Cerita Seputar ASEAN dan Covid 19

Bagikan artikel ini

Ini bukan cerita bagaimana negara-negara ASEAN merespons krisis kesehatan akibat mewabahnya virus corona. Melainkan cerita tentang upaya ASEAN Gagalkan Skenario AS dan Barat Mengeksploitasi Pandemi Global Untuk Mengatur Dunia dan Mengendalikan Penduduk

10 negara yang tergabung dalam perhimpunan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dengan total jumlah penduduk sekitar 622 juta jiwa, berhasil mengatasi Pandemi Global Covid-19 relatif cukup baik dan nampaknya sudah mengarah kembali ke situasi normal. Selain tidak terlalu reaktif dalam menanggapi mewabahnya virus corona, juga karena fundamental ekonomi negara-negara ASEAN pra Pandemi memang cukup kuat.

Selain daripada itu, bertentangan dengan liputan-liputan berita dari kantor-kantor berita Amerika Serikat dan negara-negara Barat, jumlah korban Covid-19 diAsia Tenggara sebenarnya relatif kecil. Baik yang terinfeksi maupun  meninggal dunia akibat Covid-19.

Seperti terungkap dalam tabel di bawah ini, yang dilansir oleh  Gunnar Ulson, analis geopolitik dari New York, menggambarkan bahwa total jumlah korban kematian akibat Covid di Asia Tenggara hanya 2,079 orang. Menurut Gunnar Ulson ini jumlah yang relatif kecil untuk total jumlah penduduk Asia Tenggara yang dua kali lipat lebih besar daripada Amerika Serikat.

Brunei Darussalam : Dari 141 kasus, 1 orang yang meninggal dunia.

Kamboja: Dari 122 kasus , tidak ada yang meninggal dunia.
Indonesia: Dari 16,496 kasus, 1,076 yang meninggal dunia.
Laos:  Dari 19 kasus, tidak ada yang meninggal dunia.
Malaysia: Dari 6,855 kasus, 112 yang meninggal dunia.
Myanmar: Dari 181 kasus, 6 yang meninggal dunia.
Filipina: Dari 12091 kasus, 806 yang meninggal dunia.
Singapore:  Dari 26,891 kasus, 21 yang meninggal dunia.
Thailand:  Dari 3,025 kasus, 56 yang meninggal dunia
Vietnam: Dari 312 kasus, tidak ada yang meninggal dunia.

 Baca:

The COVID-19 Chronicles: ASEAN

Hanya sedikit, itupun kalau ada, rumah sakit-rumah sakit yang dibanjiri oleh para korban Covid. Begitu juga tidak ada laporan ihwal kekurangan peralatan kesehatan yang berakibat pasien dalam keadaan kritis.

Singkat cerita, Pandemi Covid-19 tidak segawat yang diberitak oleh media-media massa Barat. Dengan kata lain, seperti ditulis oleh Gunnar Ulson, dampak dari mewabahnya patogen itu minimal, dampak buruk pada ASEAN justru diakibatkan oleh diberlakukannya Lockdown itu sendiri, menyusul dinyatakannya Pandemi Global Covid-19 oleh WHO. Seperti tekanan dunia internasional untuk menutup wilayah perbatasan. Maupun penerapan Lockdown kepada penduduk sehingga aktivitas ekonomi dan produksi terhenti. Akibat dari kewajiban warga masyarakat untuk melakukan social distancing dan stay at home alias wajib tinggal di rumah saja.

Faktor adanya Lockdown inilah yang memicu dampak buruk terhadap perekonomian nasional negara-negara ASEAN. Begitupun, pelarangan perjalanan antar negara-negara ASEAN maupun antara negara-negara ASEAN dengan Cina secara bertahap dibuka kembali. Begitu juga sekolah-sekolah akan dibukan kembali secara berangsur-angsur.

Adapun sentra-sentra bisnis maupun tempat-tempat publik nampaknya masih perlu waktu untuk dibuka kembali, dalam rangka untuk tetap mendorong adanya Social Distancing dan kewajiban menggunakan masker. Meski tidak ada bukti yang cukup meyakinkan ihwal adanya penyebaran virus yang cukup serius. Ketimbang sekadar untuk menciptakan ketakutan dan kepanikan di kalangan publik.

