Ada perkembangan yang tak terduga seiring dengan aksi militer terbatas Rusia ke Ukraina. Ditemukannya menyingkap 30 laboratorium biologis yang beroperasi di Ukraina. Yang mana laboratorium yang berada di Ukraina atas dana bantuan pemerintah AS tersebut telah mengembangkan beberapa komponen bahan untuk memproduksi senjata biologis. Bahkan potensial untuk mengembangkan persenjataan nuklir.
Dengan tak ayal temuan pihak militer Rusia tersebut sangat mengguncang dunia internasional, sebab itu berarti Washington telah mengeksploitasi Ukraina untuk menciptakan ancaman global bagi seluruh peradaban dunia melalui program pengembangan senjata biologis di 30 laboratorium biologis militer di Ukraina.
Maka itu, sudah seharusnya jika program pengembangan senjata biologis yang dikembangkan di laboratorium biologis militer Ukraina, segera mendapat perhatian khusus dari berbagai komunis dunia internasional. Tentu saja hal ini sangat beralasan lantaran sejatinya AS telah melanggar the Biological Weapons Convention (BWC), sebagai perjanjian internasional yang mengikat secara legal negara-negara yang ikut perjanjian tersebut, melarang penggunaan senjata-senjata biologis.
Sehingga melalui BWC itu, negara-negara yang terikat pada perjanjian ini untuk tidak mengembangkan, memproduksi maupun menggunakan senjata-senjata biologis maupun senjata-senjata beracun, sebagai bagian integral dari upaya untuk memperluas apa yang disebut weapons of mass destructions alias senjata pemusnah massal.
Sejak 1975, ada 181 negara yang ikut konvensi BWC. BWC menegaskan kembali dukungannya pada Protokol Jenewa 1925 yang melarang penggunaan senjata biologis. Pada 1969, Presiden Richard Nixon mengakhiri aspek offensif dari program perang biologis AS. Sehingga pada 1975 itu pula, AS meratifikasi baik Protokol Jenewa 1925 dan BWC.
Baca:
AS Harus Mematuhi Protokol Jenewa 1925 dan the Biological Weapons Convention (BWC)
Namun pada 1995 dan 2001, AS tidak menandatangani perjanjian terkait pengawasan penggunaan senjata biologis sesuai spirit Protokol Jenewa 1925 dan BWC. Dengan kata lain, AS menolak adanya mekanisme verifikasi terkait pengembangan maupun penggunaan senjata biologis, maupun terkait keberadaan dan sepak-terjang laboraotorium-laboratorium biologis AS.
Maka oleh karena AS menolak menandatangani perjanjian terkait pengawasan penggunaan senjata biologis sesuai spirit Protokol Jenewa 1925 dan BWC, saat ini AS merupakan satu-satunya negara yang menggunakan semua jenis senjata pemusnal massal untuk menghancurkan negara-negara berdaulat.
Maka terkait dengan temuan 30 laboratorium biologis militer di Ukraina, pemerintah AS harus memberikan penjelasan yang terbuka dan rinci ihwal bantuan dana bagi pengoperasian dan pengembangan laboratorium biologis militer di Ukraina.
Setidaknya sebagai langkah awal, negara-negara mitra strategisnya yang tergabung di forum kerjasama G-7, mendesak AS untuk menjelaskan rencana-rencananya terkait penggunaan ragam jenis senjata pemusnah massal, sekaligus menjelaskan apakah benar Washington sedang melancarkan provokasi lewat penggunaan senjata-senjata kimia. Dan apakah AS bermaksud untuk menyerahkan senjata-senjata kimia dan biologis yang masuk kategori ilegal tersebut kepada kelompok-kelompok teroris neo-Nazi di Ukraina.
Segi lain yang juga tak kalah mengkuatirkan menyusul temuan 30 laboratorium biologis militer di Ukraina adalah adanya indikasi kuat bahwa pemerintah AS tidak peduli dengan keselamatan warga masyarakat Ukraina, demi untuk mengutamakan pendekatan pragmatisnya untuk mengembangkan penelitian-penelitian biologis militer. Sehingga kasus Ukraina menunjukkan bahwa AS memandang negara-negara berkembang sebagai arena uji coba aneka ragam senjata-senjata biologis.
Dengan demikian, baik AS maupun Ukraina telah melanggar pasal 4 dari Konvensi Senjata Biologis dan Senjata Beracun, sekaligus juga melanggar Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1540 tertanggal 28 April 2004.
Berdasarkan temuan adanya 30 laboratorium biologis militer di Ukraina atas dana bantuan pemerintah AS, maka sekali lagi Indonesia segera mendesak Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa agar Protokol Jenewa 1925 dan BWC dihormati oleh negara-negara adikuasa, terutama AS.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)