Joe Biden Prakarsai Aneka Ragam Persekutuan Politik-Militer Baru di Pelbagai Belahan Dunia

Bagikan artikel ini

Menteri Luar Negeri Anthony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin mewakili kepentingan politik dan militer Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, baru-baru ini menulis di Washington Post bahwa Washington saat ini telah mengembangkan grand strategy menciptakan aneka ragam aliansi antarnegara untuk membangun kekuatan yang punya daya efek domino ke dalam orbit pengaruh supremasi AS. Dengan begitu akan tercipta suatu jaringan berdasarkan aliansi politik dan militer di pelbagai kawasan dunia.

Baca: Washington Wants to Establish Global Governance by Advancing Alliances

Maka tak heran jika dalam beberapa bulan terakhir AS semakin memperkuat intensitas kegiatan militernya di pelbagai kawasan dunia. Salah satunya upaya yang dilakukannya adalah menghidupkan kembali gagasan mengenai pembentukan The Middle East Strategic Alliance (MESA), semacam NATO ala negara-negara Arab yang kali pertama diwacanakan pada 2018 lalu.

MESA dibentuk untuk menggalang persekutuan enam negara Muslim beraliran Sunni yang berada di Teluk Parsi seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman,Bahrain, Jordan dan Mesir.

Merespons gagasan Amerika tersebut, Iran memandang manuver Washington itu malah akan semakin mempertajam ketegangan di kawasan Teluk Parsi, dan semakin mempertajam konflik antara Iran dan negara-negara Arab yang didukung AS tersebut. Sehingga mendorong ke arah perang terbuka antara Iran versus negara-negara Arab proxy Amerika tersebut.

Selain itu, gagasan pembentukan MESA juga dipandang bukan merupakan tindakan yang praktis jika dimaksudkan sebagai NATO gaya baru di Timur Tengah. Bukan itu saja. Kalau maksudnya adalah agar Iran dijadikan musuh bersama, nampaknya juga tidak akan berhasil. Belum lagi di kalangan negara-negara Arab Islam Sunni tersebut, hanya Uni Emirat Arab yang secara jelas antipati terhadap Iran. Sementara Qatar sejauh ini cukup senang menjalin kerjasama dengan Tehran. Sehingga sempat bikin Arab Saudi marah.

Kalangan think-thanks di Washington nampaknya masih berupaya membentuk persekutuan militer di Asia Pasifik ala ANZUS dan SEATO di Asia Tenggara pada era 1950an. Seperti kita tahu, ANZUS merupakan persekutuan tiga negara yang berada dalam naungan komando Inggris (Australia, Selandia Baru dan AS. Adapun SEATO mencoba menggalang aliansi militer AS, Selandia Baru, Inggris, AS, Prancis, Thailand, Pakistan, dan Filipina. Kali ini di era pemerintahan Biden, nampaknya AS akan semakin intensif menerapkan gunboat diplomacy dengan memperkuat persekutuan tiga negara yaitu India, Jepang dan AS dalam persekutuan Pasifik yang bernama QUAD.

Ragam aliansi yang coba diupayakan AS tersebut, tiada lain dimaksudkan sebagai bagian dari strategi pembendungan terhadap Cina. Itulah sebabnya menlu Antony Blinken dan menhan  Lloyd Austin mulai mengadakan tour keliling ke India, Korea Selatan, Jepang.

Di kawasan Afrika, AS juga menerapkan stragegi pembendungan terhadap Rusia. Di Afirka Utara misalnya, kongres AS menandatangani Undang-undang bernama the Eastern Mediterranean Security and Energy Partnership Act. Ini semacam peta jalan (road map) yang dimaksudkan untuk melumpuhkan kerjasama Rusia dengan negara-negara di kawasan Afrika Utara atau Mahgribi tersebut. Baik di bidang politik, ekonomi, dan militer. Sebagai balasan atas pasokan gas Rusia ke Eropa seraya mengurangi militerisasi di kawasan ini yang merugikan Rusia dan Turki.

Melalui the Eastern Mediterranean Security and Energy Partnership Act, AS juga menggalang kerjasama dengan Yunani, Cyprus dan Israel melalui kerjasama pertukaran informasi intelijen dan peningkatan kesadaran tentang Cyberspace dan kelautan. Disamping kerjasama dengan negara-negara di kawasan Afrika Utara tentunya.

Untuk merealisasikan agenda tersebut, mantan Menhan AS Mark Esper sempat ditugaskan berkunjung ke Maroko, Aljazair, Malta, dan Tunisia pada 2020 lalu. Esper berhasil membujuk Tunisia dan Maroko menandatangani peta jalan mempromosikan kerjasama bilateral dengan AS di bidang pertahanan dan keamanan. Namun upayanya menggalang dukungan Aljazair gagal karena masih eratnya ikatan kerjasamanya dengan Rusia. Namun mempertimbangkan adanya pandangan politik luar negeri Presiden Abdelmadjid Tebboune seiring dengan berakhirnya era rejim sebelumnya, AS akan tetap berupaya membukan kembali perundingan dengan pemerintah Aljazair untuk memperluas pengaruhnya di negara-negara kawasan Afrika Utara.

Di kawasan Eropa berupaya menciptakan konsep darat di antara lautan atau land between the seas. Dengan membangun dinding dari negara-negara yang dipandang semi musuh dengan Polandia sebagai unsur garis depan, dalam upaya untuk memisahkan Rusia dari Jerman dan Prancis. Di kawasan bagian Selatan, AS berupaya menciptakan persekutuan politik dan militer yang berada dalam kendali Washington, di kawasan Asia Tengah. Seperti misalnya AS secara aktif menciptakan  aneka ragam prakarsa persekutuan dalam format C5+1.

Dengan demikian AS sedang menerapkan kebijakan luar negeri yang agresif secara terbuka dengan tujuan membangun benteng pertahanan berdasarkan persekutuan politik dan militer, yang membentang dari Samudra Atlantik ke Afrika Utara, sampai ke Timur Jauh, sehingga membelah kawasan Asia dan Afrika.

Namun grand strategy ini mensyaratkan para elit dari Eurasia untuk membuat penilaian objektif atas berbagai resiko yang kemungkinan mengharuskan mereka terlibat dalam konflik bersenjata untuk kepentingan Amerika. Sehingga prakarsa-prakarsa persekutuan model seperti ini akan mendapat resistensi dari kalangan negara-negara sekutu AS itu sendiri, sehingga pada perkembangannya berakibat semakin menurunnya pengaruh AS di pelbagai kawasan dunia. Bahkan sebaliknya, malah semakin mendorong bangkitnya kekuatan-kekuatan multipolar baru di dunia.  

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com