Hillary Clinton dan Shoah Suriah

Bagikan artikel ini
Pada tahun 1982, Oded Yinon, seorang wartawan Israel, yang sebelumnya memiliki keterkaitan dengan Kementrian Luar Negeri Israel, menerbitkan dokumen yang berjudul ‘A Strategy for Israel in the Nineteen Eighties.’ Rencana strategis ini kemudian dikenal dengan ‘Oded Yinon’s Plan’ yang menyebutkan bahwa Israel harus mempertahankan superioritasnya di kawasan, dan karena itulah, maka negara-negara Arab, tetangganya, harus dipecah berdasarkan unit sekterian melalui perang tanpa akhir. Oded Yinon’s Plan secara tersirat menunjukkan bahwa jika dunia Arab dan kaum Muslim saling membunuh satu sama lain, maka hal ini adalah ‘polis asuransi’ bagi Israel.
Banyak pengamat Timur Tengah dan urusan luar negeri Amerika sekarang menyadari bahwa kekacauan di Timur Tengah memiliki banyak hubungan dengan Israel dan lobi-lobi Yahudi di seluruh dunia. Namun, baru-baru ini berkat bocornya email dari Hillary Clinton, maka kita bisa mengkonfirmasi kebenaran dari ‘Oded Yinon’s Plan – secara de facto, merupakan strategi Israel untuk menciptakan kekacauan sekterian di Timur Tengah.
Menurut Wikileaks, arsip dari Hillary menunjukkan bahwa pada tahun 2012, dinas intelejen Israel menganggap bahwa potensi perang Sunni-Syiah di Suriah merupakan perkembangan yang menguntungkan bagi negara Israel dan Barat.
Dalam sebuah email yang dikirim oleh Sidney Blumenthal untuk Hilary Clinton, disebutkan bahwa Iran akan kehilangan sekutunya di Timur Tengah jika Presiden Suriah Bashar Al Assad jatuh, dan jatuhnya Assad sama sekali bukanlah hal yang buruk bagi Israel.
Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa dalam email kepada Clinton, Blumenthal juga mengutip pandangan alternatif yang lebih masuk akal dan kurang antusias tentang eskalasi di Suriah. “Para pejabat keamanan Israel percaya bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yakin bahwa perkembangan ini (memperluas perang sipil Arab) akan mempan untuk menyebabkan mereka membiarkan Israel, yang hanyalah ‘musuh di perbatasan’.”
Email ini memungkinkan kita untuk melihat perdebatan politik Israel pada tahun 2012. Israel harus memutuskan apakah mereka akan menghancurkan Suriah untuk melemahkan Iran? Atau alternatif lainnya, apakah harus menghajar Iran langsung untuk menghancurkan Iran? Sejarah menunjukkan bahwa keputusan yang diambil adalah opsi pertama, bahwa yang harus dihancurkan pertama kali adalah Suriah. Dan hasilnya sangat mengecewakan Israel karena kini Iran jauh lebih kuat dibandingkan sebelumnya.
Mengejutkan, pada akhir 2015, setelah bertahun-tahun tahun perang saudara Suriah dengan ratusan korban jiwa dan jutaan orang mengungsi, Hillary tampaknya masih menggunakan formula ‘bahwa kekhawatiran Israel terhadap Iran harus dibereskan dengan berperang dan mengorbankan rakyat Suriah’. Dalam sebuah email yang ditulis oleh Hillary, 30 November 2015, ia menulis, “Cara terbaik untuk membantu Israel dalam mengatasi kemampuan nuklir Iran yang meningkat adalah dengan membantu rakyat Suriah menggulingkan rezim Bashar Al Assad.”
Israel bukanlah satu-satunya yang harus disalahkan untuk shoah (bencana) Suriah. Hillary juga turut andil dan harus bertanggung jawab. Saya menyarankan kepada Nyonya Hillary untuk mempertimbangkan mengundang beberapa pengungsi Suriah untuk menetap di kotanya. Langkah seperti itu akan membuktikan bahwa ia memiliki empati, memiliki kasih sayang, dan mudah-mudahan ia merasa menyesal.
Giladz Atzmon adalah seorang penulis berdarah Yahudi, namun menentang keras pendudukan Israel dan Zionisme. Tulisan ini diterjemahkan dari artikel di blog pribadinya, http://www.gilad.co.uk/
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com