Antara Pluralisme (Agama) dan Toleransi

Bagikan artikel ini

Ghuzilla Humeid, Network Associate Global Future Institute

Pluralisme itu bahasa Inggris yang kalau kita urai arti pluralisme berasal dari dua kata, yakni kata “plural” arti Indonesianya menyatakan lebih dari satu, atau majemuk, beragam, dan lain-lain dan kata “isme” yang bermakna aliran, ajaran, paham, dan seterusnya.

Ketika pluralisme sebagai gerakan diusung kaum sepilis (sekuler, pluralisme dan liberalisme) sebenarnya maknanya masih ambigu. Apakah ia dapat diartikan aneka pemahaman, atau bermacam-macam aliran, ajaran, pendidikan, wacana, tasawuf, dan sebagainya. Sekali lagi, definisi di atas masih belum ada kejelasan, atau ambigu.

Manakala Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertanggal 28 Juli 2005 menerbitkan fatwa melarang pluralisme, maka yang dimaksud MUI adalah pluralisme agama sebagai titik bahasan serta persoalan yang harus ditanggapi.

Definisinya adalah: “Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.

Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga” (sumber: Wikipedia).

Karena masih ambigu, sering pluralisme agama yang diopinikan publik dimaknai sebagai sebuah aliran atau pemahaman dan bukan sekedar mengakui keanekaan agama saja, namun praktiknya telah bergeser pada pemahaman bahwa ‘semua agama di muka bumi itu dianggap sama’.

Inilah yang tidak disadari oleh publik.

Lho, samakah Hindu dengan Islam? Samakah Budha dengan Katolik?

Maka apabila hal (pemahaman) ini yang terjadi, sesungguhnya benak publik akan mudah dibengkokkan keyakinannya dalam koridor sinkretisme, sebuah aliran yang mencampur-adukan ajaran agama. Semua agama benar dan baik. Ibarat baju, boleh berganti-ganti agama.

Lalu, bagaimana dengan ajaran Islam yang mengatakan:

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam” (QS Ali Imran : 19), bahkan terdapat ayat lain dalam al Qur’an yang terang lagi jelas: “Dan barang siapa mencari agama selain Islam, maka itu tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi” (QS Ali Imran : 85).

Tak boleh dipungkiri, dalam konsepsi Islam hanya mengakui PLURALITAS SOSIAL bukannya pluralitas agama.

Ini ayatnya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal… ” (QS Al-Hujuraat : 13).

Ya, pluralitas, atau keberagaman, keanekaan dan lain-lain ialah ketetapan-Nya.

Agaknya konsepsi pluralitas sosial inilah yang hendak digeser oleh penggagas sepilis menjadi pluritas agama dengan alasan utama, bukankah konteks kehidupan beragama itu realitas (pengamalan) sosial?

Lalu, apakah toleransi itu?

Dalam Islam telah jelas, ayatnya:

“Untukmulah agamamu dan untukkullah agamaku” (QS Al Kaafiruun : 6).

Mungkin tafsiran dari Azzam Mujahid Izzulhaq perihal toleransi (beragama) lebih mudah dicerna, dimana substansi toleransi menurutnya adalah kondisi meskipun orang menyatakan HANYA agamanya yang benar, tetapi toh ia, kamu, mereka, kami atau saya —- hukumnya wajib dan mutlak MENGHORMATI bila terdapat orang lain juga menyatakan hal sama.

Dengan demikian, toleransi itu bukan atau tidak menyatakan bahwa semua agama itu benar, apalagi hendak menyamakan semua agama!

Demikianlah adanya.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com