Salah satu “pintu masuk” untuk merusak moral dan daya saing generasi muda Indonesia adalah Narkoba dan game online yang dapat ditemukan banyak anak-anak berseragam sekolah bermain game online di warung internet (warnet). Kalau Narkoba mengancam Indonesia sudah tidak perlu diperdebatkan lagi, walaupun pemerintah sudah menerapkan hukuman mati bagi tersangka Narkoba, namun bisnis haram ini tetap berkembang di Indonesia, bahkan “status” Indonesia tidak lagi menjadi pasar melainkan produsen dalam hal Narkoba, sebuah prestasi yang tidak layak dibanggakan.
Menurut UNODC sebuah lembaga PBB yang mengurusi masalah bahaya Narkoba menilai di Indonesia terdapat 200 pabrik baru narkoba,kerugian akibat Narkoba mencapai Rp 2,2 trilyun per tahun, korban tewas setiap hari akibat narkoba mencapai 33 orang dan 2.000 orang hilang masa depannya akibat Narkoba.
Mengutip siaran pers Badan Narkotika Nasional (BNN0, sepanjang tahun 2015 BNN telah mengungkap sebanyak 102 kasus Narkotika dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) yang merupakan sindikat jaringan nasional dan internasional, dimana sebanyak 82 kasus telah P21. Kasus-kasus yang telah diungkap tersebut melibatkan 202 tersangka yang terdiri dari 174 WNI dan 28 WNA.
Berdasarkan seluruh kasus Narkotika yang telah diungkap, BNN telah menyita barang bukti sejumlah 1.780.272,364 gram sabu kristal;1.200 mililiter sabu cair; 1.100.141,57 gram ganja; 26 biji ganja; 5,86 canna chocolate; 303,2 gram happy cookies; 14,94 gram hashish; 606.132 butir ekstasi; serta cairan prekursor sebanyak 32.253 mililiter dan 14,8 gram. Sedangkan dalam kasus TPPU total asset yang berhasil disita oleh BNN senilai Rp 85.109.308.337.
Selain itu, pada tahun ini BNN juga menemukan 2 jenis zat baru (new psychoactive substances) yaitu CB – 13 dan 4 – klorometkatinon. Sehingga total NPS yang telah ditemukan BNN hingga akhir tahun 2015 yakni sebanyak 37 jenis.
Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Umum Lainnya, Kejaksaan Agung RI, sampai dengan pertengahan Desember 2015, terdapat 55 orang terpidana kasus Narkotika yang mendapatkan vonis hukuman mati di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 4 orang mengajukan banding, 14 orang mengajukan kasasi, 9 orang mengajukan PK, 4 orang mengajukan grasi, 10 orang belum menentukan sikap PK/grasi, 10 orang PK sudah ditolak dan Grasi sudah lewat waktu, dan 4 orang lainnya PK dan grasi yang diajukan sudah ditolak. Dengan demikian terdapat 14 orang terpidana mati kasus Narkotika yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati.
Warga negara asing yang menjadi tersangka tindak pidana Narkotika sampai akhir tahun 2015 mencapai 28 orang dengan perincian Nigeria (12 tersangka), Tiongkok/Hongkong (8 tersangka), Taiwan (2 tersangka), Iran, Malaysia, Pakistan, Vietnam, Australia dan USA (masing-masing 1 tersangka).
Sementara, sejak 2009 sampai dengan akhir tahun 2015 terdapat 271 WNI di luar negeri yang tersandung kasus Narkotika. Dari jumlah tersebut, sebanyak 152 WNI terancam hukuman mati. Data tersebut merupakan data penanganan kasus WNI di luar negeri yang dilaporkan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri kepada Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Kementerian Luar Negeri. Diduga data tersebut masih dapat bertambah mengingat ada beberapa negara dimana otoritas negara setempat tidak menyampaikan notifikasi kepada perwakilan Indonesia dalam hal terjadi penahanan terhadap WNI di luar negeri. Dalam beberapa kasus, perwakilan Indonesia baru mengetahui terdapat WNI yang ditahan saat staf perwakilan melakukan kunjungan ke penjara-penjara maupun tahanan imigrasi negara setempat.
Berdasarkan data pada tahun 2015, BNN bersama bersama lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat telah melaksanakan program rehabilitasi kepada 38.427 pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkotika yang berada di seluruh Indonesia dimana sejumlah 1.593 direhabilitasi melalui Balai Besar Rehabilitasi yang dikelola oleh BNN, baik yang berada di Lido–Bogor, Baddoka–Makassar,Tanah Merah – Samarinda, dan Batam – Kepulauan Riau. Angka tersebut mengalami peningkatan, dimana pada tahun sebelumnya hanya sekitar 1.123 orang pecandu dan penyalahguna yang direhabilitasi.
