Bergabungnya Indonesia Dalam BRICS, Perlu Telaah Geopolitik Yang Komprehensif dan Mendalam

Bagikan artikel ini

Dian Wirengjurit, Diplomat Senior Kementerian Luar Negeri RI dan mantan Duta Besar RI untuk Iran.

(Presentasi dalam Focus Group Discussion (FGD) Membahas Tentang Bergabungnya Indonesia ke Dalam BRICS yang diselenggarakan oleh Indonesia Consulting Group (ICG). Februari 2024).

Dalam membahas keikutsertaan Indonesia dalam BRICS harus ditelaah secara lengkap sehingga punya gambaran yang utuh. Maka itu ketika kita hendak membahas keikutsertaan Indonesia dalam BRICS, pertanyaan pentingnya, apa manfaatnya buat kita? Lantas hasi survei untuk jadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan luar negeri pemerintahan kita?

Mari kita pandang dalam konteks global. Saat ini, pada tataran global bukan lagi sekadar dua kutub seperti di era perang dingin dulu. Melainkan tiga. AS, Cina dan Rusia. AS dan Cina sama-sama saling berebut pengaruh di arena global. Antara AS dengan Rusia, juga seperti itu. Menariknya, antara Rusia dan Cina ada hubungan yang sangat erat untuk menghadapi pengaruh global AS. Di dalam konstelasi politik di dalam BRICS, Rusia dan Cina merupakan motor penggeraknya.

Dalam membahas suatu organisasi internasional seperti BRICS tidak cukup hanya dari perspektif ekonomi saja. Kekuatan fundamental dari organisasi itu sendiri harus kita telaah secara mendalam.  Maka itu tolok ukur besar dan bobot ekonomi dari organ seperti BRICS, tidak cukup untuk menggambarkan kualitas dan kekuatan fundamental BRICS.

Maka itu dari sudut pandang saya, memandang BRICS juga harus dari sudut pandang geopolitik. Artinya selain ekonomi, domain politik dan militer-nya pun harus kita telaah secara lengkap dan komprehensif. Apalagi seperti saya katakana di awal tadi, sekarang ini ada tiga great power atau negara adikuasa yang tidak lagi dua kutub seperti pada era perang dingin. Maka itu selain kekuatan ekonomi, kita juga harus menelaah kekuatan politik, militer, teknologi dan diplomasinya juga.

Kenapa penting menelaah geopolitik, karena negara-negara lain itu sangat sadar mengenai perkembangan dan dinamika geografi dunia internasional. Sedangkan kita saat ini belum sampai pada kemampuan seperti itu. Kita masih di lingkup ASEAN saja. Itupun belum tuntas. Adapun negara-negara maju maupun negara-negara berkembang yang mulai bangkit dari keterpurukan, mereka menelaah dunia internasional dalam konteks power. Karena mereka ingin dominan di level kawasan, negara-bangsa atau pada tingkat dunia. Itulan yang namanya geopolitik.

Geopolitik adalah masalah distribusi geografis kekuasaan di dunia. Dalam kaitan inilah mari sekarang kita telaah organisasi internasional dari sudut pandang geopolitik. Kita harus bedakan antara organisasi internasional dan forum. Organisasi internasional lebih solid. Ada secretariat, ada charter dan sebagainya. Organisasi internasial dalam lingkup global tentu saja Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Organisasi yang berskala global namun lingkupnya lebih terbatas adalah organ organ di bawah PBB seperti UNDP, UNESCO, WTO dan lain sebagainya. Adapun yang keanggotaannya terbatas namun tujuannya global misalnya ASEAN. Dalam arti bahwa isu-isun yang ditangani berskala global seperti keamanan, lingkungan hidup, dan sebagainya.

Nah terkait BRICS seperti sudah dibahas beberapa rekan saya sebelumnnya, lingkup kerja samanya masih terbatas pada bidang ekonomi. Saya cenderung membandingkan BRICS itu seperti OECD. Karena sama-sama menekankan lingkup kerja samanya di bidang ekonomi. Di sinilah faktor geopolitik penting untuk diperhatikan. Dari segi keanggotaanya saja sekarang BRICS sudah 10 negara.

