Bagaimana Sejarah Ianfu Dihidupkan Lagi

Bagikan artikel ini

Kusairi

Sepanjang yang penulis ketahui, di luar  bacaan resmi yang digunakan sebagai  buku paket pelajaran sejarah, telah banyak beredar informasi terkait latar belakang sejarah Ianfu di Indonesia. Kita tentu berharap para guru sejarah dapat meng-akses informasi terkait  Ianfu yang banyak itu lewat berbagai sumber. Paling tidak, ketika memberikan penjelasan dalam persoalan Ianfu, ada informasi yang berimbang. Karena “atas nama investasi” pemerintah Indonesia hingga kini masih sangat memberikan batasan informasi terkait Ianfu dalam teks-teks resmi sejarah di sekolah.

Dalam waktu dekat, tentu saja tidak mungkin kita melakukan perubahan atau pembenahan kurikulum sekolah terkait sejarah pendudukan Jepang di Indonesia. Paling tidak langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan, kalau ini ingin disebut sebagai Strategi Membangun Kesadaran Sejarah, sebagaimana topik workshop Global Future Institute (GFI) kali ini, adalah sebagai berikut:

  1. Membuat Workshop terkait “Pelurusan Sejarah Ianfu” di Indonesia yang melibatkan guru-guru sejarah di Indonesia. Khususnya para guru sejarah yang memberikan pengajaran sejarah jepang di Indonesia.
  2. Membuat rumusan atau kisi-kisi sejarah yang benar, sebagai hasil workshop yang dilakukan untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan atas penyempurnaan kurikulum pelajaran sejarah di sekolah-sekolah.
  3. Membuat jejaring atau komunikasi di antara para guru sekolah yang memungkinkan sejarah Ianfu terus ter-update, baik secara nasional maupun international. Sehingga karenanya, guru-guru sejarah juga dapat menceritakan persoalan sejarah yang masih aktual hingga saat ini. Dengan demikian, sejarah tidak hanya berisi pengetahuan masa lalu tetapi juga dapat dijadikan pembangkit spirit untuk masa depan.
  4. Bagi teman-teman yang tergabung dalam gerakan perjuangan para korban dapat melakukan “Teaching Visit” ke sekolah-sekolah, semacam stadium generale, terkait persoalan Ianfu di Indonesia dan dunia.
  5. Pada satu kesempatan, dalam “Teaching Visit” yang dilakukan dapat menghadirkan seorang korban, apabila memungkinkan, hingga terbangun perasaan empati kepada para siswa atas penderitaan yang dilakukan selama ini. Sehingga kesan “rasa malu” atau “ternistakan”  sebagai bangsa akibat “persepsi psikologi” yang keliru dapat teratasi.
  6. Aktualitas terhadap pelajaran sejarah juga dapat dilakukan oleh para guru sejarah dengan melakukan “class visit” ke rumah seorang korban Ianfu. Dengan melihat langsung kehidupan seorang korban atau para korban, tidak hanya empati yang terbangun tetapi juga simpati. Sehingga perjuangan yang dilakukan dapat terdukung oleh banyak pihak.
  7. Kesadaran tentang sejarah Ianfu ini pun penting dilakukan ke kampus-kampus dengan menggelar diskusi-diskusi untuk membangkitkan spirit (semangat) para mahasiswa. Karena pada gilirannya, mahasiswa diperlukan sebagai agen penggerak perubahan sosial. Manakala hati, mata, dan telinga para pemimpin negeri ini telah tertutup.

Akhirnya, perlu kita renungkan pernyataan bapak bangsa Afrika Selatan, Nelson Mandela, ketika menyikapi penderitaan yang dialaminya saat hidup di bawah penindasan rezim apartheid, “Kita bisa memaafkan, tapi tak akan bisa melupakan.” Semoga bermanfaat.

Pamulang, 7 November 2011

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com