Sampah hingga kini masih menjadi persoalan yang pelik di hampir semua negara, utamanya di kota-kota besar. Rupanya sampah tidak hanya menjadi masalah untuk warga kota, tetapi juga menjadi masalah serius nun di atas gunung. Simak saja seperti yang dilakukan Pemerintah Nepal dengan menggelar ekspedisi pembersihan Gunung Everest di awal bulan Juni lalu. Ekspedisi ini berhasil mengangkut turun 11 ton sampah dan empat jasad pendaki.
Berdasarkan keterangan para pejabat pemerintah Nepal, tim ekspedisi yang kembali dari gunung setinggi 8.850 meter itu sebagian besar lerengnya dipenuhi kotoran manusia, botol bekas oksigen, robekan tenda, tali, kantong plastik, dan sampah lainnya. Otoritas setempat berpendapat temuan tersebut sebagai hal memalukan bagi sebuah negara yang beroleh pemasukan yang cukup besar dari pendakian Gunung Everest.
Dandu Raj Ghimire, Direktur Jenderal Departemen Pariwisata Nepal menyebutkan sebuah tim pembersihan yang terdiri dari 20 pendaki Sherpa mengumpulkan lima ton sampah pada bulan April dan Mei dari berbagai lokasi kamp, dan enam ton lainnya dari area di bawahnya.
“Sayangnya, beberapa sampah yang dikumpulkan dalam tas di South Col –jalur pendakian selatan– tidak dapat diturunkan karena cuaca buruk,” kata Ghimire dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (5/6/2019).
Seperti diketahui, pemerintah Nepal dan masyarakat setempat telah lama bergelut dengan masalah limbah di gunung, ketika pendaki dari seluruh dunia berkunjung setiap tahun untuk mencoba mendaki puncaknya. Sejak 2011, upaya rutin telah dilakukan untuk memulihkan beberapa ton sampah dari gunung, dan sistem pengelolaan limbah telah diperkenalkan.
Menurut Everest Summiteers Association, peningkatan pengunjung yang sangat besar dalam beberapa dekade terakhir telah berdampak parah pada lingkungan gunung yang sensitif. Pemerintah Nepal juga memperkenalkan uang deposit untuk pendaki pada tahun 2014, yang dikembalikan jika mereka kembali ke pangkalan gunung dengan delapan kilogram sampah.
Dikutip dari Al Jazeera, Kamis (6/6/2019), sebagian dari sampah tersebut diterbangkan ke ibukota Kathmandu untuk diserahkan kepada pihak pendaur ulang sampah pada Rabu (5/6/2019) sekaligus mengakhiri ekspedisi pembersihan tersebut.
Ratusan pendaki, bersama pemandu serta kuli panggul mereka, menghabiskan berminggu-minggu di Everest setiap musim semi, yang menjadi waktu pendakian terbaik.
Di waktu-waktu tersebut, sebuah area berkemah rutin dibuka pada ketinggian 5.300 meter di atas permukaan laut, yang biasanya bertahan selama-lamanya hingga tiga bulan, antara maret hingga Mei.
Sepanjang tahun 2019 Nepal mengeluarkan 381 izin mendaki Gunung Everest, yang masing-masing berbiaya US$ 11.000 (sekitar Rp 156 juta), di mana hal itu menjadi sumber pendapatan penting bagi negara yang tengah kekurangan uang tersebut.
Persoalan limbah gunung memang masih menjadi persoalan pelik oleh berbagai negara di berbagai dunia, utamanya bagi negara yang mengandalkan pariwisata pendakian, termasuk juga di Indonesia. Apalagi tren pendakian gunung membuat volume sampah di gunung meningkat. Perlu perhatian khusus untuk mencegah dampak buruk terhadap lingkungan.
Di Indonesia hampir di setiap gunung dipenuhi oleh sampah atau limbah para pendaki. Berbagai regulasi yang diterapkan bagi kepada pendaki masih saja belum terbilang berhasil. Pengelola di pos-pos pendakian kerap kali kecolongan dengan tingkah para pendaki setelah turun dari gunung yang tidak membawa kembali sampahnya.
Selain memperketat pemeriksaan, perlu juga melakukan kampaye yang efektif kepada para pendaki terkait bahaya sampah atau limbah bagi lingkungan dan ekosistem serta hewan yang hidup di gunung. Dan limbah plastik menjadi satu diantara sampah yang bertebaran di gunung. Untuk itu perlu ditekankan kepada para pendaki bahwa Gunung Bukan Tempat Sampah!