Rusman, Peneliti Global Future Institute (GFI)
Perlakuan terhadap pekerja migran di Arab Saudi khususnya pekerja atau pembantu rumah tangga sudah menjadi isu lama. Banyak pekerja migran dieksekusi di Arab Saudi daripada di negara-negara lain. Menurut sejumlah kelompok hak asasi manusia, lebih dari 45 perempuan Indonesia menerima hukuman mati dari pemerintahan Arab Saudi.
Beberapa LSM percaya bahwa jumlah pekerja rumah tangga asing yang dihukum mati itu pastinya lebih banyak lagi karena pemerintah Saudi tidak mempublikasikan jumlah tersebut secara resmi. Meskipun sebagian besar adalah wanita Indonesia, ada juga dari Filipina, India, Ethiopia, dan Thailand yang menerima hukuman mati.
Selain itu, mereka juga mengalami penangkapan dengan tuduhan palsu seperti pencurian, penyerangan dan bahkan ilmu sihir. Seringkali yang menjadi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual dituduh karena melakukan perzinahan dan percabulan. Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, sebuah kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa di tahun 2010 saja, tercatat lebih dari 5,560 laporan kekerasan fisik dan seksual di Arab Saudi.
Infrastruktur hukum yang lemah dikombinasikan dengan kurangnya hak-hak hukum telah membuat akses terhadap keadilan sangat lemah. Banyak pekerja asing tidak memiliki cara untuk membela diri karena kurangnya akses ke pengacara dan penerjemah. Seluruh percobaan dilakukan dalam bahasa Arab dan banyak di antara pekerja asing tersebut dicegah dari upaya upaya menghubungi kedutaan mereka. Kurangnya investigasi yang tepat dan proses hukum memungkinkan pelaku untuk melarikan diri dari keadilan.
Hukum perburuhan Saudi Arabia mengecualikan pekerja rumah tangga, menyangkal hak mereka atas hak-hak yang dinikmati pekerja di sektor lain seperti uang lembur dan hari libur. Sistem kafala (sponsor) mengikat pekerja untuk majikan mereka berarti majikan memiliki kontrol penuh atas kemampuan pekerja untuk mengubah pekerjaan atau bahkan meninggalkan negara itu. Paspor mereka disita untuk mencegah setiap upaya untuk melarikan diri.
Permintaan terus-menerus dari Indonesia untuk memperbaiki kondisi kerja kerap diabaikan oleh pemerintah Arab Saudi. Negara tersebut sudah kehilangan rasa hormat dari sejumlah negara di Asia, termasuk Thailand dan Sri Lanka.
Eksekusi terhadap pembantu Sri Lanka Rizana Nafeek menyebabkan protes internasional meskipun banyak permohonan grasi oleh pemerintah Sri Lanka, Rizana dipenggal pada 9 Januari 2013. Badan Pembantu merubah tanggal lahir Rizana dalam rangka untuk memungkinkan dia untuk bekerja di Teluk. Rizana yang masih belia ketika ia tiba di Arab Saudi diserang dan dipaksa menandatangani pengakuan untuk mengakui bahwa dia mencekik bayi di bawah asuhannya. Sri Lanka tidak lagi mengiinkan siapapun yang berusia di bawah 25 tahun untuk bekerja di luar negeri.
Pada Juni 2011, Indonesia melarang pekerja rumah tangga dari bepergian ke Arab Saudi untuk bekerja menyusul kegagalan Riyadh untuk memberitahu kedutaan Indonesia terkait eksekusi terhadap Ruyati binti Saputi, yang dihukum karena memukul istri majikannya sampai mati dengan pisau daging. Arab Saudi membalas dengan memberlakukan larangan untuk perekrutan pekerja rumah tangga dari Indonesia. Pada saat larangan tersebut diberlakukan, masih ada lebih dari 1,5 juta pekerja Indonesia di Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia telah meminta Arab Saudi untuk menandatangani perjanjian yang akan melindungi hak-hak pekerja migran. Syarat dari perjanjian baru tersebut mencakup asuransi kerja dan kesehatan, membayar minimal 4,5 juta rupiah (£ 305) per bulan, menerima biaya untuk perawatan selamat sakit dan masa libur yang memadai. Jika Saudi menolak, Indonesia akan melanjutkan larangan dan Saudi mengatakan mereka akan menolak untuk menandatangani kesepakatan tersebut jika Indonesia terus ikut campur dalam kasus pengadilan yang melibatkan warga negara Indonesia.
Satu-satunya solusi untuk masalah ini adalah bahwa Arab Saudi menandatangani perjanjian baru tersebut dengan Indonesia dan menjamin hak-hak dasar pekerja dilindungi. Ini perlu menerapkan mekanisme yang mengawasi para majikan dan kondisi kerja serta menyediakan tempat penampungan untuk pembantu yang disiksa oleh majikannya. Jakarta telah menetapkan bahwa pengadilan khusus harus dibentuk untuk mengatasi perselisihan yang melibatkan Indonesia. Bahkan Lebanon, Uni Emirat Arab dan Kuwait telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki undang-undang ketenagakerjaan dan kondisi kerja.
Sejumlah Kasus Utama
Satinah binti Jumadi dihukum karena membunuh majikannya, Noura al-Gharib ketika mereka terlibat pertengkaran. Satinah hanya diizinkan untuk memberitahu keluarganya 3 tahun setelah ia dijatuhi hukuman mati.
Meskipun ada bukti medis yang cukup dan pengakuan, majikan Nour Miyati itu tidak pernah didakwa. Jari-jari kaki dan tangan Nour diamputasi akibat kelaparan dan dipukuli setiap hari.
Tuti Tursilawati Binti Warjuki membunuh majikannya ketika ia mencoba memerkosanya.
Pada tahun 2010, Sumiati Binti Salan Mustapa dirawat di rumah sakit dengan patah tulang dan luka bakar di wajah dan tubuhnya. Meskipun permintaan Presiden Indonesia untuk keadilan, majikan Sumiati itu dibebaskan karena tidak cukup bukti.
Tubuh Kikim Komalasari ditemukan dibuang di pinggir jalan di 2010. Lehernya digorok dan tubuhnya yang penuh luka ditutupi. Majikannya ditangkap dan penyelidikan masih berlangsung.
Hubungan mengalami ketegangan antara Arab Saudi dan Indonesia, namun diharapkan Kerajaan akhirnya akan menandatangani perjanjian tersebut dan melanjutkan perekrutan tenaga kerja dari Indonesia. Pangeran Khalid Bin Saud Bin Khalid telah berjanji untuk “melindungi hak-hak baik para majikan Saudi dan pekerja asing.” Pembicaraan masih berlanjut antara kedua negara dan optimis kesepakatan akan tercapai.