Dua tahun lalu Indonesia memang sempat dibujuk-bujuk pemerintah Cina agar bergabung dalam BRICS. Makanya waktu itu saya menulis sebuah artikel yang menekankan agar tidak usah tergesa-gesa. Karena ya itu tadi, kita harus menelaah faktor geopolitiknya. Sebab waktu itu dalam hal OECD saya sempat menyanggah optimisme seorang diplomat muda agar kita bergabung dengan OECD karena banyak manfaatnya, tapi tidak secara jelas menggambarkan dimana manfaatnya.

Waktu itu saya bilang apa mau kita disamakan standarnya dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris di bidang ekonomi dan perdagangan. Soalnya saya lihat, Australia saja yang notabene sekutu erat Amerika, ternyata dikerjain sama Amerika dan Inggris. Sementara negara kita yang belum serba transparan dalam berbagai bidang, lantas dipaksa untuk serba terbuka, apa tidak runyam itu.

Sedangkan di BRICS, kita tahu key players atau para pemain kuncinya kan Cina dan Rusia. Adapun di OECD key playersnya AS dan Inggris. Jadi menurut saya BRICS saat ini masih berupa forum yang bersifat longgar, belum merupakan organisasi internasional. Jadi meskipun sudah bertambah anggotanya yang semula lima sekarang jadi sepuluh, namun perjalanan BRICS sebagai organisasi internasional masih panjang jalan yang harus ditempuhnya. Yang anggota baru kan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran, Mesir, Etiopia.

Dengan demikian, kalau Indonesia bergabung dengan BRICS, apakah AS dan sekutu-sekutunya merasa happy? Apa kita sudah siap dengan resikonya jika negara-negara barat itu mengurangi investasinya di negeri kita? Masalahnya, kalau saya cermati, kita sendiri masih meraba-raba BRICS itu seperti apa.

Maka saya perlu sampaikan di sini, siapkah Indonesia dengan dampak yang saya gambarkan tadi? Artinya, dampak buruknya sudah diperhatungkan dengan masak-masak tidak? Maka itu terkait dengan OECD maupun BRICS, pendapat saya sama. Telaah dan kaji dulu secara mendalam.

Tapi kalau pertanyaannya apakah kita lebih baik masuk OECD atau BRICS, ya  itu memang sebuah pilihan. Artinya mengetahui betul apa resikonya. Nah yang menarik itu India. Ia bergabung dengan BRICS, tapi ingin juga masuk OECD. Namun India juga gabung dengan Shanghai Cooperation Organization (SCO) yang dimotori Cina dan Rusia. Tapi India juga bergabung dalam Pakta Pertahanan Indo-Pasifik QUAD (AS, Australia, Jepang dan India). Itulah India.

Jadi saya ingin mengajak para ahli, peneliti dan mahasiswa yang hadir di sini, dalam menelaah BRICS dan keikutsertaan Indonesia di dalam forum tersebut, jangan terpaku pada satu angle atau sudut pandang saja. Manfaat dan mudharatnya harus sama-sama kita telaah dan analisis secara mendalam dan seimbang.

Maka itu dalam memberikan masukan kepada pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, harus didasari telaah dan analisis yang komprehensif dan mendalam. Jangan cuma bersifat parsial. Itulah pentingnya membandingkan OECD dan BRICS secara komprehensif dan mendalam, apalagi kedua organisasi tersebut kan dari dua kutub yang berbeda.

Namun satu hal perlu saya tekankan di sini, terlepas itu OECD ataupun BRICS, kalau yang berperan hanya negara-negara great power tanpa peran aktif dari negara-negara middle power, organisasi tersebut, termasuk BRICS, tak akan bisa berjalan.

Sebaliknya organisasi internasional atau forum internasional yang hanya dimotori negara-negara berkembang atau kecil, yang tidak bisa jalan juga. Sama saja. Selain dari pada itu, kita juga harus telaah isu-isu yang kerap diusung negara-negara besar seperti Amerika seperti demokrasi, hak-hak asasi manusia, lingkungan hidup, perdagangan bebas,  dan sebagainya. Sedangkan Rusia dan Cina, tidak terlalu mempermasalahkan isu-isu tersebut.

Sekadar informasi, kebijakan luar negeri kita saat ini masih bertumpu pada perdagangan, turisme dan investasi. Itulah prioritas politik luar negeri kita. Trade, Tourism dan Investment.

Disusun oleh Tim Redaksi The Global Review

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com