Meskipun dampak patogen virus corona pada dasarnya minimal di ASEAN, tulis Gunnar Ulson, namun berbagai langkah yang dittempuh untuk menghentikan wabah Covid-19, membawa dampak bagi sektor sosial-ekonomi bagi negara-negara ASEAN.

Dampak Sosial-Ekonomi

Saat ini Indonesia, Thailand dan Malaysia, berada pada peringkat tiga teratas dalam Ekonomi ASEAN. Ketigta negara ini, menurut Gunnar Ulson, menderita kerusakan parah bukan akibat wabah corona itu sendiri, melainkan karena dampak penutupan wilayah perbatasan, berantakannya perencanaan bisnis baik dalam produksi maupun distribusi. Dan juga menimbulkan kelumpuhan masyarakat akibat dari diberlakukannya Lockdown.

Jutaan orang kehilangan lapangan kerja sehingga meningkatkan jumlah pengangguran, mati bunuh diri akibat kehilangan pendapatan rutin juga semakin meningkat. Jumlah orang yang berhutang juga semakin meningkat. Dengan begitu, meskipun dalam waktu dekat negara-negara ASEAN akan membuka kembali sentra-sentra bisnisnya maupun tempat-tempat umum untuk kembali ke situasi normal, namun masih belum jelas seberapa dalam dan seberapa lama dampak kerusakan sosial-ekonomi masih harus dialami dan diderita oleh masyarakat masing-masing negara ASEAN akibat dari Lockdown dan Shotdown.

Juga masih belum jelas apakah negara-negara ASEAN sudah punya rencana strategis untuk mengantisipasi penyebaran virus baru di masa depan. Sekaligus juga mengantisipasi kemungkinan tekanan internasional untuk memberlakukan Lockdown yang akan memicu bencana di sektor sosial-ekonomi seperti yang dialami sekarang.

Oleh sebab saat ini Cina merupakan mitra dagang ASEAN terbesar dan terpenting, dan saat ini negara-negara Asia sedang bangkit kembali dari keterpurukan akibat Covid-19, nampaknya ke depan perlu diciptakan blok perdagangan antar negara-negara Asia sehingga tidak bergantung pada negara-negara Barat. Mengingat Cina maupun negara-negara ASEAN, masih mengandalkan ekspor bahan-bahan mentahnya ke beberapa negara, termasuk negara-negara blok Barat. Padahal negara-negara Barat saat ini justru belum bisa bangkit dari keterpurukan akibat Covid-19 dalam waktu dekat.

ASEAN dan negara-negara Asia secara keseluruhan, jika negara-negara di kawasan ini secara konsisten tetap di dalam rel untuk bergerak kembali ke situasi normal, nampaknya akan berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan negara-negara Barat di arena global. Apalagi jika negara-negara dari Barat, tetap berupaya untuk menyeret Pandemi Global Covid-19 menjadi krisis berskala global yang lebih besar.

Satu fakta penting yang tak boleh diabaikan. Bahwa upaya berbagai kalangan yang didukung oleh special interest dari negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat, untuk memicu sentiment anti Cina, telah gagal total. Hampir di semua negara-negara ASEAN, solidaritas ASEAN-Cina malah semakin ditingkatkan di wilayah perbatasan negara-negara ASEAN dengan Cina. Kedua belah pihak sama-sama ingin secepatnya membuka kembali aktivitas bisnis, pariwisata, maupun kerjasama dalam skema One Belt One Road Initiative. Termasuk proyek-proyek pembangunan infstruktur terkait kerjasama ASEAN-Cina.

ASEAN sekarang dalam arah menuju normal, dan menghindari kosa kata the new normal, yang menurut Gunnar Ulson merupakan konsep yang digulirkan oleh kepentingan-kepentingan khusus yang disponsori AS dan negara-negara Barat. Maupun funding-funding internasional.

The New Normal pada hakekatnya justru akan menghambat kemajuan sosial-ekonomi negara-negara ASEAN akibat diberlakukannya pembatasan-pembatasan yang sebenarnya tidak perlu.

Singkat cerita, sejarah akan mencatat Pandemi Covid-19 bukan bagaimana negara-negara bangsa merespons krisis kesehatan yang timbul akibat mewabahnya virus corona, melainkan bagaimana menghentikan upaya negara-negara AS dan Barat untuk mengeksploitasi Pandemi Global untuk mengatur dunia internasional maupun untuk mengendalikan penduduk.

Gunnar Ulson, analis geopolitik dari New York.

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com