Yaman dan Dinamika Blokade Laut Merah (Bagian 1)

Bagikan artikel ini

Perang di Laut Merah semakin panas dengan sebuah berita yang dilansir Ryan Novosti Russia yang mengklaim mendapatkan sumber yang dekat dengan militer Yaman, “Yemen Armed Forces memiliki rudal hypersonic atau sukses melakukan uji coba rudal hypersonic dengan kecepatan 8 Mach”.

Dunia militer terkejut dengan berita ini, karena jenis rudal ini, diyakini teknologinya baru dimiliki oleh Russia, Iran, China dan Amerika. Yaman sendiri tidak membenarkan atau menolak berita yang dilansir oleh Ryan Novosti, namun Ansharullah menyampaikan secara terbuka telah sukses menguji rudal yang telah diupgrade kecepatan dan hulu ledaknya. Para pandit berspekulasi kemungkinan rudal yang diupgrade adalah jenis rudal yang mirip dengan rudal MaRV Kheibar Sekhan milik Iran yang tampak dalam parade militer Yaman. Jenis rudal ini bukan MaRV biasa, namun memiliki jenis lintasan depressed trajectory, kemampuan bermanuver dan jika diupgrade dengan TVC trust vectory control, actuator dan kekuatan booster hulu ledaknya (final stage), bisakah mendekati HGV-hypersonic glides vehicle Fatah I Iran.

John Kirby, juru bicara US security council secara resmi mengatakan, tidak ada indikasi bahwa pasukan Yaman memiliki akses terhadap senjata hipersonik. Pejabat Amerika ini menyebut laporan media pemerintah Rusia itu tidak benar.

Paling tidak, ada dua alasan kenapa John Kirby memberikan pernyataan ini. Pertama, secara internal bantahan ini untuk menenangkan personil US Navy dan Inggris yang saat ini beroperasi di Laut Merah dan Laut Arab. Sebelumnya seorang perwira Centcom mengakui dalam program 60 menit, USA Navy mengalami situasi yang paling dinamis di Asia Barat yang tidak pernah mereka rasakan dalam 4 dekade terakhir. Dia mengatakan, officer air defence kapal perang Amerika di Laut Merah atau di Laut Aden hanya memiliki waktu 13-15 detik untuk memutuskan tindakan yang harus dilakukan untuk menangkis rudal ballistik anti kapal Yaman. Artinya extremely dangerous. Dari statementnya tersirat kritik pada kinerja intelligen militer, dia mengatakan, tidak bijaksana memasuki medan perang dengan tidak memahami kondisi yang sebenarnya. Tentu dengan berita Yaman memiliki rudal Hypersonic, akan memberi tekanan lebih secara psikologis personil yang bertugas, karena secara praktis kekuatan kapal perang USA saat ini tidak memiliki kemampuan bertahan dari serangan rudal hypersonic. Alih-alih rudal hypersonic, kapal perang USA dan NATO untuk pertama kali dalam sejarah harus mengatasi rudal ballistic anti kapal.

Kedua, berita militer Yaman telah berhasil menguji coba rudal hypersonic dan segera mengopersikannya akan menjadi berita buruk bagi aliansi USA, Israel dan negara-negara Arab. Saat ini hanya 4 negara yang diyakini memiliki teknologi rudal hyersonic; Russia, China, Iran dan USA. Russia, China dan Iran sudah sampai pada tingkat operasional dan meningkatkan deterrence militernya, sedangkan USA sampai saat ini masih pada tahap uji coba. Kepemilikan teknologi rudal ballistic hypersonic akan menempatkan Yaman sebagai negara ke-5 yang memiliki teknologi ini. Mengingat persaingan senjata hypersonic ini dan USA merasa tertinggal, Biden telah menandatangai nota segera untuk akselerasi penelitian, engineering, manufacturing dan menjaga supplay chain industri senjata hypersonic di USA seperti dilansir defensescoop. Paling tidak yang dikejar dengan segera adalah project cruise missile dan rudal balistik. Jika project-project ini berjalan sesuai rencana dan sukses, paling tidak baru 5 tahun lagi senjata hypersonic akan melapisi arsenal persenjataan Amerika di semua matra.

rudal hyersonic

Dalam hal teknologi rudal ballistic anti kapal (AshBM), diketahui hanya ada dua negara; Iran dan China yang memiliki teknologi ini. Dengan arsenal rudal balistik anti kapal yang dimiliki oleh militer Yaman, menempatkan Yaman sebagai club tiga negara yang memiliki teknologi ini dan terbukti efektifitasnya di dalam perang yang sebenarnya. Yaman juga mencatat sejarah menjadi negara pertama yang menggunakan rudal balistik anti kapal dalam perang yang sesungguhnya melawan kapal perang Amerika dan Inggris. Rudal balistik anti kapal Yaman juga sangat presisi, mengingat rudal ini bisa memilih sudut kapal mana yang di target sehingga tidak memakan banyak korban nyawa. Yaman menunjukkan sisi kemanusiaannya dalam perang, dan sesuai janjinya tujuan operasi militernya hanya mencegah kapal cargo yang menuju pelabuhan Palestine pendudukan atau Israel melewati Laut Merah bukan membunuh awak kapal. Saat ini eskalasi makin meluas, kapal dagang Israel di Laut Hindia menuju Tanjung Harapan, Afrika Selatan juga akan menjadi sasaran drone dan rudal Yaman.

Republik Yaman atau Houthi Yaman?

