Pada 1989 Kongres Amerika Serikat mengesahkan sebuah undang-undang yang ditujukan untuk mematuhi apa yang disebut sebagai Biological Weapons Convention (Konvensi Senjata Biologis) yang disahkan pada 1972. Namun sejak Oktober 2015 secara mencolok telah melanggar konvensi 1972 tersebut.
Pertanyaan pentingnya adalah, apa yang terjadi di balik pelanggaran mencolok AS terhadap Konvensi Senjata Biologis 1972? Menurut informasi Profesor Francis Boyle dari Universitas Illinois, sejak September 2001 AS telah menghabiskan anggaran sebesar 100 miliar dolar AS untuk membiayai Program Biologis Offensif (Offensive Biological Warfare).
Dalam keterangan Prof Francis Boyle lebih lanjut, diperkirakan ada sekitar 13.000 saintis/ilmuwan “pembawa maut” yang terdapat pada 400 laboratorium biologis baik yang beroperasi di AS maupun di luar AS. Para saintis ini ditugaskan untuk membuat galur baru kuman pembunuh (new strains of offensive killer) yang dirancang agar kebal (resistant) terhadap vaksin.
Sekadar ilustrasi, tim yang dipimpin Dr Yoshihiro Kawaoka dari Universitas Wisconsin telah menemukan cara untuk meningkatkan kandungan racun/toksisitas dari virus flu hingga 200 kali lipat. Dan menurut Boyle, Prof Kawaoka merupakan salah satu contoh nyata dari apa yang disebut “ilmuwan pembawa maut” seperti halnya para ilmuwan serupa yang telah membangkitkan virus flu Spanyol genosida (the genocidal Spanish flu virus) atas kepentingan Progam Perang Biologis Offensif yang dilancarkan Pentagon.
Fakta lain yang tidak kalah penting untuk diinformasikan, bahwa untuk memerangi flu yang menyebabkan kematian warga AS sekitar 36.000 per tahunnya, National Institute of Health (NIH) hanya mendapat dana dari kongres sebesar 120 juta dolar AS pada 2006 yang lalu. Namun sebaliknya, pada 2001 NIH mendapat dana dari kongres sebesar 76 miliar dolar AS untuk Program Pertahanan Biologis/Bio Defense. Padahal wabah anthrax hanya menewaskan 5 orang saja.
Melalui data-data dan berbagai yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute, nampak jelas adanya alokasi anggaran yang tidak adil. Alokasi dana untuk Program Perang Biologis Offensif ternyata 15 kali lebih besar daripada untuk memerangi flu. Berarti, alokasi anggaran untuk Industri Perang Biologis daripada untuk Pemberantasan Penyakit Flu.
Dengan demikian, Prof Francis sudah mengingatkan sejak 2015 bahwa industri perang biologis tersebut suatu hari nanti akan memukul warga masyarakat AS itu sendiri lewat timbulnya bencana Pandemi.
Untuk gambaran selengkapnya silahkan baca Artikel Sherwood Ross:
US Bio-warfare Program Have 13000 Death Scinetist Hard at Work
Menurut Prof Boyle, Pentagon dan Central Intelligence Agency (CIA) bukan saja siap, bahkan bersedia dan mampu meluncurkan perang biologis lewat kuman-kuman pembunuh bilamana memang sesuai dengan kepentingannya. Karena kedua instansi tersebut memiliki anthrax untuk digunakan sebaga senjata berskala senjata super (super-weapons-grade) anthrax.
Sepertinya Prof Boyle di sini merujuk pada patogen anthrax yang dikirim kepada dua senator AS yaitu Tom Daschle dari negara bagian Dakota, dan Patrick Leahy dari negara bagian Vermont, serta beberapa senator lainnya, menyusul terjadinya pemboman gedung WTC dan markas Pentagon pada 11 September 2001. Patogan anthrax yang dimaksud, bisa ditelusur ktriembali ke sebuah laboratorium bio pertahanan pemerintah AS di Fort Detrick.
Keterangan Boyle tersebut tadi merupakan respons terhadap pertanyaan tertulis yang diajukan oleh Sherwood Ross, seorang kolumnis yang bertempat tinggal di Miami, Florida. Waktu itu, Sherwood Ross bertanya kepada Boyle apakah wabah Ebola yang kala itu terjadi di Sierra Leone dan Liberia berasal dari fasilitas laboratorium yang berada di bawah kendali pemerintah AS?
Waktu itu Boyle menjawab: Virus Ebola merupakan vaksin hasil dari program perang biologis offensif yang sedang diuji coba, sehingga menyebabkan terjadinya pandemi Ebola untuk pertama kalinya di Afrika Barat.
Sehubungan dengan hal tersebut, Boyle merasa perlu mengingatkan bahwa Laboratorium Galveston yang beroperasi di Texas, AS, laboratorium penelitian biologis dengan proteksi keamanan maksimum, sedang mencari agen-agen potensial yang berada di alam liar di pelbagai belahan dunia, yang kemudian akan diubah menjadi senjata biologis dalam kerangka program perang biologis offensif yang dilancarkan Pentagon dan CIA.
Boyle mendesak agar laboratorium nasional Galveston tersebut harus segera ditutup, karena laboratorium biologis tersebut tak ubahnya seperti perusahaan kriminal yang sejenis dengan yang pernah dikelola oleh Nazi Jerman dan Gestapo pada Perang Dunia II. Bahkan lebih berbahaya dibandingkan regu pembunuh tentara Hitler yang pernah ada sebelumnya.
Menariknya lagi, Boyle secara khusus menyorot keterlibatan beberapa perguruan tinggi di Amerika dalam mendukung Program Perang Biologis Offensif Pentagon tersebut. Menurut Boyle, beberapa universitas Amerika punya sejarah panjang secara sukarela mengizinkan agenda penelitian, para peneliti, lembaga penelitian dan laboratorium mereka untuk dikooptasi, diselewengkan dan dirusak oleh Pentagon dan CIA, sebagai regu para ilmuwan pembawa maut (death Science). Termasuk beberapa universitas di antaranya adalah Universitas Wisconsin, Universitas North Carolina, Universitas Boston, Universitas Harvard, MIT, Universitas Chicago, Universitas Illinois, dan Universitas Tulane.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute