Irfani Nurmaliah, peneliti muda di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD), Jakarta
Berita yang dipilih media massa untuk disajikan kepada publik, dinilai merupakan isu yang mereka harapkan menjadi perhatian masyarakat. Dalam hubungan diatas, beberapa isu menonjol yang dipilih oleh media massa tersebut, adalah isu-isu yang ada dugaan mempunyai hubungan dengan lingkungan Presiden SBY, yang dilambangkan dengan lingkungan Istana atau Cikeas.
Masalah-masalah tersebut dipilih menjadi tema isu yang menonjol, karena masyarakat melihat prospek Pemilu khususnya Pilpres tahun 2014, merupakan masalah dimana Presiden SBY diduga juga mempunyai kepentingan dengan hasilnya.
Tulisan ini mencoba untuk menganalisis wacana terkait pemberitaan beberapa masalah yang menjadi tema berita yang dipilih oleh media massa tersebut adalah : pertama, masalah Pilpres terkait dengan Konvensi Partai Demokrat dan prospek politik Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo, ipar Presiden SBY.Kedua, masalah bank Century yang mengarah dikaitkan dengan kecurigaan ada kepentingan Istana didalamnya.Ketiga, kasus Anas Urbaningrum yang dicurigai merrupakan akibat dari kriminalisasi yang terjadi karena kehendak Istana.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk menghentikan kerja sama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), yakni pengamanan teknologi informasi dan komunikasi untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Dengan demikian, KPU tidak lagi menggandeng Lemsaneg untuk melakukan pengamanan sandi terhadap Pemilu mendatang. Didampingi Ketua Lemsaneg Djoko Setiadi, Husni menyebutkan penghentian kerjasama tersebut dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Meski dihentikan, kedua belah pihak tidak akan menuntut kompensasi atas kinerja yang dilakukannya sebelum pembatalan dilakukan.
Menurut penulis, dilibatkannya Lemsaneg dalam tugas KPU dicurigai hanya akan menguntungkan Presiden SBY sebagai satu-satunya tokoh yang dapat mengetahui angka-angka hasil pemungutan suara, karena Kepala Lemsaneg adalah pimpinan lembaga negara non kabinet yang berada dibawah langsung Presiden. Dalam situasi seperti itu Presiden SBY yang mempunyai kepentingan atas hasil pemungutan suara, karena posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dianggap sebagai situasi yang hanya akan menguntungkan Presiden SBY, sehingga pembatalan ini disambut baik oleh berbagai fihak.
Sementara itu, berita tentang kasus korupsi yang menggerus elektabilitas Partai Demokrat dinilai jadi penghalang utama kader partai itu untuk berkompetisi di level Calon Presiden. Dengan Elektabiltasnya yang terus menurun, Demokrat dianggap lebih tepat bersaing mengajukan Calon Wakil Presiden. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar Solidaritas Rakyat Peduli Indonesia (SORPINDO) Agung Suprio dalam siaran pers yang diterima Trihunnews.com di Jakarta, Selasa (26/112013).
Menurut mantan Kepala Bakin, Soedibyo, pandangan fihak-fihak diluar Partai Demokrat terhadap prospek Partai Demokrat menghadapi Pemilu dan Pilpres 2014 pada umumnya senada, yaitu hampir tidak mugkin Partai Demokrat tampil lagi sebagai jajaran partai besar, msekipun sisa-sisa pengaruhnya dala masyarakat diprediksi juga tetap ada. Di kalangan peserta konvensi dari kalangan internal Partai, misalnya Jenderal TNI (Purn) Pramono juga nampaknya sudah mengindikasikan diri iapun siap apabila peluang yang diraih hanya sebagai Capres.
Posisi Presiden SBY menjelang berakirnya masa jabatan Presiden tahap kedua yang akan berakhir pada bulan Oktober 2014, cukup menggambarkan sangat menurunnya dukungan rakyat kepada kepemimpinan Presiden SBY, yang banyak dianggap meskipun popularitas dan elektabilitas masih memadai, namun terasa sekali dinilai menghadapi berbagai kekurangan sehingga prestasi Pemerintahannya kurang memuaskan.
Untuk itulah Presiden atau Wakil Presiden hasil Pilpres 2014 haruslah seorang Presiden yang cukup toleransi kepada Presiden SBY dan bersedia serta mampu melindungi Presiden SBY dan keluarganya dari kemungkinan kritikan, sindiran dan serangan secara politik dan hukum, yang cukup tanda-tanda akan dihadapi.Dalam konteks uraian diatas itulah penampilan Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo, untuk berhasil sebagai Presiden atau Wakil Presiden, merupakan kepentingan Presiden SBY yang nyata.
Sementara itu, analisa wacana yang ingin dibangun dari pemberitaan soal bailout Century, sebenarnya masyarakat berpendapat, bahwa Boediono, yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur BI telah bersalah dalam mengambil keputusan yag memberikan talangan kepada bank Century mencapai Rp 6,7 Triliun. Bank Century yang dianggap berpotensi berdampak sistemik, dianggap tidak valid, karena diputuskan tengah malam oleh sebuah rapat Gubernur BI, sedangkan sorenya berdasarkan Wapres Yusuf Kalla menilai situasi ekoomi semua dalam keadaaan baik.
Demikian pula Presiden SBY karena selalu dilapori oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Marsilam Simanjuntak untuk mengahadiri rapat yang membahas masalah Bank Century, pasti sudah melapor kepada Presiden SBY, mengenai apa yang terjadi, sehingga wacana yang dikembangkan dari pemberitaan tersebut adalah masyarakat ingin mengetahui bagaimana petunjuk Presiden SBY mengenai Bank Century serta ingin mengetahui siapa saja fihak yang diuntungkan oleh bailout Bank Century tersebut.
Sedangkan, pemberitaan terkait Anas Urbaningrum dan kasus Hambalang, dari hasil analisis wacana, maka media massa ataupun narasumber yang dipilih media massa untuk merespons masalah ini pada umumnya ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa hingga saat ini nampaknya belum/tidak diketemukan kesalahan prinsip yang memungkinkan ditahan. Namun KPK nampaknya berusaha untuk bisa menahan Anas Urbaningrum, sehingga banyak kalangan berpendapat alasan yang akan digunakan KPK untuk menahan Anas Urbaningrum hanyalah rekayasa dan intervensi pihak lain yang lebih kuat daripada KPK.
Kesimpulan umum dari berbagai pemberitaan media massa yaitu apabila pada tahun 2004 dan tahun 2009 SBY adalah tokoh yang merupakan “darling media massa” maka menjelang berakhirnya masa jabatan kedua condong mengarah sebagai obyek yang selalu dicari-cari kelemahannya dan diekspose dalam media massa.