Media Barat dan media arus utama di Indonesia selalu menyebut AS dan Inggris memerangi kelompok Syiah Houthi Yaman, yang didukung Iran, untuk mengamankan kebebasan pelayaran internasional. Pada awal perang, Yaman hanya mentarget kapal Israel atau yang menuju Israel, yakni kapal yang tidak mengindahkan peringatan Angkatan Laut Yaman untuk tidak melewati Bab al-Mandeb atau Laut Merah. Namun dengan agresi langsung US dan Inggris ke wilayah Yaman, kemudian Yaman Armed Forces meningkatkan operasinya dengan menyerang semua kapal-kapal cargo milik US dan UK. Meski operasi militer ini dilakukan oleh Yemen Armed Forces, namun istilah Houthi, Syiah dan proxy Iran selalu terngiang di kuping pendengar berita. Istilah yang terus diulang media ini tentu menyederhanakan dan menyesatkan.

Republic of Yemen atau Yemen Salvation Govermnet yang berpusat di ibu kota Sana’a adalah hasil reformasi tuntutan rakyat Yaman Arab Spring dimuai tahun 2011 di era Presiden Ali Abdullah Saleh. Ansharullah (nama organisasi kelompok Houthi) bersama rakyat menggelar demonstrasi rutin menginginkan reformasi politik yang mencerminkan keterwakilan yang lebih adil dalam pemerintahan. Ditengah suasana tuntutan rakyat, ada kejadian bom meledak disekitar masjid membuat Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh cidera dan harus dirawat di Saudi. Abdurrabouh Mansour Hadi wakil Presiden kala itu menggantikan sementara Ali Abdullah Saleh. Kemudian, seakan memenuhi tuntutan rakyat, Mansour Hadi menyelenggarakan pemilu presiden. Namun pemilu presiden hanya diikuti satu satu calon Presiden, Mansour Hadi sendiri. Dari hasil pemilu ini Mansour Hadi secara resmi menjadi Presiden Yaman tahun 2012. Tentu rakyat Yaman masih demonstrasi dan tidak puas dan masih menginginkan reformasi politik karena meganggap pemilu akal-akalan sudah disetting satu calon Presiden saja dan belum memenuhi harapan rakyat.

Ali Abdulah Saleh setelah sembuh dan kembali ke Yaman, tidak menjadi presiden lagi namun masih mempunyai kekuatan politik. Pertama, dia ketua partai the general people’s congress yang mayoritas mengontrol parlemen Yaman. Kedua, putranya yang menjabat komandan Garda Republik, tentara yang menjaga istana Presiden yang kekuatannya kurang lebih 10,000 pesonil. Sedangkan Mansour Hadi, kekuatan politiknya didukung oleh Mohsen al-Ahmar yang menjabat Panglima Angkatan bersenjata Yaman, namun tidak memiliki kekuatan di parlemen. Pada saat yang sama jutaan rakyat masih demonstrasi menuntut reformasi, yang seringkali Mansour Hadi atau militer menggunakan al-Qeda untuk melakukan pemboman acak dimana korbannya banyak dari kelompok Ansharullah.

Ali Abdullah Saleh merasa dikhianati oleh Mansour Hadi wakilnya waktu itu, dia merasa bom yang meledak di masjid dan membuat dia terluka diotaki oleh orang dalam sendiri. Kemudian Ali Abdullah Saleh diam-diam berkoalisi dengan Anshaullah Houthi. Dengan senjata yang diberikan oleh Ali Abdullah Saleh dari Garda Republik, Ansharullah pada tahun 2014 melakukan gerakan bersenjata berhasil mengamankan tempat-tempat vital negara kurang dari sehari tanpa perlawanan bersenjata dari Angkatan Bersenjata Yaman. Terlihat disini seakan ada komunikasi dengan Angkatan Bersenjata Yaman. Gerakan ini berhasil menekan Mansour Hadi untuk melakukan reformasi politik dan berjalan sukses. Hasilnya adalah pembentukan presidium atau dewan kepresidenan yang terdiri beberapa orang untuk mengakomodir semua kekuatan politik di Yaman. Dewan kepresidenan ini dikukuhkan oleh parlemen, dimana perwakilan Ansharullah/Houthi ada didalamnya dan mendapat jatah menjadi ketua, sedangkan Presiden Yaman tetap Mansour Hadi. Dengan terbentuknya dewan kepresidenan ini maka keputusan politik penting Mansour Hadi harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada presidium/dewan kepresidenan.

Amerika dan Saudi tidak puas dengan reformasi politik ini dan memaksa Mansour Hadi untuk mengundurkan diri. Ansharullah Houthi memohon Mansour Hadi tidak mengundurkan diri, karena pengunduran diri akan menimbulkan krisis politik yang berkepanjangan. Namun Mansour Hadi mengikuti keinginan Amerika dan Saudi untuk mengundurkan diri, karena Saudi dan Amerika berfikir apa gunanya menjadi Presiden Yaman yang kebijakannya harus independen dari kepentingan Saudi dan USA? Ketika Mansour Hadi mengudurkan diri, parlemen akhirnya juga mencabut dukungan terhadap Mansour Hadi. Tahun 2015, Ali Abdullah Saleh terbuka berkoalisi dengan Ansharullah. Kemudian pemerintah Yaman dijalankan oleh perdana menteri dari the General People’s Congress dan diawasi langsung oleh Supreme Political Council dimana ketuanya dari Ansharullah yang fungsinya seperti presiden. Sayed Abdul Malik al-Hothi sendiri meskipun menjadi pemimpin Ansharullah, tidak memiliki jabatan apapun dalam struktur pemerintah Yaman.  (Bersambung ke Bagian 2)

Oleh: Mujtahid Hashem
The Axis of Resistance Institute

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com