Asia Tenggara Sebagai Kawasan Bebas Nuklir Sesuai dengan Semangat KAA Bandung 1955 dan ZOPFAN ASEAN

Bagikan artikel ini

Pertemuan ketiga kelompok Ahli ASEAN-Rusia (ASEAN-Russian Eminent Persons Group) di Moskow, Rusia pada 6 April 2016 lalu, patut kita beri apresiasi. Seperti diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri Luar Negeri Djauhari Oratmangun, bahwa kerja sama ekonomi dan perdagangan serta isu kawasan bebas senjata nuklir di Asia Tenggara merupakan isu-isu signifikan dalam kerja sama kemitraan ASEAN-Rusia yang perlu terus didorong di masa yang akan datang.

Selain itu, pertemuan tersebut juga menyepakati bahwa kerja sama perdagangan dan investasi maupun akses pasar produk-produk ASEAN, khususnya Indonesia, serta isu bebas nuklir di kawasan perlu dan penting untuk menjadi rekomendasi visioner di dalam Laporan Kelompok Ahli, terlebih dalam rangka menuju kemitraan strategis ASEAN-Rusia.
Terkait dengan isu untuk menjadikan kawasan bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara, Global Future Institute (GFI) memandang isu tersebut sangat penting sebagai dasar kerjasama strategis antara ASEAN dan Rusia di masa depan. Apalagi dalam pertemuan tersebut juga berhasil mencapai kesepakatan terkait beberapa isu pending yang pembahasannya sempat berjalan alot seperti konsep indivisibility security, kerja sama keamanan maritim, Laut Tiongkok Selatan, dan Global Movement of Moderates.
Adapun khusus menyangkut isu untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir, tentunya tidak dilepaskan secara historis dengan gagasan untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai suatu “Zone of Peace, Freedom and Neutrality sebagaimana hasil kesepakatan negara-negara ASEAN melalui Deklarasi Kuala Lumpur 27 November 1971.
Nilai strategis Deklarasi Kuala Lumpur 1971 begitu penting bagi ASEAN, dan khususnya Indonesia, karena deklarasi tersebut merujuk pada DASA SILA Bandung April 1955 yang menekankan pentingya menegakkan prinsip-prinsip “Peaceful Co-Existence atau hidup berdampingan secara damai. Serta bebas dari segala macam bentuk campur tangan oleh negara-negara luar (free from any form or manner of interference by outside powers).
Inilah yang menjadi landasan para kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dalam KTT ASEAN di Bali pada Februari 1976, untuk menghasilkan dua dokumen penting, untuk memperkuat kesepakatan negara-negara ASEAN pada November 1971, yaitu:
a. Declaration of ASEAN concord, dan
b. Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara).
Sebagaimana ditegaskan dalam Declaration on ASEAN concord:
“Negara-negara anggota, secara individual dan kolektip, akan mengambil tindakan aktif untuk pembentukan selekas mungkin zona damai, bebas dan netral.”
Adapun di bidang politik dalam program aksi kerjasama dalam rangka ASEAN, telah ditegaskan pula bahwa:
“Mempertimbangkan segera tindakan-tindakan permulaan agar Zona Damai, Bebas dan Netral itu diakui dan dihormati.”
Maka itu, ketika isu untuk menjadikan kawasan bebas senjata nuklir di Asia Tenggara dijadikan salah satu rekomendasi visioner sebagai landasan kerjasama strategis ASEAN-Rusia kiranya merupakan langkah yang patut dipuji.
Khususnya bagi Indonesia, hal tersebut sangat selaras dan sehaluan dengan politik luar negeri yang bebas-aktif sebagai politik perdamaian yang hendak dicapai secara mandiri, percaya kepada kekuatan sendiri, tanpa apriori menolak bantuan apalagi kerjasama dengan dunia luar atau negara asing. Karena rumusan politik bebas dan aktif tersebut berdasarkan pada kepentingan nasional. Peran kepeloporan Indonesia dalam penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada April 1955, maupun Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok 1961 di Beograd, kiranya merupakan konsekwensi logis dan wujud nyata penjabaran Politik Luar Negeri RI yang bebas dan aktif.
