Catatan Kritis untuk Capres Negeri Bahari

Bagikan artikel ini

Ferdiansyah Ali, dari Global Future Institute (GFI)

Nenek moyangku seorang pelaut, Gemar mengarung luas samudra, Menerjang ombak tiada takut, Menempuh badai sudah biasa…

Cuplikan sebuah lagu yang sangat patriotis dan menunjukan kebanggaan terhadap identitas asli negeri ini, yang sejak dahulu senantiasa mengingatkan kita bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa bahari yang sangat besar. Begitu perkasanya negeri ini menguasai lautan nusantara hingga membuat kekaguman pada dunia.

Dimulai dari Kerajaan Sriwijaya yang berhasil menjadi kekuatan menguasai dominasi wilayah nusantara seluruh Sumatera sampai Malaya. Kemudian Kerajaan Singosari Kertanegaran dengan daerah kekuasaan yang sangat luas meliputi Pahang, Melayu, Gurun (Indonesia Timur), Bakulapura (Kalimantan), Sunda, Madura, dan seluruh Jawa, hingga Bali. Dan puncaknya pada masa Kerajaan Majapahit dengan wilayah kekuasaan yang terbagi dalam empat kelompok wilayah : (1) wilayah-wilayah Melayu dan Sumatera : Jambi, Palembang, Samudra dan Lamori (Aceh), (2) wilayah2 di Tanjung Negara (Kalimantan) dan Tringgano (Trengganu), (3) Wilayah-wilayah di sekitar Tumasik (Singapura), (4) Wilayah-wilayah di sebelah timur Pulau Jawa (Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai Irian).

Daftar lengkap nama-nama wilayah taklukan Majapahit tersebut ada di bukuFruin-Mess (1919) “Geschiedenis van Java”, Fruin-Mess mengumpulkannya berdasarkan Pararaton, Negara Kertagama, dan Hikayat Raja-Raja Pasai).

Eksistensi bangsa ini sebagai negeri bahari tetap berlanjut ketika diperkuat dengan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang mendasari perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadi negara kepulauan (Archipelagic State). Kemudian konsep Indonesia sebagai negara kepulauan ini diakui dunia setelah Konvensi Hukum Laut Internasional / United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1982, kemudian Indonesia telah meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.

Berdasarkan pengakuan ini wilayah Indonesia mencapai 5,8 juta km2 (dari perhitungan secara kartografis). Di dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada di dunia, dengan kekayaan tak terhingga yang terkandung di dalamnya meliputi puluhan ribu spesies flora, fauna, dan mikroba. Ratusan spesies terumbu karang dan puluhan genera. Ditambah dengan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti aneka jenis ikan, udang, kerang mutiara, hewan kerang, rumput laut, kepiting, hutan bakau, dan beragam biota laut lainnya. Kemudian sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, timah, bauksit, gas alam, mangan, fosfor, bijih besi, gas alam, dan mineral lainnya. Belum lagi perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan yang sangat ideal untuk mengembangkan sumber energi kelautan seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Termasuk juga untuk pengembangan daerah wisata dan rekreasi laut dimana negeri ini begitu banyak memiliki pantai dengan panorama yang sangat indah. Begitu kaya bangsa ini dengan luas wilayah perairan yang dimilikinya.

Bahkan pada masa pemerintahan Bung Karno bangsa ini sempat menyandang gelar sebagai negara keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Iran yang memiliki armada laut terbesar. Jadi bila kita benar-benar resapi perjalanan besar sejarah bangsa ini sangatlah pantas para pendahulu kita begitu bangga dan sangat mengagung-agungkan nenek moyangnya sebagai seorang pelaut.

Ketidakpedulian terhadap Pengelolaan Pulau 

Lalu cukupkah kita dengan membanggakan sejarah besar bangsa ini. Padahal kondisi tersulit adalah upaya-upaya untuk mempertahankan, mengamankan dan mengelola dari apa yang sudah kita miliki di seluruh wilayah negeri ini. Masih segar diingatan kita betapa menyesalnya ketika Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari wilayah kesatuan Republik Indonesia. Meskipun banyak data yang dijadikan pegangan untuk memperkuat argumen kepemilikan kedua pulau tersebut tetapi tetap saja kita kalah oleh Malaysia dalam Mahkamah Internasional. Kekalahan tersebut dikarenakan “kehadiran” Malaysia di kedua pulau tersebut lebih intensif daripada Indonesia. Soal intensitas dan pendudukan, menjadi salah satu pertimbangan yang menentukan dalam keputusan sidang penentuan kepemilikan kedua pulau tersebut di Mahkamah Internasional. Dimana selama masa sengketa, Malaysia dianggap telah banyak memberikan kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan bagi masyarakat setempat. Sementara bangsa ini hanya acuh tak acuh terhadap keberadaan kedua pulau tersebut. Sebuah kelalaian yang semestinya tidak perlu terjadi.

