20 Mei dan Masihkah Gerakan Mahasiswa ada di Hati Rakyat?

Bagikan artikel ini

Tsurayya Zahra, Sekjend COPMI (Corps Puteri Muslimin) PB Pemuda Muslimin Indonesia

Saat mengendarai motor melewati kawasan Cikini, Jakarta, setelah mengikuti sebuah diskusi publik yang diselenggarakan oleh salah satu gerakan pemuda di Jakarta dengan tajuk “100 hari Pemerintahan Jokowi”. Di pinggir jalan, ada 3 orang pemuda , entah itu mahasiswa atau bukan, mereka sedang berpidato dengan megaphone sederhana, salah satunya memegang spanduk, sayup sayup terdengar pemuda yang berpidato itu menyebut nama Jokowi. Saya menarik kesimpulan bahwa mereka bertiga sedang melakukan aksi demonstrasi yang mungkin masih berkaitan dengan tajuk diskusi publik tadi. Namun ada satu hal yang mengganjal, kenapa aksi tersebut sepi sekali. Hanya tiga orang, itupun terlihat seperti tidak ada yang mendengarkan. Peristiwa tersebut memicu rangkaian pertanyaan yang pada akhirnya membawa saya berfikir ulang tentang arti gerakan pemuda dan mahasiswa pada hari ini.

Beberapa hari kemudian, saya mendapat kiriman gambar via Blackberry Messenger yang berisi ajakan untuk berkumpul di Istana Negara pada tanggal 20 Mei 2015 dengan tema besar menggulingkan Jokowi. Senior yang mengirimkan gambar tersebut berpesan agar gambar ini tidak disebarkan terlebih dahulu. lucunya, pada saat yang sama, gambar tersebut  sudah menyebar  dan dibicarakan di banyak media sosial. Terlebih lagi seorang teman yang konon katanya seorang intel POLDA setiap hari menulis status di BBM nya soal gerakan 20 Mei tersebut.

Melihat pamflet tersebut di layar smartphone, respon pertama saya adalah rasa aneh. Saya menyamakan keanehan tersebut  dengan rasa tidak percaya. Kebetulan, rumah kontrakan mungil yang saya tinggali bersama suami dan anak – anak berada dekat dengan komplek kampus salah satu universitas negeri di Jakarta. Pun , saya berada di lingkungan dimana orang – orangnya masih berstatus sebagai mahasiswa. Setiap hari saya berkumpul dengan mereka meskipun lebih banyak bertemu di grup whatsapp daripada bertemu tatap muka, setiap hari pula saya melewati kampus dimana kampus tersebut merupakan penyumbang kader terbanyak bagi seluruh gerakan mahasiswa, jelas saja, saya berada di poros ciputat. Lalu apa yang terjadi di lingkungan mahasiswa dan kampus tersebut? Semua biasa saja, mahasiswanya kuliah setiap hari, ditambah dengan pasar kaget yang digelar setiap minggu pagi di lingkungan kampus. Itu saja. Lantas 20 Mei?

Ini kan sudah tanggal 4 Mei, dua minggu lagi menuju 20 Mei. Tapi tanda – tanda untuk menuju revolusi yang digembar gemborkan pada tanggal 20 Mei sama sekali tidak ada. Hanya pembicaraan di social media. Ini lucu sekali. Bukannya setiap hari absen di kampus , sebar pamflet untuk pemanasan, malah yang muncul adalah undangan makan – makan para pimpinan gerakan mahasiswa oleh Watimpres, ya gimana lho? , meskipun tidak semua gerakan pemuda dan mahasiswa diundang, dan tidak semua yang diundang juga datang. Untuk mereka yang datang, sepertinya terpaksa menggunakan alasan “kita tetap kritis terhadap pemerintah, mei tetap turun” sebagai pembenaran kehadiran dalam acara makan siang tersebut. Sekali lagi lantas bagaimana? Ini sudah mei.

