Persaingan global antara Amerika Serikat (AS) dan Cina di kawasan Asia Tenggara nampaknya semakin memanas dan menajam. Sedemikian rupa memanas dan menajamnya, sehingga AS dan Blok Barat (khususnya Inggris) berusaha membujuk Indonesia maupun negara-negara ASEAN lainnya untuk bergabung ke dalam forum G-7, persekutuan ekonomi AS dan negara-negara Eropa Barat/Uni Eropa.
Adapun upaya yang dilakukan AS dan blok Uni Eropa itu, dengan melibatkan Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya ke dalam skema Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT GT Triangle), sebuah forum kerjasama di bidang politik dan ekonomi.
Baca:
Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT
Agenda tersembunyi AS dan blok Barat melalui skema IMT GT Triangle ditujukan untuk menciptakan G-7 Dialogue Partners yang semakin meningkat skala dan intensitasnya dan meluas lingkupnya di kawasan Asia Tenggaa. Sehingga AS dan blok Barat bukan saja mampu meningkatkan kerjasama yang lebih erat dengan Indonesia dan ASEAN, sekaligus mampu menciptakan persekutuan membendung pengaruh Cina dalam menghadapi negara-negara ASEAN lainnya yang tidak mendukung skema IMT GT Triangle yang diprakarsai oleh AS dan Barat. Melalui fakta ini, nampak jelas adanya upaya blok Barat untuk memecah-belah negara-negara ASEAN lewat skema IMT GT Triangle.
Segi menarik dari perkembangan ini, justru Inggris lah yang paling agresif dan sangat pro aktif menggalang dukungan dari Indonesia dan beberapa negara ASEAN seperti terlihat melalui skema IMT GT Triangle tersebut. Bahkan Inggris atau United Kingdom telah mengundang negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk menghadiri pertemuan para menteri luar negeri negara-negara G-7 di Liverpool.
Lebih daripada itu, persekutuan empat negara/QUAD AS, Australia, Jepang dan India, seturut dengan terbentuknya Forum Indo-Pasifik, juga mengupayakan kerjasama sektoral dengan negara-negara ASEAN dalam bidang rare eart elements supply chain delivery, semi conductor/transistor production, dan lain sebagainya.
Mekanisme kerjasama yang dirancang oleh persekutuan empat negara QUAD tersebut, dengan mudah bisa dibaca agenda tersembunyinya. Yaitu untuk memperkuat pengaruh dan posisi strategis QUAD di kawasan Asia Tenggara. Seraya merusak mekanisme kerjasama yang telah terbangun antara sesama negara-negara anggota ASEAN. Sekaligus menciptakan ketergantungan dalam bidang ekonomi dan industri dengan negara-negara Barat.
Maka itu, prakarsa Barat membentuk IMT GT Triangle dengan mengajak beberapa negara ASEAN, untuk menghadapi negara-negara ASEAN, pada perkembangannya bisa menciptakan perpecahan internal di dalam tubuh ASEAN. Dengan kata lain, skema IMT GT Triangle berpotensi sebagai mekanisme Pemecah Belah ASEAN.
Bagi AS dan Barat, upaya menggalang kerjasama dengan ASEAN termasuk Indonesia untuk menggalang persekutuan membendung Cina, nampaknya memang dilakukan secara terencana. Dan berdasarkan rencana induk yang merujuk pada the Indo-Pacific Strategy Report yang dirilis Pentagon pada 2017 lalu, pada masa kepresidenan Presiden Donald Trump.
Skema Indo-Pasifik yang kemudian ditindaklanjuti melalui kerjasama pertahanan empat negara atau QUAD (AS, Australia, Jepang dan India), sejatinya juga untuk menggalang kerjasama dengan negara-negara Asia maupun Pasifik untuk membendung pengaruh Cina.
Dalam salah dokumen yang dirilis Pentagon pada 2017 lalu yaitu The National Security Strategy (NSS), AS memandang Indo-Pasifik sebagai kawasan yang membentang dari Pantai Barat Amerika Serikat hingga ke Pantai Barat India. Alhasi melalui pengertian dari konsep Indo-Pasifik, maka keberadaan Indo-Pasifik bisa juga dibaca untuk memperluas lingkup keterlibatan negara-negara Asia maupun Pasifik, sekaligus mengubah konsep Asia-Pasifik yang bersifat asian-oriented menjadi Indo-Pasifik yang bersifat western-oriented.
Sulit disangkal bahwa gagasan terbentuknya forum Indo-Pasifik, apalagi disusul terbentuknya persekutuan empat negara/QUAD, mengandung muatan kepentingan politik dan militer yang berjangkauan luas. Lantaran ide utamanya adalah untuk membenung pengaruh Cina.
AS dan blok Barat nampaknya semakin kuatir dengan semakin menguatnya pengaruh politik Cina, yang telah merambah jauh ke luar kawasan hingga Asia Selatan, Euro-Asia, serta kawasan Afrika. Apalagi dalam meningkatkan pengaruh dan jangkauan globalnya, Cina semakin meningkatkan postur pertahanan dan kekuatan militernya, juga dalam bidang politik dan ekonomi.
Merespons tren global yang semakin mengkuatirkan di Asia Tenggara tersebut, sudah saatnya Indonesia lebih imajinatif lagi dalam menjabarkan azas Politik Luar Negeri Bebas-Aktif-nya, sehingga tidak larut dalam pengaruh blok Barat maupun Cina. Namun secara pro aktif menciptakan balancing strategy atau strategi perimbangan kekuatan bersama negara-negara ASEAN. Sehingga tetap berhasil mempertahankan ASEAN sebagai zona damai, bebas dan netral, dari pengaruh negara-negara adikuasa.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)