Berita Usang Guardian Soal Penyadapan, Cermin Kemunduran Pers

Bagikan artikel ini

Penulis : Oleh : Satya Dewangga *)

Situs berita www.theguardian.com melaporkan pemberitaan wartawan mereka Ewen Mac Askill yang berdomisili di New York serta Lenore Taylor yang berdomisili di Canberra, Australia berjudul “Revealed : Australia Tried To Monitor Indonesian President’s Phone” tertanggal 18 November 2013 yang disebarluaskan melalui alamat link http ://www.theguardian.com/world/interactive/2013/nov/18/slides-australian-yudhoyono-phone-indonesia.

 

Pemberitaan tersebut intinya memuat laporan whistle blower Edward Snowden bahwa dokumen penyadapan tersebut dilakukan pada November 2009, bahkan berita tersebut juga memuat slide-slide berisi alur penyadapan, nama-nama yang disadap dll. Nama-nama lainnya yang terinformasi dari The Guardian disadap antara lain, Jusuf Kalla (saat penyadapan sebagai Wapres), Sri Mulyani Indrawati (saat penyadapan sebagai Menkeu), Andi Mallarangeng (saat penyadapan sebagai Jubir Presiden), Sofyan Djalil (saat penyadapan sebagai Meneg BUMN), Hatta Radjasa (Mensesneg), Dino Patti Djalal (Jubir Kepresidenan), dan Widodo Adi Sucipto (saat penyadapan sebagai Panglima TNI).

Sebelumnya, berita penyadapan juga dimuat di surat kabar Sydney Morning Herald edisi 26 Juli 2013 menyatakan, pemberitaan tersebut hanyalah untuk keuntungan pihak Australia dengan menyebut sebagai “excellent intelligence support” dan “much information” atas informasi yang diberikan Inggris dan AS, khususnya informasi terkait Indonesia (SBY), India (Manmoham Singh) dan Cina (Hu Jintao). Keuntungan tersebut terutama untuk para diplomat Australia dalam kampanye untuk mendapatkan kursi di DK PBB. Sebenarnya tidak disebutkan kekhususan Indonesia, hanya saja pihak Australia menyebutkan “a priority for us, always”. Berita yang hampir sama dimuat di Global Post dalam edisi 16 Juni 2013 dan The Guardian pada 16 Juni 2013.

Penyadapan yang dilaporkan The Guardian dan Australian Broadcasting Corporation bisa dikatakan sebagai sebuah tidakan yang cukup memalukan, culas dan tidak elok untuk dilakukan dalam konteks hubungan diplomatik yang sehat. Penyadapan ini dalam perspektif intelijen dipicu faktor potensi besar yang dimiliki Indonesia terutama terkait dengan kebangkitan abad ke-21 yang disebut dengan kebangkitan Asia Pasifik, dimana negara yang menjadi episentrum dari kebangkitan tersebut adalah Indonesia.

Indonesia selama ini menganut prinsip dalam hubungan internasional yang bersifat dynamic equilibrium serta zero enemies, thousand friends, sehingga penyadapan tersebut tidak bermakna apapun, karena Indonesia bukanlah negara yang mengancam negara manapun juga. Indonesia tidak memiliki intension (niat) yang membahayakan negara lainnya. Indonesia ingin menjadi negara yang rahmatan lil alamin bagi lingkungan strategis disekitarnya dan di wilayah global, sehingga penyadapan tersebut menjadi “meaningless”. Apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia dapat memahami bahwa kegiatan penyadapan adalah hal biasa yang dilakukan oleh negara-negara dalam rangka mendapatkan informasi dari negara yang menjadi target. Australia selalu menjadikan Indonesia sebagai saingan dan sekaligus ancaman.

Pemerintah Cukup Tegas

Terkait dengan penyadapan, Pemerintah Indonesia sudah menunjukkan respons dan sikap yang tegas dengan indikasi antara lain : pertama, Pemerintah kemungkinan membuka opsi untuk mengevaluasi berbagai kerjasama, khususnya bidang informasi dan intelijen dengan AS maupun Australia. Kedua, Pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius terhadap isu penyadapan. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memberikan sinyal yang tegas bahwa penyadapan selain melanggar etika diplomasi, dapat dimaknai sebagai agresi terhadap kedaulatan.

Jika kita cermati upaya yang telah ditempuh, sesungguhnya tidak cukup alasan untuk melihat bahwa pemerintah Indonesia terlalu lunak dalam merespons isu penyadapan yang dilakukan oleh AS, Australia atau bahkan siapapun yang melakukannya. Sikap pemerintah Indonesia telah menunjukan kematangan dalam diplomasi luar negeri dan dapat disandingkan dengan respons negara-negara Eropa yang juga menjadi korban penyadapan yang dilakukan oleh Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat. Oleh karena itu, pemerintah tidak perlu merespons provokasi politik yang justru kontraproduktif dengan langkah yang telah ditempuh.

Isu penyadapan seharusnya menjadi momentum bagi kita untuk menyadari bahwa perkembangan zaman selalu disertai dengan ancaman yang bersifat multidimensi, dan karena itu negara harus memiliki kemampuan mengenali setiap potensi ancaman sejak dini. Dalam konteks itu, intelijen menjadi kebutuhan mutlak untuk diperkuat sebagai garis pertahanan pertama menghadapi ancaman. Intelijen adalah salah satu pendukung utama agar negara dapat menjalankan kewajibannya yang mutlak kepada rakyat untuk menjamin bahwa ancaman terhadap keamanan dapat diketahui secara dini untuk menghadapinya sehingga, resiko dapat dicegah sejak dini.

*) Penulis adalah peneliti muda Forum Dialog (Fordial)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com