Kelompok – kelompok Gerakan Pemuda dan Mahasiswa 

Ada tiga kelompok dalam gerakan pemuda dan mahasiswa hari ini, apa saja ? kelompok pertama adalah kelompok yang ingin Jokowi dijatuhkan namun dengan skema JK yang naik. Kelompok kedua adalah kelompok gerakan yang kritis kepada pemerintahan Jokowi-JK, tapi sejatinya tetap ingin keduanya bertahan. Meskipun ada sebuah perubahan haluan politik dan agenda – agenda  strategis yang berbeda dengan kabinet kerja sekarang. Kelompok ketiga yaitu kelompok yang ingin Jokowi jatuh namun mendorong Prabowo sebagai lokomotif gerakan. Berdasarkan keadaan seperti ini, maka gerakan pemuda dan mahasiswa harus berhati – hati karena memiliki potensi perpecahan dalam internal gerakan bersebab tujuan yang berbeda – beda tersebut. Ditambah gerakan – gerakan kontra intelijen yang berupaya menggagalkan minimal membelokan tujuan.

Demi mengatasi keadaan yang berpotensi memecah tersebut, selayaknya terdapat poros gerakan yang membawa solusi keempat. Yaitu menawarkan skema dan sistem baru berdasarkan UUD 1945 yang asli dan TRISAKTI yaitu 1. Berdaulat secara politik, 2. Berdikari secara ekonomi , 3. Berkepribadian secara social budaya. Jika ada poros gerakan yang membawa solusi tersebut, maka mereka akan dapat menguji itikad baik dari seluruh kelompok pertama sampai ke tiga ditambah sangat memungkinkan untuk berkolaborasi terhadap seluruh kepentingan manapun, termasuk kepentingan para senior gerakan yang arahan – arahannya tidak lepas dari situasi politik nasional.

Ya benar, gerakan pemuda dan mahasiswa membutuhkan bensin untuk bergerak, realitas tersebut mengharuskan kita harus mampu menemui siapapun untuk menjahitkan kepentingan. Namun satu hal yang wajib di bold dan di stabilo, bahwa gerakan pemuda dan mahasiswa haruslah memiliki kerangka gerakan dan gagasan yang lahir dari hasil indentifikasi kegelisahan rakyat, penggalian dan pengkaijian suara tak terucap dari rakyat yang bertransformasi menjadi agenda strategis gerakan pemuda dan mahasiswa, sehingga ketika bertemu dengan senior ataupun pemilik kepentingan yang lain, gerakan pemuda dan mahasiswa tidak lantas hanya menjadi operator saja, apalagi menjadi operator proyek kegiatan dari senior yang sama sekali tidak bersenyawa dengan rakyat. Sehingga gerakan mahasiswa hanya dianggap sebagai kasta tersendiri yang lepas dari suasana batiniah rakyat yang hendak diperjuangkan

Langkah selanjutnya adalah membuat rencana aksi, haruskah dengan aksi massa ? tidak harus. Mengumpulkan 5 – 6 orang yang mewakili berbagai elemen lalu bersama menyatakan sikap yang ditujukan dengan tepat juga bisa dilakukan, jikapun harus ada aksi massa, bukan dengan aksi yang muncul sehari lalu hilang, itu namanya seremonial. Saya curiga 20 mei seperti itu. Ya curiga, mau 20 Mei tapi suasana kampus sepi – sepi saja. Yang seperti itu mau geruduk Istana Negara? Ya Ampun.

Lantas , apakah aksi pemuda dan mahasiswa harus berakhir dengan bentrok? . Tentu saja tidak. Hari ini rakyat menyamakan aksi demonstrasi mahasiswa dengan bentrok. Padahal keduanya berbeda, aksi demonstrasi adalah aksi untuk mengadvokasi kepentingan rakyat, sedangkan bentrok adalah kebanyakan buatan intelijen yang bertugas untuk mengacaukan.

Akhirnya, hari ini BBM naik lagi, baik premium maupun pertamax, Pertamina yang menjadi BUMN andalan negeri merugi setelah bertahun – tahun tidak pernah mengalami keadaan tersebut, tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga merugikan milyaran uang negara yang artinya adalah uang rakyat. Gerakan Pemuda dan Mahasiswa masih saja diam? Apa karena makan siang Watimpres terlalu enak?.

Suara ini didedikasikan untuk seluruh rakyat dan seluruh kader gerakan pemuda dan mahasiswa Indonesia. Hidup Rakyat! Hidup Pemuda dan Mahasiswa!

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com