ASIS, Intelijen Luar Negeri Australia Yang Patut Diwaspadai

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Kalau mau jujur, ancaman eksternal yang  patut dicermati adalah Australia. Memanasnya situasi di Papua, dan kemungkinan provokasi untuk memicu pelanggaran HAM dari pihak TNI/Polri, maka berbaagai modus operasi intelijen pihak Australia kiranya perlu diwaspadai dan diantisipasi. Karena itu sebagai langkah awal, perlu mengenali komunitas intelijen Australia yang bermain di luar negeri, termasuk di Indonesia.

Untuk itu, Australian Secret Intelligence Service (ASIS) adalah badan intelijen milik Pemerintah Australia yang kali ini kiranya perlu kita bedah bersama.

Badan intelijen ini bertugas  mengumpulkan informasi intelijen dari luar negeri, melaksanakan tugas kontra intelijen dan bekerjasama dengan badan intelijen milik negara lain. Berarti, melihat fungsi dan tugasnya, bisa disejajarkan dengan Badan Intelijen Amerika Serikat Central Intelligence Agencies (CIA), Badan Intelijen Inggris MI-6, dan Badan Intelijen Israel MOSSAD.

Misi ASIS sendiri adalah melindungi dan mempromosikan kepentingan Australia melalui ketentuan-ketentuan mengenai intelijen luar negeri yang telah ditetapkan oleh pemerintah Australia.

Seperti yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan, maka ASIS memfokuskan diri pada operasi intelijen luar negeri. Hal inilah yang membedakan ASIS dari Australian Security Intelligence Organisation (ASIO).

Secara organisasional, ASIS adalah bagian dari Department of Foreign affair and Trade atau Departemen Perdagangan dan Luar Negeri (DFAT) yang bermarkas di Canberra. ASIS dipimpin oleh seorang Direktur.

Pada tataran ini, ASIS sebenarnya kalau dibandingkan dengan CIA, memang ada sepertinya sama sebangun mengingat fungsi dan tugasnya dalam lingkup luar negeri. Namun kalau melihat karakteristiknya, justru lebih mirip dengan badan intelijen Amerika yang berada di bawah naungan Departemen Luar Negeri INR( Bureau of Intelligence and Research).

Karena baik ASIS maupun INR sama sama didadayagunakan untuk tugas-tugas korps diplomatik yang ditugaskan di luar negeri. Dengan kata lain, lingkup fungsi dan tugasnya adalah untuk menjamin agar operasi-operasi intelijen model ASIS dan INR sesuai dan sehaluan dengan kebijakan politik luar negeri Australia maupun Amerika Serikat.

Dengan demikian, berbagai isu-isu internasional dan geopolitik terkait dengan kepentingan strategis Australia di satu negara atau kawasan tertentu, ASIS bisa dipastikan akan memainkan peran yang cukup vital.

Mengingat kendali komando ASIS berada di bawah naungan Departemen Luar Negeri Australia, maka dalam menjalankan operasi-operasi intelijen maupun kontra intelijennya, bisa memanfaatkan saluran-saluran resmi diplomatic, sehingga terbebas dari deteksi aparat-aparat intelijen kita. Dan pada saat  yang sama, juga memiliki kekebalan diplomatik seandainya sewaktu-waktu operasi intelijennya terbuka kedoknya oleh pihak keamanan dan intelijen Indonesia.

Dalam situasi ketika Papua sedang dalam sorotan dunia internasional, dan berpotensi untuk di bawa ke forum internasional jika gerakan memerdekakan Papua semakin menguat, maka jaringan intelijen Australia yang berada dalam rentang kendali ASIS, kiranya perlu diwaspadai, dan diantisipasi langkah-langkah kontra intelijennya.

Sejarah Berdirinya ASIS

Badan intelijen ini memiliki sejarah pendirian yang terbilang cukup panjang, yakni dimulai pada 1950-an.

Pada pertemuan yang dilakukan oleh Executive council yang dilaksanakan pada 13 Mei 1952, Perdana Menteri Menzies membentuk ASIS dengan kewenangan eksekutif, di bawah ketentuan peraturan perundang-undangan negara persemakmuran.

Hasil keputusan tersebut juga menunjuk Alferd Deakin Brookes sebagai kepala ASIS pertama.

Setelah ASIS dibentuk, kemudian dibuatlah sebuah piagam yang menggambarkan tugas-tugas badan intelijen ini pada 15 Desember 1954. Isinya antara lain adalah memperoleh dan mendistribusikan informasi rahasia dan merencanakan serta meniakan operasi intelijen yang diperlukan.

Sebuah petunjuk lapangan yang dibuat pada 15 Agustus 1958, memperlihatkan, bahwa tugas operasi intelijen mengandung kepentingan politik. Selain itu, badan intelijen ini berada di bawah kontrol menteri luar negeri bukannya menteri pertahanan.

Selama perjalanan berdirinya, ASIS pernah diberitakan secara besar-besaran oleh media massa, salah satunya oleh The Daily Telegraph pada 1 Nopember 1972.

Saat itu, The Daily Telegraph menyoroti tindakan ASIS yang merekrut agen intelijen dari universitas-universitas yang ada di Australia untuk kepentingan mengawasi aktivitas spionase di Asia.

