Bocoran Vault 7 dan Temuan CVERC Menyingkap Hegemoni Global AS di Bidang Cyber Melalui Aksi Spionase

Bagikan artikel ini

Sejak Edward Snowden membocorkan Program Prisma, terungkap bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menggunakan sarana computer dan internet untuk melancarkan cyber war terhadap negara-negara pesaingnya seperti Cina dan Rusia.

Maka itu kiranya cukup beralasan jika pemerintah Cina berulangkali menuding badan intelijen CIA mengerahkan senjata-senjata siber (cyber weapons) untuk cipta kondisi mendukung gerakan-gerakan people power seperti colour revolution di beberapa negara Eropa untuk menggulingkan pemerintahan negara-negara yang dinilai memusuhi AS dan sekutu-sekutunya (regime change).

 

Baca: CIA Accused of Long-Term Campaign of “Cyber Weapons” Use in China, Other Countries

 

Pun juga bagi Rusia atau Iran yang sama-sama dipandang musuh utama AS, tudingan pemerintah Cina bukan omong kosong melainkan nyata adanya. Apalagi menurut the National Computer Virus Emergency Response Centre (CVERC) yang bermitra dengan Chinese Security Firm 36, menengarai kemampuan CIA untuk menyebarkan botnet dan malware ke pelbagai negara di dunia.

Sekadar informasi. Botnet atau jaringan robot yang merupakan kumpulan dari beberapa perangkat (computer, perangkat seluler, server, perangkat lo T, dan sebagainya), yang sudah terinfeksi oleh malware dan saling terhubung melalui jaringan internet.

 

Endpoint Security - Endpoint Protection Concept - Multiple Devices Secured Within a Network - Security Cloud - Cloud - Cloud-based Cybersecurity Software Solutions - 3D Illustration

 

Adapun Malware merupakan perangkat lunak dari beragam jenis yang sengaja dirancang untuk mennyebabkan kerusakan pada komputer atau jaringan komputer. Seperti virus komputer, cacing komputer, perangkat pengintai, bahkan perangkat lunak beriklan.

Pada 2020 lalu Kementerian Luar Negeri Cina mengadakan sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang keamanan yaitu Qihoo, yang mana kemudian menemukan indikasi bahwa CIA selama lebih dari satu dekade secara aktif dan terus-menerus telah mengerahkan senjata-senjata sibernya terhadap berbagai kalangan sipil (civilian targets)

Negara-negara Barat blok AS pada umumnya tidak membantah keterkaitan kegiatan mereka dalam melakukan hacking atau penyintasan yang terintegrasi denan aksi-aksi spionase, namun mereka mencoba mempertahankan pembenaran moralnya dengan menuding Cina dan Rusia juga melakukan aktivitas serupa menggunakan perangkat-perangkat cyber untuk mencuri hak cipta intelektual (intellectual property) dari perusahaan-perusahaan swasta dengan melakukan infiltrasi melalui penyebaran perangkat-perangkat botnet dan malware seperti saya gambarkan sebelumnya.

Mengenai keterlibatan CIA dan pemerintah AS dalam operasi-operasi intelijen membantu penggulingan pemerintahan-pemerintahan yang tidak pro AS sebenarnya sudah semakin terkonfirmasi lewat bocoran WikiLeaks terutama terkait bocoran Vault 7. Bahwa AS terlibat secara aktif meski dari belakang melayar, ikut serta mendukung apa yang kelak disebut Revolusi Berwarna (color revolution) di Serbia, Georgia dan Ukraina.

 

 

 

Bahwa terungkap bahwa perangkat-perangkat botnet, malware maupun kuda troya, telah digunakan sebagai senjata-senjata cyber oleh CIA. Bahwa CIA secara terus-menerus menggunakan jaringan berskala global (a globe-spanning network) yang didukung perangkat-perangkat cyber seperti botnet dan server-server setempat, untuk menggangu negara-negara yang ditetapkan sebagai sasaran serangan cyber dengan menyebarkan malware.

