Indonesia: Pertarungan Saham Cina VS AS dan Omnibuslaw sebagai Pintu Masuk Investasi Asing.

Bagikan artikel ini

Bayangan sejarah adalah cahaya bagi kehidupan masa kini, dimana penyaksian terhadap pembantaian, penculikan, kekerasan sampai penundukan atas wilayah, telah berlangsung di Indonesia semenjak arah navigasi ekonomi menuju ke kawasan teritorial bangsa ini. Dimana para aristokrasi duduk berdampingan dengan para company-company kolonial dan menyisahkan perbudakan serta penjarahan pada rakyatnya sendiri.

Kali ini aku menggunakan hak konstitusiku sebagai warga negara, yakni berhak menyampaikan pendapat!

Titik balik pergeseran geo-ekonomi global semenjak abad ke-19.bergerak dari kawasan Atlantik menuju kawasan Asia Tengah ke Asia Tenggara, Pergeseran itu ditandai dengan kondisi dan daya dukung produksi ekonomi sebuah negara mengalami defisit, Sehingga solusi alternatif negara-negara bersangkutan mencari zona nyaman untuk memperkuat dan menjaga kestabilan ekonomi.

lantaran karena dalam panggung hubungan produksi internasional di dominasi oleh kelas Kapitalisme yang mana masing-masing memperkuat sistem perdagangan, jika ada yang kalah maka rela menyerahkan kedaulatan wilayahnya semena-mena, lantaran kepntingan modal, Sementara dalam wilayah itu terdapat tenaga kerja (Massa Rakyat), dari beragam sektor, dari buruh, tani sampai pada level kaum miskin yang tak tertolong. Namun gambaran umum ini masihlah normatif.

Meskipun begitu normarif, entripoinya adalah bisa menilisik secara sistemik matarantai sistem kapitalisme global dan pergerakan dalam tubuh kapitalisme itu sendiri.

Untuk mencari zona ekspansi dagang, Kapitalisme menciptakan rekstrurisasi ekonomi politik, dimana negara yang dulu oleh kapitalisme dijadikan alat untuk tujuan eksploitasi,kini sudah tidak lagi, Semisalkan akhir abad ke 18 Negara kolonial seperti Inggris, Prancis dan Belanda menggunakan reformasi ekonomi terhadap bangsa indonesia dengan strategi imperialisasi terhadap wilyah yang ditargetkan, akhirnya melahirkan penjajahan dan perang selama ratusan tahun.

Namun pada awal abad 21, Bukan lagi Negara melainkan Pasar yang menjadi alat untuk imperialisasi, atau yang disebutkan dengan NeoIberalisme dan New World Order (Tatanan Dunia Baru). Ini kemudian menjadi cheking point jika kita melihat betapa penting Indonesia dimata pasar global. terutama pasar bagi dua Negara yakni Cina dan AS yang berlawanan kutub dan sekutunya. Lewat AS dengan Jepang, Inggris, Arab Saudi,dan Israel sedangkan Cina, Rusia, India Brasil, Afrika, Turki, dan Iran.

Negara-Negara ini sementara sebagai safety dan juga Brokers Hubungan Perdagangan Global, lantaran ingin menguasai pasar. Pernyataan yang sama oleh Stephen Olson-Jurnalis-Hinrich Foundation. Ketegangan perdagangan meningkat karena -Technologi penggunaan ganda,proteksionisme perdagangan dan resiko geo-politik. Perdagangan bebas dan resiko geopolitik yang punya relasi dengan keamanan nasional.

Ada tiga indikator, yakni:
-Meningkatnya teknologi penggunaan ganda baru (Teknologi sipil dan Militer)
-Intensifnya masalah geo-politik
-Proyeksi WTO (World Trade Organisation)

Misalkan Tecnologi yang memonitoring kemananan nasional (cyber space), internet of think-Technologi 5-G A-1 dan project Kota pintar-Desa Pintar, Mobil Listrik, jalan pintar dan lain sebagainya. Implikasinya adalah perubahan iklim sosial yang menandai pengerusakan alam dan lingkungan hidup rakyat.

Kalau di perhatikan Opsi ini termaktub dalam RUU Cilaka alias OmniBusLaw. Sebab dalam pertemuan Luhut B.Pandjaitan di AbuDhabi (Februari/2020//Tempo.co) program ini dibahas sebagai rangkaian bisnis yang ditawarkan oleh Lembaga non-Pemerintahan AS yakni Development Financial Coorporation (DFC) lewat Payung IMF. Yang lain misalkan Drone-keandaraan udara tak berawak, nirkabel, aplikasi cuaca serta satelit militer untuk pengintaian dan navigasi, yang berpotensi sensitif.

Narasi yang sistematis ini justru bagian dari peralakuan program bisnis AS guna memblokade Aktifitas perdagangan bebas Cina di laut Cina selatan, dengan mengundang Inggris sebagai the Invisible Actor, yaitu PM Inggris Antony Blair yang juga terlibat dalam perang irak tahun 2003, kini sebagai dewan koordinator pengarah pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan, sebab selain Natuna, Kalimantan juga kawasan strategis untuk dilibatkan untuk mengunci Cina di laut Cina selatan menuju Pasifik yakni Biak.

Namun hasil akhirnya tidak memberi efek ganda bagi saham dan perusahan Cina di Indonesia dan kawasan strategis laut Cina selatan, karena Cina beroperasi mennggunakan siasat politik countainer, masuk dan perangi dari dalam keluar,lewat operasi kapal AL Cina di Natuna dibeberapa bulan kemarin. Selain itu akselerasi industri technologi perdagangan meningkat dari kubu Cina, salah satunya adalah sanksi Huawei mempromosikan 5-G Cina untuk memimpin global dan mempercepat daya dukung industri marinthermo, hal ini pernah memunculkan peristiwa yang kita kenal dengan pembantaian suku Ughiur di Xinjiag-Cina yang bersebrangan dengan Laut Cina Selatan, dimana wilayah ini sengketa antara Jepang, AS, Korsel-Korut dan Cina. Bertubi-tubi upaya neo-kolonialisasi yang dilakukan oleh AS mampu diimbangi oleh Cina lewat papan catur Indoesia sebagai sebagai buffer zone dari dua Negara.

Hingga ketidakpuasan inilah AS meng-Klik aktor dalam negri yang paham betul strategi perang kawasan yakni playmaker strategis yang ada dalam kabinet, terutam cheking possision (Menteri Perindustrian dan Perdaganagan, Menteri Kemaritiman Dan Investasi, Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan dan Keamanan) seperti mereka menggunakan Suharto untuk mengikat kaki Komunis dan para pemimpin Nasionalis di Indonesia masa perang dingin (Cold War), Untuk membantu menutupi expansi jalur perdagangan bebas Cina di Asia Tengah dan Pasifik.

Kini NCV-19 terkesan memporak-porandakan sistem ekonomi nasional dan regulasi semisalkan ombnibuslaw yang terprogramkan sebagai dalil pembunuhan ekonomi oleh Kalpitalisme Global dan resiko terhadap geoekonomi dan geostrategik kawasan.

Jika kesadaran bersatu tidak ada pada setiap warga negara, serta memiliki kelemahan dalam hak kosnstitusinya. Maka resiko berbaris dalam penjajahan terus berkepanjangan.

Vino Stoevsky, Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Maluku Utara 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com