Belum lagi adanya konflik Blok Ambalat yang sesekali muncul, menyusul klaim Malaysia terhadap Blok Ambalat sebagai bagian dari wilayahnya. Sudah sangat sering kapal-kapal perang negara Malaysia secara sengaja melewati batas teritorial negeri ini. Akan tetapi belum juga ada tindakan tegas dari pemimpin-pemimpin kita. Bukankah hal ini sudah sangat melecehkan martabat dan harga diri bangsa Indonesia.

Kondisi seperti ini haruslah menjadi pelajaran yang sangat berharga. Diluar Pulau Sipadan dan Ligitan masih banyak pulau-pulau yang tidak mendapatkan perhatian serius dari rezim pemerintahan bangsa ini. Terutama pulau-pulau terluar dari wilayah kesatuan Republik Indonesia. Lihat saja pada Pulau Rondo di perbatasan India, Pulau Berhala di perbatasan Malaysia, Pulau Nipah di perbatasan Singapura, Pulau Sekatung di perbatasan Vietnam, Pulau Marore, Pulau Maranpit, Pulau Miangas di perbatasan Filipina, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras di perbatasan Palau, Pulau Batek di perbatasan Timor Leste, Pulau Mangudu di perbatasan Australia. Di beberapa pulau tersebut secara ‘de facto’ sudah menjadi bagian dari negara tetangga. Dimana dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat setempat sudah terbiasa disuguhkan siaran televisi negara tetangga. Bahasa pergaulan yang digunakannya adalah bahasa asing. Hingga dalam transaksi jual beli pada aktifitas kesehariannya senantiasa menggunakan mata uang dari negara tetangga. Kondisi ini membuat secara tidak langsung penduduk pulau-pulau tersebut ada dalam suasana penguasaan negara tetangga.

Sektor Kelautan Membawa Kesejahteraan Rakyat

Sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga dari seluruh luas wilayahnya adalah terdiri dari lautan memiliki begitu banyak kekayaan sumber daya kelautan baik dilihat dari kuantitas maupun keragamannya. Dengan kekayaan laut yang melimpah ini, sayangnya belum termanfaatkan secara optimal. Sumber daya kelautan yang begitu melimpah ini hanya dipandang “sebelah mata”. Kalaupun ada kegiataan pemanfaatan sumber daya kelautan, maka dilakukan kurang profesional dan ekstraktif, kurang mengindahakan aspek kelestariannya. Bangsa Indonesia kurang siap dalam menghadapi segala konsekuensi jati dirinya sebagai bangsa nusantara atau negara kepulauan terbesar di dunia karena tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan dalam mengelola kekayaannya. Di satu sisi Indonesia memposisikan diri sebagai negara kepulauan dengan kekayaan lautnya yang melimpah, tetapi di sisi lain Indonesia juga memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan dalam industri modern, negara kita kalah bersaing dengan negara lain. Semua ini berdampak juga terhadap sektor industri kelautan sehingga menimbulkan banyak masalah berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan laut.

Bila kita perhatikan keragaman sumberdaya laut untuk jenis ikan diketahui terdapat 8.500 jenis ikan pada kolom perairan yang sama. Potensi perikanan tangkap diperkirakan mencapai 6,26 juta ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,007 juta ton. Seluruh potensi perikanan tangkap tersebut diperkirakan memiliki nilai ekonomi sebesar US$15.1 milyar.

Kemudian pengeksplorasian potensi Sumber Daya Alam (dalam hal ini tambang dan minyak) yang terdapat pada puluhan ribu pulau tersebut perlu dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Potensi sumber daya alam yang baru di eksplorasi di beberapa pulau ini perlu terus dikembangkan. Di identifikasikannya timah yang berada di Bangka dan Sumbawa, Aspal di Buton, penyimpanan minyak di Pulau Weh, Pulau Klab, Pulau Rondo. Endapan batubara di daerah marginal Kepulauan Nias. Sumber daya alam dan cadangan bahan galian untuk pertambangan skala kecil di Pulau Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Potensi sumber daya alam yang sangat besar ini mendorong diperlukannya investigasi teknologi yang terpadu untuk kemudian bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh bangsa Indonesia.

Menurut Deputi Bidang Pengembangan Kekayaan Alam, BPPT dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 milyar barel setara minyak, namun baru 16,7 milyar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 milyar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 milyar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 milyar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 milyar barel terdapat di laut dalam.

Perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan yang sangat ideal untuk mengembangkan sumber energi OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Hal ini dimungkinkan karena salah satu syarat OTEC adalah adanya perbedaan suhu air (permukaan dengan lapisan dalam) minimal 20 0C dan intensitas gelombang laut sangat kecil dibanding dengan wilayah perairan tropika lainnya. Dari berbagai sumber pengamatan oseanografis, telah berhasil dipetakan bagian perairan Indonesia yang potensial sebagai tempat pengembangan OTEC. Hal ini terlihat dari banyak laut, teluk serta selat yang cukup dalam di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan OTEC.

