Pendiri studi Indonesia di Amerika ini punya sejumlah cantrik brilian yang terhitung “bengal”. Yang paling bengal di antara mereka adalah Benedict Anderson. Ben punya murid, Takashi Shiraishi, yang tak kalah bengal dari gurunya.
Kahin masuk Indonesia setelah merdeka untuk keperluan tunggal: melakukan riset lapangan disertasinya Nationalism and Revolution in Indonesia (terbit tahun 1952). Maklum negara baru merdeka ia pun terlibat dalam morat-marit keadaan di Indonesia. Tahun 1948, ketika Belanda membombardir Jogja, Kahin tinggal di Terban Taman. Serdadu Holland datang menggerebek kamarnya. Ia mencoba memerotes yang lantas disahut seorang tentara “halt, ezel” (diam, keledai).
Profesor yang ramah ini dikenang murid-muridnya sebagai empu yang santun dan rendah hati. Seorang penolong. Ketika Taufik Abdullah tiba di Cornell pertengahan tahun 1960-an ia kebetulan baru sebulan menikah. Sembilan bulan kemudian istrinya menyusul. Melihat beasiswa Taufik yang cekak Kahin mencari pekerjaan untuk istrinya, “buat keperluan biaya melahirkan anak kami yang pertama,” kenang penulis disertasi The Kaoem Moeda Movement in West Sumatera itu.
Deliar Noer sempat tertegun ia merasa belum pernah bertemu orang Barat sesantun Kahin dan muridnya Herbert Feith. Sikap Feith kayak orang Jawa, sering menunduk. Kahin jarang menunduk, “tapi sopannya bukan main,” kenang Deliar yang pernah dicekal rezim orba itu. Murid-muridnya terutama dari Indonesia, tanpa kecuali, tahu ia selalu senang bisa membantu mengatasi kesulitan mereka.
Sejak Kahin memulai riset di Indonesia dan mendirikan Cornell Modern Indonesia Project kiblat studi Indonesia terbelah dua mazhab: Leiden School dan Cornell School. Bila mazhab Leiden berbasis filologi dan politik kolonial mazhab Cornell berbasis politik-nasionalisme. Bila Belanda punya KITLV (Koninklijk Instituut voor Tall-Land-en Volkenkunde, berdiri tahun 1851) Amerika punya Cornell Modern Indonesia Project, berdiri tahun 1954. Meski lebih muda CMIP punya koleksi yang setara KITLV.
Kini guru dan murid itu telah tiada. Baik Kahin maupun Ben akan dikenang sebagai ilmuwan yang bukan hanya baik hati juga sangat menyintai Indonesia. Salam damai selamanya.
Darwati Utieh, wartawan senior.
Facebook Comments