Artikel ini kemudian ditindaklanjuti oleh The Australian Financial Review yang melakukan penyelidikan kepada komunitas intelijen Australia, seperti ASIO, ASIS,  Joint Intelligence Organisation (sekarang Defence Intelligence Organisation), Defence Signals Division (sekarang Defense Signal Directorate) dan Office of National Assessments (ONA).

Artikel yang ditulis oleh The Australian Financial Review menyatakan tugas ASIS adalah, hanya mengumpulkan dan memusnahkan fakta saja. Media ini menyatakan, ASIS tidak seharusnya melakukan analisis dan memberikan nasihat bisnis, walaupun hal tersebut sulit untuk dihindari.

Pada 1977, Kementerian Luar Negeri Australia memberikan pernyataan mengenai fungsi utama ASIS, yakni memperoleh informasi luar negeri untuk tujuan melindungi dan mempromosikan Australia dan berbagai kepentingannya.

Pada tahun yang sama, tepatnya 25 Oktober 1977, Perdana Menteri Malcolm Fraser mendeklarasikan keberadaan ASIS dan fungsi-fungsinya, setelah sebelumnya badan intelijen negeri kanguru ini selalu disembunyikan.

Deklarasi keberadaan ASIS dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Hope Royal Commisions.

Pada 1992, dua buah laporan mengenai ASIS disiapkan oleh beberapa petugas untuk dilaporkan kepada Department of Prime Minister and Cabinet dan kantor National Assessment for Secretaries Committee on Intelligence and Security (SCIS) serta Security Committee of Cabinet (SCOC).

Richardson melaporkan mengenai tugas dan hubungan antara komunitas intelijen (ASIO, ASIS dan DSD) pada Juni 1992. Sedangkan laporan lainnya ditulis oleh Hollway pada Desember, yang menggambarkan kumpulan tugas intelijen luar negeri Australia.

Kedua laporan itu mensahkan struktur dan tugas organisasi dan mempercayai performa ASIS.

Australia Ancaman Nyata

Para pemegang otoritas keamanan nasional Indonesia sudah seharusnya menempatkan Australia sebagai ancaman di lingkaran konsentrik yang paling dekat. Kalau melihat peta geografisnya, Australia bertetengga dekat dengan Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Vanuatu, Kaledonia Baru dan Selandia Baru.

Yang patut juga dicatat, hingga saat ini resminya Australia masih tergabung sebagai salah satu anggota Persemakmuran negara-negara eks koloni Inggris seperti Malaysia, India, Singapore, dan Brunei Darusalam. Karena itu, latihan militer bersama 14 negara yang menurut rencana akan digelar pada awal Februari mendatang patut mendapat sorotan khusus mengingat sebagian besar motor penggerak latihan militer bersama tersebut adalah negara-negara persemakmuran, termasuk Australia.

Bagi Indonesia, Inggris merupakan momok yang cukup berbahaya karena selalu menjadi arsitek atau mentor operasi intelijen Amerika seperti terbukti pada penggulingan Presiden Sukarno pada 1965. Dan Australia, merupakan mata-rantai dan elemen garis depan dari penerapan skenario Inggris-Amerika.

Bahkan semasa perang dingin antara Amerika/NATO versus Uni Soviet dan Cina, Australia bersama-sama dengan Selandia Baru, Malaysia, dan Singapore, tergabung dalam Pakta Pertahanan Five Power Defense Agreement di kawasan Asia Tenggara.

Bahkan dalam memainkan perannya di kawasan Asia Pasifik, Australia telah menjadi salah satu motor penggerak penting mendukung terbentuknya East Asia Grouping bersama Jepang, dalam menggalang dukungan negara-negara Asia, termasuk ASEAN, agar bergabung dalam komunitas Pasifik tersebut. Bahkan sempat beredar informasi, Australia dan Jepang memelopori secara diam diam terbentuknya Asia Pacific Union(APU). Sehingga apabila APU jadi terbentuk sesuai skema para kapitalis global di Washington, maka pada perkembangannya akan memperlemah peran dan kiprah ASEAN sebagai kekuatan politik di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, bisa memecah belah persatuan antar negara-negara ASEAN.

Sekilas mengenai Australia. 

Pemerintah Australia menganut sistem parlementer dengan Ratu Inggris Elizabeth II sebagai puncak kepemimpinannya. Ratu Elizabeth II tetap di Inggris, namun menempatkan seorang gubernur jenderal sebagai kerajaan Inggris di Australia. Jadi meski sekarang jabatan gunernur jenderal lowong, namun sejatinya Australia tetap masuk kategori daerah protektorat Kerajaan Britania Raya.

Dengan kata lain, Otoritas eksekutif tertinggi berada pada Konstitusi Australia, tetapi kekuasaan untuk menjalankannya diserahkan -menurut konstitusi- kepada Gubernur Jenderal. Meski pada prakteknya sekarang hal semacam itu tidak berlaku lagi. Namun Australia sekarang tetap belum murni berbentuk republik yang sepenuhnya bebas dari negara induknya, Inggris.

Australia memiliki 6 negara bagian dan 2 teritorial di daratan utama. Yakni  New South Wales (NSW), Queensland (QLD), Australia Selatan (SA), Tasmania (TAS), Victoria (VIC), Australia Barat (WA), Teritorial Utara (NT) dan Teritorial Ibu Kota Australia (ACT).

Diolah dari berbagai sumber.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com