

Dalam kerangka pemikiran dan pandangan yang mendasari Dokumen Keamanan Nasional AS itulah, Rusia dan Cina kemudian ditetapkan sebagai pesaing AS. Kalau dalam frase yang digunakan PNAC-nya Presiden Bush dulu, kedua negara adikuasa pesaing AS tersebut disebut the Principal Enemy. Musuh utama AS.

Dalam dokumen yang dirilis Gedung Putih Senin lalu, sejatinya sama saja ketika menyebut Cina dan Rusia sebagai Kekuatan Revisionis. Ini sebuah peristilahan atau frase baru yang menarik. Namun hal ini secara jelas mengisyaratkan bahwa Gedung Putih memandang Cina dan Rusia berusaha mengubah statusquo global. Bagi AS dan sekutu-sekutunya dari Blok NATO, tren ini nampaknya cukup menggelisahkan.

Di mandala Eropa, AS dan NATO sangat khawatir dengan manuver militer Rusia di Ukraina. Di Mandala Asia-Pasifik, Paman Sam khawatir dengan manuver militer  Cina yang dipahndang agresif di Laut Cina Selatan.

Dalam konstalasi yang seperti itu, maka ketegangan militer di Semenanung Korea besar kemungkinan akan semakin memanas dan menajam. Apalagi kasus Korea Utara sudah dibingkai kerangka dasar kebijakan luar negerinbya dalam Dokumen Keamanan Nasional AS tersebut. Adapun perkembangan aktual di Semenanjung Korea itu sendiri saat ini sedang memanas. Pada satu sisi, ditandai dengan kehadiran militer AS di Korea Selatan yang cukup besar, maupun latihan gabungan antara tentara AS, Korea Selatan dan Jepang,

Pada pihak lain, Korea Utara memandang kehadiran militer AS secara besar-besaran di Korea Selatan maupun latihan militer gabungan AS-Jepang-Korea Selatan, sebagai ancaman secara langsung terhadap kedaulatan nasional Korea Utara. Sehingga pada perkembangannya telah mendorong Presiden Kim Jong-un dan pemerintahan Pyongyang, untuk semakin mengintensifkan program nuklir dan rudalnya, sebagai upaya bela diri menghadapi kemungkinan agresi militer AS dan sekutu-sekutunnya.

Pandangan bahwa Korea Utara mengembangkan program nuklir dan rudalnya dalam rangka untuk bela diri menghadapi ikemungkinan serangan militer AS dan sekutu-sekutunya termasuk Korea Selatan dan Jepang, sempat bergema dalam Seminar Terbatas yang diselenggarakan Global Future Institute (GFI) pada 9 November 2017 lalu. Sehingga sampai pada simpulan, justru kehadiran militer AS di Korea Selatan maupun latihan gabungan AS-Jepang-Korea Selatan itulah yang menjadi pemicu meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea. Dan berlarut-larutnya penyelesaian Krisis Korea Utara secara damai.

Dokumen yang baru saja dirilis Gedung Putih itu, justru semakin memperkuat tren menuju peningkatan eskalasi konflik di Semenanjung Korea.

Apalagi banyak kalangan yang menilai ancaman Trump untuk melancarkan aksi militer ke Korea Utara, menyusul peningkatan intensitas pembangunan program nuklir dan rudal maupun uji coba rudal bermuatan nuklir, Nampakhya gagal untuk diolah dan dimainkan Trump dalam memaksa Korea Utara dan Cina ke arah kompromi. Apalagi ke arah kompromi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam persaingan global di Semenanjung Korea. Seperti AS, Cina, Rusia, Jepang, Korea Selatan dan Korea Utara.

Inilah aspek krusial dari terbitnya Dokumen Keamanan Nasional AS itu. Apakah yang dimaksud dokumen inbi bahwa Cina dan Rusia bermaksud mengubah statusqo global termasuk di dalamnya  mengenai konfigurasi kekuatan di Semenanjung Korea? Kalau memang itu yang dimaksud, maka Krisis Korea Utara berpotensi menjadi the theatre of war atau medan perang antara AS versus Cina tidak saja di Semenanjung Korea, melainkan bisa meluas ke Asia Pasifik pada umumnya. Yang pastinya cepat atau lambat, akan melibatkan juga Rusia di kancah pertarungan global tersebut. Apalagi Cina dan Rusia telah disatu-upaketkan sebagai pesaing global AS. Yang tentunya pertarungan global tidak saja akan berlangsung di di mandala Eropa dan  Asia Pasifik, melainkan juga di Timur Tengah dan Afrika.

Apalagi seperti halnya dalam PNAC, di dalam Dokumen Keamanan Nasional AS itu, Iran dan Korea Utara masih tetap disebut-sebut sebagai negara-negara yang dipandang musuh utama. Bahkan di dalam dokumen ini, adanya Kelompok Militan Islam yang dipandang sebagai ancaman bagi kepentingan AS. Adapun Korea Utara secara khusus bahkan disebut sebagai negara yang sedang berupaya mengembangkan kimia dan biologi yang bisa diangkut oleh rudal. Bukankah ini mirip ketika Presiden Bush pada 2003 menebar isu bahwa Irak dan Saddam Hussein sedang mengembangkan Weapons of Mass Destruction alias Senjata Pemusnah Massal? Yang mana pada perkembangannya, dijadikan dalih Bush untuk menginvasi Irak dan menggulingkan Saddam Hussein dari tampuk kekuasaan pada 2003.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com