Cerita tentang pertemanan yang janggal tapi awet
Saya menunggunya di resto yang cuma 200 meter dari rumahnya. Dia datang sambil menelepon dan bilang, “maaf, mahasiswa saya ditangkap polisi gegara demo anti-Israel di kampus. Kasih saya waktu 10 menit untuk kirim email ke polisi”
Pertama kali kenal ketika saya ambil kelas hukumnya di semester pertama di Buffalo. Mata kuliah yang sama ambil adalah “Law, Space, Power“, atau geography law, sehubungan dengan minat saya di migrasi dan citizenship beserta wilayah-wilayah limbo di area keimigrasian. Pendekatannya unik karena keterkaitan dengan ruang, kekuasaan, dan regulasi.
Setelah kuliah berakhir, kami berteman. Dia Professor yang mau dimintai surat rekomendasi last minute jika aku daftar beasiswa, dan ketika dia dalam ujian masa tenure professorship-nya, saya pinjamkan Nanny (Mbak Elmi) untuk mengasuh bayinya.
Irus lahir dan besar di Israel, lulus Fakultas Hukum di Universitas Hebrew, dan jadi pengacara HAM terutama bagi perempuan Palestina yang terjebak di penjara Israel. Selain profesor hukum, dia juga ethnographer, jadi bukunya banyak berkaitan dengan kritik terhadap settlement Israel dengan mengambil case dari nature etnography (perang pohon antara Israel dan Palestina, mengambil metafora kebun binatang sebagai institusi captivity-kurungan- dan yang terakhir settling nature, kiasan kolonialisme Israel melalui politik cagar alam, dan lain-lain).
Setelah 11 tahun kami bersua kembali. Saya pikir bakalan catch up, ternyata jadi curhat!
Dengan perkembangan politik di Gaza akhir-akhir ini, dia curhat dimanapun dia memberikan kuliah umum di kampus-kampus nasional atau internasional, selalu diawasi polisi. Diapun dianggap sebagai traitor di negaranya terutama karena buku Settling Nature yang kebetulan terbit bulan Oktober menjadi bulan-bulanan di Israel.
Anyway, perjumpaan singkat tapi menjadi rekoneksi bahwa kami dalam berbagai hal punya banyak kesamaan sebagai ibu dan perempuan.
Nuning Hallet, Pegiat Enteprenur Sosial