Sisi Lain Konflik Rusia – Ukraina (6/Habis)

Bagikan artikel ini
Antara SWIFT, Unionpay dan Runtuhnya Hegemoni US Dollar
Tidak dapat dipungkiri, bahwa konflik di Ukraina —secara hakiki— ialah pertikaian antara Rusia melawan koalisi militer Barat/NATO pimpinan Amerika Serikat (AS). Dunia memahami itu.
Lalu, bagaimana Ukraina?
Selain ia cuma boneka, sekedar (dijadikan) medan tempur, Ukraina juga tergolong ‘proxy‘ yang dikorbankan alias dijadikan tumbal oleh Barat dengan modus flanking warfare ala NATO melalui propaganda dan provokasi. Pertempuran sesungguhnya justru ‘perang ekonomi’ yang bersifat nirmiliter (asymmetric war) di mana para pihak yang berseteru saling ancam, shock and awe, saling embargo, dan lain-lain.
Dari sisi filosofi, konflik di Ukraina ibarat ‘kotak pandora’. Semakin lama perang berlangsung kotak pun terbuka perlahan, satu-per satu barang busuk terlihat, khususnya aib dan keburukan yang selama ini ditutup-tutupi.
Seperti apa contohnya?
Pihak Barat kerap menggunakan standar ganda dalam menyikapi isu-isu demokrasi, HAM, dan isu lingkungan, misalnya, atau terbongkarnya puluhan lab bioweapon (senjata biologi) milik AS di Ukraina. Termasuk adanya krisis gas dan minyak di Barat gegara mencabut impor energi dari Rusia. Dunia Barat seperti terbelah. Itulah tampilan beberapa “isi” kotak pandora pada peperangan di Ukraina.
Bahwa konflik Ukraina, khususnya perang sanksi/ekonomi merupakan titik awal melemahnya US Dollar dan runtuhnya (rezim) petrodollar di panggung global.
Kenapa?
Pemblokiran akses SWIFT terhadap Rusia, justru merupakan titik awal dicampakannya US Dollar dalam transaksi minyak, padahal sebelumnya (sejak 1970-an) setiap transaksi minyak menggunakan US Dollar. Itulah petrodollar yang telah berjalan 70-an tahun.
Pemblokiran SWIFT pada Rusia, justru menghancurkan rezim petrodollar dan ‘membuang’ US Dollar di setiap transaksi pada komoditas apapun terkait (produk) Rusia. Ya, “AS salah hitung”. Paman Sam miskalkulasi.
Mengapa begitu?
Para perumus kebijakan AS (mungkin) berpikir, apabila akses SWIFT diblokir maka Rusia akan terisolasi dari global payment system. Tersingkir dari sistem pembayaran global. Konon (teorinya) hal ini bisa membuat ekonomi Beruang Merah jatuh dan kolaps. Namun, itu teori. Persoalannya ternyata bukan pada teori, tetapi bagaimana praktik. Ya. Dalam praktiknya, selain Rusia dan mitra dagang bisa memakai Chinese Unionpay yang telah diikuti 180-an negara (tidak kalah dengan SWIFT), juga sanksi blokir SWIFT malah memperluas pemakaian mata uang mitra dagang (local currency settlement) masing-masing.
Jadi, tak semua negara mampu menerima dampak samping atas guncangan sosial ekonomi akibat sanksi (blokir SWIFT ke Rusia) tersebut, termasuk AS itu sendiri. “You could do it, but you might be creating more problems for yourself in the process!“. Dan terbukti.
Pada konteks lain, peperangan ekonomi melemahkan soliditas dan membelah NATO. Menimbulkan kegaduhan sosial di internal AS akibat kelangkaan serta mahalnya harga pangan dan energi.
Akhirnya, bertahannya Zalensky di Ukraina cuma dianggap/disikapi sebagai sarana mapping hegemoni global terbaru baik pakta pertahanan maupun blok-blok (geo) politik baru, contohnya, beberapa negara Arab sudah ‘durhaka’ terhadap AS, atau ada pula anggota Uni Eropa yang tidak patuh lagi terhadap AS. Siapa berkawan mana, dan apa mengkhianti siapa.
Nah, bila perubahan tatanan dunia lazimnya setelah terjadi perang dunia. Agaknya, Tata Dunia Baru di abad ke-21 ini bakal muncul tanpa Perang Dunia III. Percaya? Begitulah adanya.
Habis
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com