“Kudeta Konstitusi”

Bagikan artikel ini
Di buku “Bahan Tayang Materi Sosialisasi Empat Pilar” terbitan MPR RI, Maret 2005 (cetakan pertama), memuat Kesepakatan Dasar Perubahan UUD 1945. Butir-butir kesepakatan dimaksud, antara lain sebagai berikut:
1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
3. Mempertegas Sistem Presidensial;
4. Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal; dan
5. Perubahan dilakukan dengan cara adendum.
Menariknya, selain 5 (lima) butir Kesepakatan Dasar Perubahan tadi, sebelum perubahan UUD pada 1999 silam — ada juga kesepakatan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Nah, butir kesepakatan dengan para tokoh berisi:
_”Batang Tubuh UUD 1945 yang terdiri atas 16 Bab dan 37 Pasal tidak akan diubah”._
Apa nyatanya?
Silakan cermati struktur UUD sebelum dan sesudah perubahan sebagaimana tertera di buku terbitan MPR, Maret 2005 silam. Lantas, sandingkan isi Batang Tubuh kedua UUD (UUD Naskah Asli dan UUD Produk Perubahan).
Sebelum Perubahan, UUD (Naskah Asli) terdiri atas:
1. Pembukaan,
2. Batang Tubuh yang terdiri 16 Bab, 37 Pasal, 49 Ayat, 4 (empat) Pasal Aturan Peralihan, 2 (dua) Aturan Tambahan, dan
3. Penjelasan.
Setelah Perubahan, UUD (Produk Amandemen) terdiri atas:
1. Pembukaan,
2. Batang Tubuh yang meliputi 21 Bab, 73 Pasal, 179 Ayat, 2 (dua) Pasal Aturan Peralihan, 2 (dua) Pasal Aturan Tambahan; akan tetapi
3. Penjelasan dihapus alias dihilangkan.
Sebagai catatan guna memudahkan pembedaan kedua UUD tersebut, untuk UUD Naskah Asli ditulis “UUD 1945”, sedangkan UUD Produk Perubahan (1999-2002) disebut “UUD 2002”. Ini sekedar penulisan saja. Tak lebih.
Sepintas terbaca, bahwa proses perubahan UUD 1945 melanggar beberapa butir kesepakatan, contohnya, selain perubahan melalui cara amandemen —seharusnya dengan teknik adendum— juga isi Batang Tubuh diotak-atik, kalau tidak boleh disebut diobrak-abrik. Betapa naif —Penjelasan— justru dihapus pada UUD 2002. Dihilangkan. Padahal, Penjelasan merupakan bagian tidak terpisah dari Pembukaan dan Batang Tubuh itu sendiri.
Penjelasan sangat penting dalam rangka memahami UUD secara komprehensif integral. Ia bukan hanya memberi keterangan atas pasal-pasal dan ayat-ayat yang telah sah tertulis dalam UUD, tetapi juga mengurai latar belakang mengapa sebuah pasal dan ayat-ayat dirumuskan. Selanjutnya ia juga menerangkan tujuan didirikannya Negara Indonesia sebagai Negara Bangsa (Nation State) serta mengurai garis besar kebijakan yang harus dilaksanakan, terutama aspek ekonomi kerakyatan sesuai Pasal 33 UUD 1945.
Selain itu, Penjelasan juga menerangkan hal-hal dasar lain seperti misalnya: 1 UUD sebagian dari hukum dasar; 2 pokok-pokok pikiran dalam pembukaan; 3 UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung di ‘pembukaan’ dalam pasal-pasal; 4 kenapa UUD bersifat singkat dan supel.
Jadi, betapa urgen dan penting arti PENJELASAN pada UUD. Dan sekali lagi, menghilangkan Penjelasan identik dengan menghapus keterangan tentang latar belakang disusunnya UUD 1945.
Nah, dari uraian singkat tadi saya mencoba menarik simpulan meski sangat prematur, bahwa ‘keberanian’ para pelaku perubahan (UUD 1945) menghapus Penjelasan dalam Batang Tubuh itu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain yaitu:
1) faktor kesengajaan karena bagian dari desain global, yakni skema kolonialisme secara asimetris oleh asing di Bumi Pertiwi. Invasi senyap. Dengan kata lain, pokok-pokok pikiran para Pendiri Bangsa (the Founding Fathers) sengaja diputus agar tidak dapat dipelajari filosofinya serta tak dipahami oleh generasi penerus;
2) para pelaku amandemen cenderung tuna sejarah. Karena secara enteng menghapus produk pemikiran the Founding Fathers yang nilai historinya tinggi dan penuh makna filosofis;
3) efek kuat euforia reformasi bertajuk ‘Asal Bukan Orde Baru’, sehingga muncul tren di publik bahwa tindakan apapun asal berbeda dengan era sebelumnya (Orde Baru), dianggap baik.
Hal-hal di atas sebatas asumsi penulis guna melanjutkan tulisan ini.
Sekarang membahas bab dalam UUD. Ya. Bab di Batang Tubuh UUD 1945 berjumlah 16 bab. Sepintas, jumlah bab di UUD 2002 terlihat sama, yakni 16 bab. Padahal, Bab IV-nya kosong. Bab ini tentang Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Di UUD 2002, keberadaan DPA dihapus. Jadi, sebenarnya cuma 15 bab, karena Bab IV dikosongkan.
Berbasis kelogisan, seyogianya Bab V diturunkan menjadi Bab IV. Tapi, hal itu tidak dilakukan. Entah kenapa. Mungkin demi mengejar ‘kesan kuantitatif’ bahwa tetap 16 bab sesuai kesepakatan para tokoh masyarakat di atas. Bab IV kosong. Hanya diberi keterangan: “Dihapus”.
Akan tetapi, kenapa di UUD 2002 justru berubah menjadi 21 bab, sedangkan struktur di UUD 1945 ada 16 bab?
Penambahan bab tidak ditulis dengan angka Romawi, melainkan ditambahkan huruf Latin besar, contohnya, Bab VIIA, Bab VIIB dan lainnya sehingga angka Romawi tetap XVI (atau 16). Kesannya 16 bab, namun realitasnya 21 bab.
Begitu pula pasal – pasal. Dalam penulisan, ditambah huruf Latin besar seperti Pasal 7A misalnya, atau 7B, 7C dst. Bahkan, Pasal 28 sampai 28G, seolah – olah angkanya tetap berjumlah 37 pasal. Padahal, sudah menjadi 73 pasal.
Inilah sekilas perubahan struktur dari UUD 1945 Naskah Asli ke UUD 2002 Produk Amandemen. Publik, atau khususnya pegiat konstitusi kerap menyebut sebagai ‘Kudeta Konstitusi’ oleh karena proses perubahannya tidak mengindahkan ketentuan yang telah disepakati.
Mengakhiri tulisan sederhana ini, ingin disampaikan bahwa tak ada niatan penulis menyinggung atau menggurui siapapun, terutama senior dan para pihak yang berkompeten. Hanya sharing sedikit pengetahuan soal konstitusi. Jikalau ada kekeliruan data serta ketidaksamaan persepsi, kiranya dapat didiskusikan lebih lanjut agar tidak timbul syak wasangka.
Tidak ada kebenaran pada tulisan ini, apalagi bermaksud untuk pembenaran. Tidak sama sekali. Kebenaran itu nisbi. Relatif. Ia bergerak sesuai tuntutan zaman. Dan sebaik-baiknya kebenaran ialah kebenaran dari Dia, Yang Maha Benar.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com