Tangan Terkepal di Suriah

Bagikan artikel ini

Dina Y. Sulaeman, alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Research Associate of Global Future Institute (GFI)

Ada yang menarik dari logo Liwaa Al Ummah, salah satu kelompok jihad di Suriah yang didirikan dan dilatih oleh Mahdi Al Harati. Harati adalah tokoh penggulingan Qaddafi di Libya dan pernah mengakui menerima dana dari CIA. Logo itu, menggunakan kepalan tangan.

Logo tangan terkepal ini mengingatkan kita pada gerakan revolusi di berbagai negara dunia yang diarsiteki oleh Centre for Applied Non Violent Action and Strategies(CANVAS), sebuah ‘perusahaan konsultan revolusi’ yang terlibat dalam upaya-upaya penggulingan rezim di berbagai negara antara lain, Georgia, Ukraina, Maldiv, dan bekerja sama dengan aktivis dari lebih 40 negara, mulai dari Belarus, India, Cina, Burma, Libya, Mesir, Tunisia, Suriah, Iran, Yaman, hingga Afrika. Mereka selalu menggunakan logo tangan terkepal dalam berbagai aktivitasnya.
Pentolan CANVAS adalah Srdja Popovic. Dia adalah arsitek gerakan penggulingan Slobodan Milosevic (Serbia) pada tahun 2000. Menyusul kesuksesannya, Popovic mendirikan CANVAS dan memberikan pelatihan berbagai strategi revolusi kepada para aktivis yang ingin menggulingkan rezim di negara mereka. Para pendukung dana CANVAS adalah lembaga-lembaga terkemuka seperti United States Institute for Peace (USIP) yang didanai Kongres AS, New Tactics (didanai Ford Foundation dan Soros Foundation), dan lain-lain. Foreign Policy melaporkan, selama enam bulan pertama tahun 2012, 40 aktivis oposisi Suriah mengadakan pertemuan di Jerman yang dikoordinir oleh USIP untuk merancang bentuk dan agenda pemerintahan  pasca-Assad.
Emma Williams dari majalah Intelligent Life pada Maret 2012 mendatangi Popovic di kantornya di Belgrad dan menulis antara lain sebagai berikut.
Popovic menggunakan jeans dan sepatu kets. Hari kerjanya dimulai jam 8 pagi di kubik kecil abu-abu di sebuah kantor di New Belgrade. Dialah sumber energi di ruangan itu. Dia menerima sebuah telpon darurat dari aktivis Syria, mereka bicara dalam bahasa Serbia. Dia menelpon ke Maldives, dan beberapa telpon rahasia lainnya. 
“Canvas itu unik,” kata Popovic. “…seperti merpati, mereka ada di mana-mana. …Canvas seperti bakteri yang mampu hidup pada temperatur 60°C, sangat ahli.”
 “Ada yang secara naïf menyebut bahwa revolusi-revolusi itu adalah produk Langley atau MI6… Seolah-olah, untuk membuat revolusi, yang Anda perlukan hanya uang dollar dari CIA,  sekelompok orang Serbia gila, kirim mereka ke sebuah negara, dan boom, terjadilah revolusi!” Popovic tertawa.
“Kami tidak memberikan petunjuk yang spesifik, tapi lebih menyukai jika rakyat membangun alat mereka sendiri; [kami]membantu mereka mempertajam ide-ide asli mereka.”
CANVAS telah membuat sebuah buku petunjuk untuk para aktivis, dengan didanai USIP, berjudul “Nonviolent Struggle-50 Crucial Points”. Buku itu tersedia dalam enam bahasa termasuk Arab dan Farsi, dan di Timur Tengah saja telah diunduh 20.000 kali.
Resep CANVAS sebenarnya sederhana, yaitu ajak sebanyak mungkin massa turun ke jalan sehingga pemerintahan bisa dilumpuhkan.  “Para Hitler atau para Assad di dunia ini tidak bisa sendirian mengumpulkan pajak, menyiksa warga, menembaki demonstran, mengendalikan transortasi public sendiriran. Mereka membutuhkan kepatuhan dan kerjasam [dari rakyat]. Jika ada cukup orang yang menolak patuh dan tidak mau bekerjasama, para pemimpin itu tidak akan bisa lagi memimpin,” kata Popovic.
Namun, resep ini tidak ‘laku’ di Suriah. Demonstrasi tidak pernah bisa mencapai eskalasi. Justru sebaliknya, demo yang masif malah mendukung Assad (selain tentu saja diliput televisi Suriah, juga diberitakan oleh Reuters, tetapi tidak banyak diberitakan ulang oleh media Barat; atau diberitakan dengan mengurangi angkanya; media Suriah menyebut angka 1 juta, media Barat menyebut ‘ribuan’).
Akhirnya, diambillah opsi kedua, yaitu pemberontakan bersenjata. Negara-negara Barat, melalui tangan Qatar dan Arab Saudi pun sudah jauh-jauh hari bersiap-siap mengambil opsi kedua ini, yaitu sejak 2007, sebagaimana dilaporkan Seymor Hersh, jurnalis investigasi terkemuka AS yang sudah sering mengungkapkan rencana-rencana gelap AS. Mereka menyuplai senjata dan pasukan jihad ke Suriah, untuk membantu para pemberontak. Bahkan, info terbaru, pada bulan Maret 2013 The Telegraph mengungkapkan bahwa Barat telah mengirim 3000 ton senjata ke pemberontak Suriah dari Zagreb (Kroasia), melalui Jordania. Hingga kini, lebih dari 60.000 orang tewas dan lebih satu juta rakyat Suriah terpaksa mengungsi ke berbagai wilayah perbatasan.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com