Ada Obama di Balik Osama

Bagikan artikel ini

Dina Y. Sulaeman

Ini mungkin cerita basi. Sekitar dua pekan yang lalu, Obama memberikan pengumuman (yang diharapkan) heroik, “Today, at my direction, the United States launched a targeted operation against that compound in Abbottabad, Pakistan. A small team of Americans carried out the operation with extraordinary courage and capability. No Americans were harmed. They took care to avoid civilian casualties. After a firefight, they killed Osama bin Laden and took custody of his body.“

Namun, selama hipokritas AS masih terus merajalela, tidak ada kata basi untuk mengupasnya (dan mengecamnya). Dalam tulisan ini, saya ingin menggarisbawahi kalimat Obama, a small team of Americans carried out the operation with extraordinary courage and capability.

Wow, setelah ‘perang melawan terorisme’ diluncurkan Bush pasca peristiwa 9/11 sepuluh tahun yang lalu, ternyata Osama akhirnya bisa ditangkap dan dibunuh oleh sebuah tim kecil. Mari kita ingat logika yang disampaikan ke pada publik waktu itu: pelaku 9/11 adalah Al Qaida, karena itu Al Qaida (dan bosnya, Osama bin Laden) harus dimusnahkan. Karena jaringan Al Qaida sangat luas, maka perang melawan terorisem juga harus dilancarkan ke seluruh penjuru bumi.

Bahkan Saddam Husein di Irak pun dituduh punya kaitan dengan Al Qaida dan dituduh menyimpan senjata biologis. Dunia terancam oleh Saddam, maka 150.000 pasukan dikirim ke Irak untuk menggulingkan Saddam. Ketika kemudian terbukti Saddam ternyata tidak punya senjata biologis, semua sudah terlambat. Perang sudah dilancarkan dan darah sudah tertumpah. Meski Saddam dan ancaman teror sudah hilang, AS tetap bercokol di Irak, sehingga terbuktilah bahwa yang dikejar AS memang bukan Saddam, tapi minyak Irak.

Kembali ke Osama, yang konon ditangkap ‘pasukan kecil’. Tahun 2005, New York Times pernah merilis laporan bahwa ada tiga lusin anggota Special Forces AS (jadi bisa disebut ‘pasukan kecil’ juga bukan?) yang sudah mendeteksi keberadaan Osama di sebuah kawasan bernama Tora Bora, tetapi mereka tidak bisa menangkap Osama karena misi mereka hanya untuk ‘membantu, memberi nasehat, dan memanggil penyerang udara’. Wow. Pikirkan ini: Osama adalah musuh nomor satu AS, lalu mengapa ratusan ribu dikirim untuk menangkap Saddam, tetapi hanya pasukan kecil yang dikirim mengepung Osama? Itupun dengan misi terbatas.

Seorang mantan anggota militer AS, yang pernah terjun ke Afghanistan menceritakan pengalamannya dengan nada kesal, “Pada bulan Agustus 2007, bin Laden sedang dalam konvoi dari Tora Bora menuju selatan. ..Kami (saat itu) punya pasukan kelas dunia yang tergabung dalam Joint Special Operations Command (JSOC) yang bekerjasama dengan CIA .. Kami punya pesawat tanpa awak yang siap terbang… kami sudah melihatnya; pelatuk tinggal ditarik…”

Tapi apa yang terjadi? Tidak ada apa-apa.

Lalu, kini, tiba-tiba Obama mengumumkan bahwa Osama berhasil dilumpuhkan hanya oleh pasukan kecil, tanpa ada tentara AS yang terluka. Sungguh, setelah perang 10 tahun, dengan menghabiskan ratusan milyar dollar dan menewaskan lebih dari 5000 tentara AS (dan jauh lebih banyak lagi korban jiwa warga sipil Irak dan Afghanistan), mengapa baru sekarang Osama dibunuh dan mengapa jasadnya harus dibenamkan di laut?

