Ir Ristiyanto, Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea
Terkait dengan konflik di Semenanjung Korea dan upaya untuk menengahi konflik tersebut, beberapa bulan terakhir ini pihak kami juga telah mengadakan beberapa kali pembicaraan dengan pihak Kedutaan Besar Korea Selatan di Jakarta dengan target menjadikan Ibu Rachmawati Soekarnoputri menjadi penengah konflik tersebut.
Jika memungkinkan dan berkenan, kiranya Global Future Institute (GFI) yang dipimpin Mas Hendrajit, memunculkan potensi Ibu Rachmawati Soekarnoputri untuk menjadi penengah konflik yang berlangsung di Semenanjung Korea tersebut.
Menurut hemat saya, sikap kebijakan luar negeri pemerintah Indonesia saat ini merupakan yang terburuk sepanjang sejarah mengelola hubungan antara Indonesia dan Korea Utara. Sebab baru kali ini terjadi, maksud saya tahun ini, melalui Menteri Luar Negerinya, Indonesia bersikap mengecam Korea Utara terkait percobaan peluncuran rudal. Sebelumnya, sikap Indonesia hanya menyesalkan dan meminta semua pihak untuk menahan diri terhadap persoalan di Semenanjung Korea.
Alhasil, dalam pandangan saya sebagai Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea, saya berpandangan sangatlah sulit bagi Indonesia menjadi penengah konflik Korea. Saya perkirakan, pihak Korea Utara tidak akan mendukung gagasan agar Indonesia menjadi penengah. Sebab dengan mengecam Korut, Indonesia pada hakekatnya sedang mengambil posisi mendukung Cina yang sekarang ini sedang ditekan oleh Dunia Internasional, terutama Amerika Serikat, untuk memberikan sanksi kepada Korea Utara.
Dengan ikut-ikutan mengexcam Korea Utara, berarti memperjelas posisi Indonesia sebagai satelit Cina dalam kaitannya dengan Percaturan Politik Global.
Kembali kepada peran penengah yang kami harapkan dari Ibu Rachmawati, izinkan saya untuk kilas balik sejenak. Sejak Agustus 2016, Ibu Rachmawati diangkat oleh Pemerintah Korea Utara (DPRK) Wakil Ketua (Co Chairman) Reunifikasi Korea untuk Asia-Pasifik.
Salah satu tujuan dibentuknya Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea adalah dalam rangka merajut kembali semangat New Emerging Forces (NEFOS) seperti yang pernah digagas oleh Bung Karno.
Pihak Korea Utara sebenarnya hanya ingin berunding dengan Amerika Serikat dan mengingingkan perubahan dan perdamaian yang bersifat sementara dalam bentuk gencatan senjata setelah berakhirnya Perang Korea pada 1953. Menjadi Perdamaian abadi antara Korea Selatan dan Korea Utara.
Untuk itu, bagi Korea Utara semua bentuk pembicaraan dengan pihak Korea Selatan hanya dimungkinkan jika semua tentara AS ditarik dari Korea Selatan.
Berkaitan dengan kerangka pemikiran tersebut, maka Korea Utara pada hakekatnya lebih menginginkan penyelesaian masalah Korea diselesaikan oleh bangsa Korea sendiri tanpa melibatkan kekuatan asing.
Maka dari itu, Ibu Rachmawati Soekarnoputri, yang kebetulan pernah menjadi Ketua pertama dari Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea pada 2002, ingin berkontribusi dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia dengan berupaya untuk menjadi mediator konflik di Semenanjung Korea. Khususnya Konflik Korea yang semakin meruncing akhir-akhir ini.