Melihat data diatas, “Perang melawan Narkoba” juga harus diikuti dengan pemetaan khusus wilayah-wilayah rawan penggunaan Narkoba di seluruh Indonesia, terutama daerah-daerah yang memiliki ciri geografis dikelilingi lautan dan daratan yang saling berhubungan antar provinsi, menjadikan pintu masuk kurir Narkoba semakin luas, termasuk pemasok Narkoba menggunakan “jalur-jalur tikus” di daerah pelosok. Selama ini “perang melawan Narkoba” ditandai dengan permasalahan klasik seperti minimnya jumlah personil pengamanan maupun sarana dan prasarana pendukung terutama di perbatasan, pelabuhan rakyat, dan pulau terluar menjadi salah satu gerbang masuknya Narkotika yang juga berasal dari negara tetangga antara lain Malaysia. Selain itu, aturan hukum untuk menghukum pelaku bisnis Narkoba juga masih sangat ringan, sehingga pemerintah harus memiliki komitmen politik dan komitmen hukum yang kuat seperti menerapkan hukuman mati terhadap produsen, pengedar dan bandar Narkoba. Bagaimanapun juga, peredaran Narkotika, obat terlarang dan zat adiktif di masyarakat sudah mencapai tingkatan mengkhawatirkan karena sudah mencapai ke pedesaan yang selama ini dikenal dengan budayanya yang menjaga etika dan budaya bangsa.
Dampak Buruk Game Online
Selain Narkoba, permainan game online yang banyak dimainkan anak-anak sekolah dan generasi muda lainnya baik di warnet ataupun rumah-rumah ternyata juga dapat menimbulkan “keracunan” tersendiri, karena secara tidak langsung memainkan game online secara berjam-jam akan membuat anak lupa makan, lupa sholat atau beribadah dan tidak mau belajar bahkan tidak mau ke sekolah.
Dikutip dari berbagai sumber, anak-anak yang memiliki kegemaran memainkan game online memiliki daya tahan tubuh yang lemah akibat kurangnya aktivitas fisik, duduk terlalu lama, sering terlambat makan, sering terpapar pancaran radiasi dari layar monitor komputer dan sebagainya. Penyakit-penyakit yang sering dijumpai pada mereka yang mengalami kecanduan memainkan permainanan ini, diantaranya: serangan jantung, stroke, mata minus, obesitas, paru-paru, dislokasi jari-jari tangan, penyakit saraf, ambeien dan penyakit di sekitar tulang punggung.
Secara psikologis, banyak adegan di game online yang mengajarkan untuk melakukan tindakan kriminal serta kekerasan, seperti: perkelahian, pengrusakan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya, yang secara tidak langsung telah memengaruhi alam bawah sadar seseorang bahwa kehidupan nyata ini adalah layaknya sama seperti di dalam permainan tersebut. Ciri-ciri seseorang mengalami gangguan mental akibat pengaruh game online adalah: mudah marah, emosional, mudah mengucapkan kata-kata kotor, memaki, mencuri, dan sebagainya.
Permainan game online yang dilakukan tanpa kenal waktu juga dapat memengaruhi proses pendewasaan diri seseorang, hal tersebut ditandai dengan sikap: pemalu, minder, kurang percaya diri, manja dan bersifat kekanak-kanakan.
Dari segi waktu, game online dapat mempengaruhi prestasi belajar anak. Game online juga mengajarkan pemborosan, mengajarkan ketidakjujuran dan kesulitan bersosialisasi dengan orang lain.
Permasalahan ini selain perlu menjadi atensi bagi orang tua, juga perlu ada langkah strategis pemerintah dalam hal ini Kemenko PMK dibawah Puan Maharani, Kemenkominfo dan aparat penegak hukum untuk membuat kebijakan nasional membatasi bisnis game online.
Selain itu, perlu ada pengawasan ketat terhadap warnet-warnet yang buka sampai 24 jam, karena selain merusak jam belajar anak-anak atau siswa juga dapat memicu kenakalan remaja lainnya, karena tidak menutup kemungkinan permainan “tidak nyata” di game online diaplikasikan oleh anak-anak yang masih labil secara psikologis dalam bentuk geng motor, bentrokan atau tawuran remaja dll. Last but not least, game online juga merupakan salah satu modus “perang asimetris modern” untuk merusak generasi muda Indonesia. Waspadalah.
Facebook Comments