Dari data yang disampaikan diatas, sebenarnya masih banyak lagi yang dapat dilakukan dalam pengembangan sektor kelautan di negeri ini. Seperti pemenuhan prasarana dan infrastruktur transportasi laut yang masih sangat potensial. Pengembangan potensi pariwisata laut, sektor pariwisata tentunya merupakan salah satu potensi unggulan Indonesia untuk mendatangkan turis asing dan tentu saja devisa asing ke dalam negeri.

Bisa kita bayangkan bila negeri yang besar ini benar-benar ditangani secara baik, arif, dan bijaksana maka sejahteralah semua rakyatnya. Dan tidak mustahil bangsa Indonesia akan menjadi negara besar dan tidak lagi dipandang sebelah mata.

Catatan Kritis untuk CAPRES Tahun 2014 

Aura pencalonan presiden untuk pemilu tahun 2014 sudah mulai terasa. Para tim pendukung dari masing-masing calon sudah mulai melemparkan isu-isu sentralnya. Dari beberapa yang muncul belum ada satupun program yang ditawarkan menyentuh secara spesifik masalah sektor kelautan. Padahal, dari paparan yang disampaikan diatas, sektor kelautan adalah permasalahan yang paling fundamental di negeri ini sebagai sebuah negara kepulauan.

Dari pemaparan diatas semestinya para capres-capres yang akan berkompetisi pada pemilihan presiden nanti menjadi sadar dan dapat merenunginya. Sehingga dari potensi kelautan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat memberikan kesejahteraan rakyat.

Ada beberapa catatan kritis untuk para pasangan capres pada pemilihan presiden tahun 2012 ini sebelum benar-benar nantinya terpilih sebagai presiden yang memimpin sebuah negara bahari yang sangat besar ini, yaitu :

1) Wilayah perairan bangsa Indonesia yang demikian luas menjadi beban tanggung jawab yang besar dalam mengelola dan mengamankannya. Untuk mengamankan laut yang begitu luas, diperlukan kekuatan dan kemampuan dibidang maritim yang besar, kuat dan modern. Untuk dua hal tersebut (pengamanan dan pengelolaan), diperlukan batas laut yang pasti dan tegas sebagai “pagar” negara nusantara Indonesia dalam rangka melindungi, mengamankan dan menegakkan kedaulatan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Penegakan kedaulatan dan pengamanan wilayah perairan bangsa dapat dilakukan dan dipertanggung-jawabkan pada suatu negara yang batas-batasnya sudah pasti (diakui oleh kedua negara yang berbatasan dan untuk laut lepas sesuai dengan UNCLOS 1982) dan telah dilaporkan/didepositkan di PBB untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Semakin merebaknya gangguan dan ancaman di perairan nusantara akhir-akhir ini, semakin dirasakan pentingnya penentuan (penegasan) batas-batas laut. Upaya penegasan dan pengabsahan batas laut, kiranya harus menjadi tantangan dan perhatian segenap stake holder kelautan. Oleh karenanya harus masuk prioritas agenda pembangunan dimasa mendatang.

2) Indonesia belum bisa mengelola dengan baik keberadaan pulau-pulau kecil termasuk karang-karang yang ada pada terluar wilayah Indonesia. Selain sebagai bukti kuat batas wilayah negara, pulau-pulau dan karang-karang tersebut juga mempunyai prospek yang menjanjikan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Oleh sebab itu perlu adanya sinergi antar departemen dan instansi terkait dalam pengelolaan pulau-pulau dan karang terluar Indonesia melalui promosi pariwisata, program transmigrasi, pembangunan pusat ekonomi baru.

3) Selama ini program perpindahan penduduk dari Jawa, Madura dan Bali biasanya menuju pulau-pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) dan berorientasi ke arah pertanian. Kenapa pola ini tidak dikombinasi dengan perpindahan penduduk ke pulau-pulau kecil terluar Indonesia? Dengan demikian, pemerataan distribusi penduduk Indonesia secara geografis tetap tercapai, bahkan tercapainya tujuan lain seperti pertahanan dan keamanan. Aktivitas penduduknya pun tidak hanya berorientasi pada pertanian saja tetapi juga perikanan. Dengan adanya penduduk di pulau-pulau terluar tersebut maka tidak mungkin akan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang memberikan dampak terhadap perekonomian nasional.

Dengan berbagai kebijakan kelautan yang ditempuh ini, diharapkan adanya pembangunan kelautan yang sinergis dan terarah serta menyeluruh, sehingga tidak mustahil dengan pemanfaatan kekayan laut yang optimal akan menumbuhkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia menuju Indonesia yang adil, makmur, dan mandiri. Semoga! Sejahteralah Bangsa Bahariku!

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com