Green Economy, Mimpi Buruk Masa Depan Indonesia

Bagikan artikel ini

Priyo Pamungkas Kustiadi, Media Communication and Outreach Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)

KEHADIRAN Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi G20 dan RIO+20 di Mexico City dan Rio De Janiero Brazil menandakan keran besar skenario pengrusakan dimulai. Konsep Green Economy menjadikan mimpi buruk bagi dibebaskannya investasi asing masuk dalam usaha menurunkan hajat derajat kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai konsep penghancur, Green Economy masuk dalam lorong derita MP3EI dengan membagi kepulauan berdasarkan kebutuhan bisnis bagi pemodal. Jelas BAPPENAS punya peran dalam perencanaan penghancuran ekonomi rakyat Indonesia.

Dalam kehadiran Susilo bambang Yudhoyono jelas terdapat agenda terselubung. Faktanya agenda Green Economy dan konsep Blue Economy yang dibawa dalam pertemuan adalah sebuah bentuk rancangan BAPPENAS justru melahirkan keuntungan bagi pemodal.

Konsesus pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) membuat tiga pilar yaitu faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dari sana dilihat bahwa tiga pilar tersebut lebih kepada pembangunan berbasis ekonomi kapital. Jelas bahwa Indonesia sebagai ladang bisnis bagi negara maju dengan dibungkus secara menarik melalui konsep jual beli karbon dan investasi pertambangan.

BAPPENAS sebagai kementerian yang dibuat melakukan penyiapan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan melalui pengerjaan proyek dari keangkuhan rezim SBY-Boediono. Proses mengobral seluruh kekayaan sumber daya alam untuk diserahkan pengelolaannya kepada asing justru melahirkan penjajahan gaya baru.

Indonesia sebagai negara kepulauan, oleh BAPPENAS sudah dikavlingkan berdasarkan komodifikasi ekonomi. Proses inilah menjadi alat penjajahan bagi masyarakat adat melalui REDD bagi kehutanan dan Coral Triangle Initiative (CTI) untuk kelautan.

Akibat dari pembuatan perencanaan BAPPENAS saat ini 200 warga sekitar Teluk Tomori-Teluk Tolo, Morowali, mengalami penghancuran generasi dengan rusaknya pesisir pantai dan laut biru menjadi merah akibat usaha penambangan nikel. Belum lagi tiga warga Sumba di tahan akibat kriminalisasi aparat terhadap penolakan penambangan mangan.

BAPPENAS telah merancang Indonesia menjadi barang dagangan bagi investor asing. Jalur sutra perdagangan kembali dibangun dengan merenggut kedaulatan pangan, air dan energi. Hak atas memperoleh kehidupan yang layak telah tergusur dan memberikan mimpi buruk bagi setiap orang.

BAPPENAS dengan perencanaan Green Economy telah melahirkan kesempatan bagi kepala daerah juga ikut serta dalam pemusnahan massal warga dengan label pembangunan keberlanjutan. Terbukti 71% wilayah kota Samarinda adalah konsesi pertambangan dan kota dengan sebutan tak layak huni.
 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com