Bukan itu saja. Politik Luar Negeri RI yang bebas aktif juga merupakan amanat ideologis hasil rumusan para founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945  alinea keempat, yaitu penegasan kewajiban Pemerintah Indonesia untuk:
“Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Maka itu, kesepakatan pertemuan ketiga Kelompok Ahli ASEAN-Rusia terkait rekomendasi visioner untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara bebas senjata nuklir, sesuai dengan semangat ASEAN untuk menegakkan Zona Damai, Bebas dan Netral di kawasan Asia Tenggara.
Nilai Strategis ASEAN Secara Geopolitik 
Ruslan Abdul Gani, mantan Sekretaris Jenderal Konfensi Asia-Afrika Bandung 1955 yang juga pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI, menggambarkan kawasan Asia Tenggara dengan merujuk pada buku karya Edward R Kolevzon, Southeast Asia, the World and its Peoples. Dalam buku tersebut, Asia Tenggara digambarkan sebagai:
1. Cross-roads of the World, yaitu punya arti dan nilai penting ditinjau dari sudut pandang World Political Strategy. Yaitu sebagai persimpangan-persimpangan jalan dunia dengan arti dan nilai yang vital serta penting ditinjau dari sudut pandang strategi politik dunia.
2. Treasure of House of Resources, suatu gudang perbendaharaan kekayaan alam, dengan minyak, timah, bauxite, tembaga, nikel, karet, kopra, kina, tembakau, minyak sawit, gula, kopi, the, dan sebagainya.
3. Market Place of the World, suatu pasaran dunia bagi barang-barang industri, di mana jumlah penduduknya akan semakin meningkat secara terus-menerus  sehingga akan menjadi medan konsumsi bagi barang-barang jadi seperti sepeda, pakaian, mobil, radio, alat dapur modern, mesin-mesin dan sebagainya.
4. A Region with cultural transfusion from other peoples, yaitu suatu daerah dengan transfuse budaya dari bangsa-bangsa lain.
5. A Region of Conflict and a Political Power-keg, yaitu suatu kawasan penuh dengan konflik yang laten, dan suatu peti mesiu politik, di mana selalu terdapat perebutan kekuasaan dan kepemimpinan.
Negara-negara adikuasai seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, dan bahkan juga belakangan Jepang, selalu menanamkan indoktrinasi kepada generasi mudanya, bahwa betapa pentingnya kawasan Asia Tenggara baik sebagai sumber kekayaan alam, dan sebagai sumber tenaga manusia yang masih agraris dan murah upahnya. Bahkan hingga kini, kesadaran geopolitik tentang betapa pentingnya Asia Tenggara masih tetap ditanamkan meskipun tujuannya adalah untuk dijadikan sasaran penguasaan atau jajahan.
Sebagaimana kawasan Timur Tengah, Asia Tenggara menghimpun di dalamnya nilai-nilai geo-strategis, geo-ekonomis, dan geo-politis yang vital dan penting sekali bagi dunia. Asia Tenggara, seperti halnya juga Timur Tengah, merupakan titik-pertemuan antar kekuatan-kekuatan potensial di internal kawasan maupun desakan-desakan kekuatan eksternal. Sehingga perimbangan kekuatan antar negara-negara adikuasa menjadi mutlak adanya.
Karena itu menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir sebagai derivasi dari konsep Zona Damai, Bebas dan Netral merupakan konsekwensi logis dari kodrat dan sifatnya kawasan Asia Tenggara.

Saran Bacaan:
1. Dr Ruslan Abdulgani, Asia Tenggara di Tengah Raksasa Dunia, Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan, 1978.
2. Edward R Kolevzon, Southeast Asia, the World and its Peoples.
3. Prof Jan Romein, The Asian Century, a history of Modern Nationalism in Asiam 1962.
4. Pertemuan ke-3 Kelompok Ahli Sepakati Masa Depan ASEAN-Rusia,

Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com