Goldman Sachs dan Hantu Subprime Mortgage

Bagikan artikel ini

Rachmat Adhani-Analis Ekonomi GFI

Sentimen negatif kembali merasuki pasar keuangan global. Setelah krisis utang di Yunani mulai menemui titik terang, kini pasar diguncang oleh kasus tuntutan hukum Securities and Exchange Commission (SEC) terhadap Goldman Sachs. Tunutan tersebut terkait dengan perdagangan produk collateralized debt obligation (CDO).

Akhir pekan lalu, Goldman Sachs dituding melakukan penipuan yang dampaknya menyumbang terjadinya krisis keuangan global yang memuncak pada triwulan III 2008. Pada 2007, Goldman Sachs menciptakan dan menjual produk yang diberi nama Abacus 2007-AC1. Produk ini berhubungan dengan aset subprime mortgage, pangkal dari krisis keuangan global.

Goldman Sachs, penikmat dana talangan (bailout) senilai 12,9 miliar dollar AS hasil penyelamatan perusahaan asuransi America International Group (AIG), dinilai bersalah karena tidak mengungkapkan nama Paulson and Co, perusahaan lindung nilai (hedge fund) yang ditengarai terlibat pemilihan aset-aset yang dijadikan jaminan bagi produk tersebut.

Tak Transparan Soal Hedge Fund

Ternyata, Paulson and Co justru memiliki posisi yang berlawanan, dan ikut “memainkan” instrumen Abacus 2007-AC1. Mereka memprediksi produk ini akan gagal dan harga aset berbasis aset suprime akan jatuh sehingga hedge fund tersebut “bertaruh” dengan memasang posisi jual. Ini artinya Paulson and Co menghancurkan produk yang mereka rancang sendiri.

Aksi tersebut membuat investor mengalami kerugian, yang dilaporkan mencapai sekitar satu miliar dollar AS. Oleh karena itu, Goldman Sachs kini menghadapi tuntutan SEC, Bapepam LK-nya AS, atas tuduhan mencurangi investor dengan memberikan pernyataan yang salah dan mengabaikan fakta-fakta kunci seputar produk finansial yang berbasis subprime mortgage.

SEC mengajukan tuntutan kepada Goldman Sachs dan salah seorang direkturnya yang bernama Fabrice Tourre. Bahkan Tourre langsung ditahan. Namun, SEC sama sekali tidak menyentuh Paulson and Co. Menurut SEC, tidak ada dasar hukum yang dapat dikenakan untuk menuntut hedge fund tersebut. Sebaliknya, Goldman Sachs dan Tourre dituntut karena tidak menginformasikan kepada investor bahwa Paulson and Co mengambil keuntungan dari produk Abacus 2007-AC1.

Namun, SEC sendiri terbelah pada saat penentukan apakah akan menuntut Goldman Sachs atau tidak. Ketua SEC Mary Schapiro, besama dengan anggota komisioner Luis Aguilar dan Elisse Walter memilih melakukan penutuntan. Sedangkan anggota komisioner lainnya yaitu Troy Paredes dan Kathleen Casey menolak pengajuan penuntutan.

Reaksi Negatif Sesaat Pasar

Pasar mencium kasus Goldman Sachs ini dan menciptakan sentimen negatif. Bahkan kasus Goldman Sachs mampu menutup sentimen positif dari pendapatan Google yang meningkat 37 persen pada triwulan I 2010. Pertumbuhan tersebut merupakan pencapaian tertinggi sejak pertengahan 2008.

Pasar ternyata lebih condong untuk merespons kasus Goldman Sachs. Wall Street sempat terpukul oleh isu tersebut. Akhir pekan lalu, indeks Dow Jones turun 125,91 poin (1,1 persen) menjadi 11.018,66. Pelemahan tersebut menghentikan tren rally yang berlangsung sekitar sepekan. Sedangkan indeks Standard and Poor’s 500 melemah 19,54 poin (1,6 persen) menjadi 1.192,13. Sementara indeks komposit Nasdaq, turun 34,43 poin (1,4 persen) menjadi 2.481,26.

Tidak hanya di AS, sentimen negatif akibat kasus Goldman Sachs juga merambat sampai ke Asia. Akhir pekan lalu, beberapa bursa utama Asia serentak ditutup melemah. Indeks Shanghai melemah 34,664 poin (1,10 persen) ke level 3.130,302. Sementara indeks Hang Seng melemah 292,56 poin (1,32 persen) ke level 21.865,26, Nikkei-225 melemah 171,61 poin (1,52 persen) ke level 11.102,18, Straits Times melemah 10,41 poin (0,35 persen) ke level 3.006,53, serta KOSPI melemah 9,42 poin (0,54 persen) ke level 1.734,49. IHSG mengalami nasib serupa, ditutp melemah 21,859 poin (0,75 persen) ke level 2.878,671.

Dampak kasus Goldman Sachs juga masih dirasakan di Eropa. Indeks Stoxx Europe 600 melemah 0,7 persen menjadi 266,13. Level tersebut merupakan yang paling rendah dalam bulan ini. Sebelumnya, indek Stoxx Europe sempat terangkat saat Uni Eropa sepakat memberikan paket bantuan kepada Yunani.

Perlu Upaya ‘Early Warning’

Namun ternyata, imbas dari kasus Golman Sachs hanya temporer. Bahkan dalam waktu singkat, perdagangan saham sudah kembali pulih. Wall Street yang sempat terpukul kini mulai membaik. Indek Dow Jones menguat 73,39 poin (0,67 persen) ke level 11.092,05. Sementara indeks Standard and Poor’s 500 juga menguat 5,39 poin (0,45 persen) ke level 1.197,52. Di Asia, sentimen negatif juga sudah mulai terlupakan. Selasa (20/4). Indeks Nikkei-225 dibuka naik 57,95 poin (0,53 persen) ke level 10.966,72.

Meskipun  demikian, kasus Goldman Sachs bukan berarti dapat dilupakan begitu saja. Ke depan, sangat mungkin terjadi kembali kasus serupa apabila tidak ada pembenahan di sektor keuangan, terutama dalam hal pengawasan. Tanpa adanya pengawasan yang mumpuni, para pelaku sektor keuangan dapat menciptakan produk-produk yang berpotensi menyebabkan risiko sistemik terhadap perekonomian. Inilah yang terjadi pada krisis keuangan global 2007-2009, yang dampaknya masih terasa sampai saat ini.

Oleh karena itu, reformasi dan pengawasan sektor keuangan menjadi isu yang sering dibicarakan di tingkat internasional, salah satunya dalam forum G20. Negara-negara seperti Jerman dan Perancis sangat bernafsu mendesak G20 agar menaruh perhatian lebih kepada pengawasan sektor keuangan. Akhirnya, G20 menyepakati bahwa harus ada pengawasan yang ketat terhadap para pelaku di sektor keuangan, seperti lembaga rating maupun hedge fund. Jika tidak, maka potensi guncangan dan krisis akan selalu membayangi.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com