Ada banyak lagi keanehan seputar sosok Osama. AS mencitrakan bahwa Osama adalah musuh nomor satu AS dan dunia. Osama dikabarkan kaya raya sehingga mampu membiayai kamp-kamp training teroris di Sudan, Filipina, Afganistan, membentuk jaringan teroris di berbagai negara muslim. Kira-kira dengan cara apa Osama mendistribusikan uangnya? Bukankah perbankan Barat sangat canggih, sehingga pastilah sanggup mendeteksi keberadaan uang Osama? Bukankah Barat dengan mudah membekukan aset-aset Khadafi, Mubarak, atau Ben Ali? Lalu mengapa aset Osama tidak jua berhasil dibekukan? Jadi sebenarnya siapa yang membiayai semua aksi teror Al Qaida di berbagai penjuru bumi? Belum lagi bila kita kaitkan dengan pernyataan berbagai pihak bahwa Osama sebenarnya telah tewas sejak 2007. Bila benar, mengapa ditutup-tutupi?

Semua pertanyaan itu bisa terjawab bila kita mempelajari pola-pola makar AS selama ini. Data menyebutkan bahwa antara tahun 1978 dan 1992, pemerintah AS mengucurkan minimalnya 6 juta US Dollar (sebagian bahkan menyebut angka $20 juta) untuk membeli senjata, melatih, dan mendanai pendirian sebuah kelompok jihad Afganistan demi mengusir Soviet dari Afganistan. Perlu diingat, saat itu tengah berkecamuk Perang Dingin AS-Soviet dan AS menggunakan segala cara untuk menghalangi meluasnya pengaruh Soviet di dunia.

Upaya itu juga didukung oleh Arab Saudi dan Pakistan, termasuk dinasti Bin Laden yang menyumbang dana jutaan dollar. Kelompok itu kemudian disebut Taleban, berasal dari kata Taleb atau pelajar, karena merekrut para pelajar Islam di Pakistan dan berbagai negara muslim. Ahmed Rashid, koresponden untuk Far Eastern Economic Review, menulis bahwa pada tahun 1986, Direktur CIA William Casey mengakui bantuan CIA kepada ISI (badan intelijen Pakistan) untuk merekrut pasukan jihad. Minimalnya 100,000 milisi Islam berdatangan ke Pakistan antara tahun 1982 and 1992 (60.000 di antaranya pelajar Islam di Pakistan).

Perekrutan, penggalangan dana, dan penyediaan peralatan untuk Taleban disalurkan oleh organisasi Maktab al Khidamar (MAK) dan Osama Bin Laden adalah salah satu dari tiga pimpinan MAK. Pada tahun 1989, Bin Laden menguasai MAK sepenuhnya. Osama bin Laden, anak dari milyarder Arab Saudi, datang ke Afghanistan tahun 1980 untuk bergabung dalam gerakan jihad yang disponsori CIA itu. Dia bertugas merektrut, mendanai, dan melatih 35.000 sukarelawan non-Afghan yang bergabung dengan Taliban. Milt Bearden, Deputy CIA di Pakistan 1986-1989, mengakui, atas sepengetahuan CIA, Bin Laden membawa 20-25 juta dollar per bulan untuk membiayai perang (New Yorker, 24/1/2000). Bin Laden kemudian mendirikan organisasi Al Qaeda pada tahun 1987 yang menjadi pelaksana kamp-kamp pelatihan militan dan berbagai bisnis (perdagangan) di Afganistan.

Bulan madu Taleban-Al Qaeda-Bin Laden berakhir setelah Tragedi 11 September 2001. Segera setelah pengeboman menara WTC di New York yang menewaskan 5000-an orang itu, pemerintahan Bush menuduh Al Qaeda lah pelakunya dan segera setelah itu, melancarkan serangan ke Irak dan Afganistan tanpa izin PBB.

Kini, tahun 2011, Obama sedang membutuhkan kemenangan. Pemilu sudah menjelang. Proyek-proyek ekonomi di dalam negerinya memble. Perang di Libya ternyata tak semudah yang dibayangkan. Irak tak jua berhasil dipaksa untuk tunduk. Anggaran perang juga semakin menipis. Maka, kartu truf terakhir dikeluarkan: Osama diberitakan berhasil dibunuh oleh pasukan kecil yang beroperasi atas perintah Obama. Upaya Obama sepertinya berhasil, popularitasnya kembali naik setelah tewasnya Osama. Harga dollar pun melonjak naik di atas Euro dan Yen. Voila!

Sumber :dinasulaeman.wordpress.com

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com