Hanya saja informasi baru yang sangat penting sebagaimana dilansir oleh CVERC tersebut tadi, sayangnya hanya terpusat pada memfasilitasi dukungan yang diberikan oleh CIA terhadap para aktivis demonstran anti-pemerintah yang merupakan unsur-unsur garis depan dari skenario revolusi berwarna seperti terjadi di Serbia, Hongaria, Bulgaria, Georgia dan Ukraina.

Namun temuan CVERC tersebut tidak menyingkap ragam dan jenis senjata-senjata cyber yang bersifat offensif macam apa saja seperti misalnya jenis arsitektur jaringan yang memungkinkan komputer saling terhubung satu sama lain sehingga tidak memerlukan server pusat.

Jika CVERC berhasil pula membongkar macam ragam senjata-senjata cyber yang offensif, maka akan tersingkap pula bagaimana melalui jenis jaringan arsitektur jaringan tersebut, para pihak yang terlibat dalam operasi intelijen membantu para aktivis-aktivis penggerak revolusi berwarna saling berkomunikasi secara langsung. Bahkan ketika jaringan internet dimatikan atau disensor.

Bahkan di kawasan Timur-Tengah terungkap bahwa CIA telah memonitor jaringan internet beberapa negara di Timur Tengah dan bahkan CIA telah terlibat dalam operasi-operasi intelijen penggulingan kepala pemerintahan  setidaknya di 50 negara dalam kurun waktu selama 75 tahun.

Kembali ke bocoran the Vault 7, telah terkonfirmasi bahwa CIA memiliki bermacam-macam jenis senjata siber yang memiliki kemampuan offensif seperti kemampuan untuk menyintas atau hacking capability. Hanya sayangnya dari beberapa dokumen yang berhasil bocor, hanya mencakup beberapa perangkat senjata cyber yang dikembangkan hingga 2016 lalu.

Namun demikian pada 2020, Qiho pernah mengatakan bahwa perangkat-perangkat senjata siber tersebut terkoneksi dengan malware yang berhasil terditeksi melalui bocoran dokumen-dokumen Vault 7.

Berdasarkan jalinan dan konstruksi cerita tadi, sudah bisa dipastikan bahwa hegemoni cyber AS yang dimanipulasi oleh CIA, telah berekspansi ke pelbagai belahan dunia, dan telah bertekad untuk meningkatkan kemampuan perangkat-perangkat senjata cyber-nya sebagai perangkat pendukung aksi-aksi mata-mata atau spionase yang dilancarkan Washington. Sehingga secara otomatis, sistematis dan cerdas, berkemampuan melancarkan serangan-serangan cyber terhadap negara-negara yang dipandang sebagai musuh Amerika. Hal itu secara terang-benderang terungkap melalui 8,716 dokumen berdasarkan bocoran Vault 7.

AS memiliki gudang persenjataan cyber yang terbesar di dunia dengan membangun sejumlah perangkat-perangkat penyintas/hacking tools maupun senjata-senjata cyber yang bersifat offensif. Berdasarkan hasil investigasi, senjata-senjata cyber yang mana pemerintah AS terutama CIA menggunakan perangkat-perangkat malware berdasarkan spesifikasi dan standar yang telah ditetapkan, yang diarahkan ke sasaran-sasaran semua tipe dan platform termasuk IoTs beserta beberapa pola serangan.

Dengan bantuan dari Proyek Pengembangan Senjata Cyber, badan intelijen AS mampu memata-matai negara-negara yang mereka tetapkan sebagai sasaran. Untuk itu pemerintah AS tidak segan-segan berinvestasi dengan anggaran yang cukup besar di bidang teknologi maupun sumberdaya manusia.

 

Baca: China says NSA used multiple cybersecurity tools in attacks against Chinese university

 

Selama AS tetap berupaya mempertahankan hegemoninya di bidang cyber, maka AS layak disebut sebagai imperium penyintasan atau the Empire of Hacking.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com