Marilah Solo Bangkit Bersama Tedjo Wulan

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institue (GFI), dan peneliti lepas LP3ES

POLITIK TANPA ETIKA. KEKAYAAN TANPA KERJA KERAS. ILMU PENGETAHUAN TANPA RASA KEMANUSIAAN. BERIBADAH TANPA PENGORBANAN. PERNIAGAAN (BISNIS) TANPA MORALITAS. PENGETAHUAN TANPA KARAKTER. DAN KESENANGAN TANPA NURANI. (TUJUH DOSA SOSIAL MENURUT MAHATMA GANDHI)

Perkembangan seputar rencana pembangunan Apartemen Solo Paragon nampaknya semakin menarik ketika Sinuhun Pakubuwono XIII mulai angkat bicara. Meskipun urung menjadi saksi ahli dalam persidangan gugatan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK) terhadap Pemerintahan Kota Solo pada Senin (13/07) lalu, namun kecamannya mengenai pembangunan apartemen mewah yang kabarnya bakal berlantai 25 tersebut, sudah selayaknya mendapat acungan jempol dari warga Solo yang masih perduli dengan upaya pelestarian budaya Solo agar generasi penerus tidak kehilangan jejak-jejak sejarahnya di masa lalu.

Di tengah-tengah semakin maraknya budaya materialisme dan gaya hidup hedonis, pernyataan keberatan Sinuhun Pakubwono XIII terhadap rencana pembangunan Apartemen Solo Paragon yang sama sekali tidak mencerminkan ciri khas dan karakter sejati warisan budaya Nusantara, maka Global Future Institute (GFI) memberi apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap kecaman Sinuhun Pakubuwono XIII. Bukan karena mengecam Apartemen Paragon, namun visi budaya yang terkandung dalam kecamannya terhadap pembangunan apartemen mewah 25 lantai tersebut.

Global Future Institute, sebagai lembaga dan think-thank yang menggeluti isu-isu global dan dampak arus globalisasi terhadap Indonesia, meyakini bahwa tradisi dan budaya lokal tidak saja bersifat defensive sebagai benteng kebudayaan terhadap gempuran dan arus deras globalisasi dan budaya pembaratan tanah air, namun budaya lokal berikut nilai-nilai luhur di dalamnya, melainkan juga bisa bersifat ofensif untuk berlaga dalam pentas pertarungan dan persaingan di arena dunia internasional.

Karena itu, komitmen para pemangku kebudayaan kota Solo, utamanya Sinuhun Pakubuwono XIII, sudah sewajarnya mengambil sikap non-kooperatif terhadap segala macam rencana maupun skema bisnis yang akan menjurus pada terkikisnya budaya Solo dan berbagai tempat-tempat budaya yang bersejarah dan merupakan sarana bagi generasi muda di kota ini untuk tetap bisa mengenali jejak-jejak sejarahnya di masa lalu.

Aspek strategis inilah yang kiranya mesti disadari oleh Sinuhun Pakubuwono XIII dan para pemangku seni-budaya dan sosial-budaya di kota yang pernah menjadi soko guru budaya Jawa disamping Yogyakarta. Karena itu Global Future Institute menghargai seruan Sunuhun PB XIII agar Kraton Mangkunegaran dan Kasunanan Pakubuwono itu sendiri untuk segera melakukan prakarsa menentang rencana pembangunan Apartemen Mewah Paragon Solo yang konon kabarnya melebihi ketinggian-Songgo Buwono Keraton Kasunanan Surakarta.

Sayangnya, PB XIII batal hadir tepat waktu pada persidangan pada 13 Juli lalu. Sebab jika hadir, Sinuhun akan secara langsung mendengar kesaksian menarik dan informatif dari RM Djonet Kusumo Widyanto. Dalam kesaksiannya, Djonet memberi suatu gambaran yang lebih jelas betapa krusialnya kehadiran Apartemen Paragon Solo jika pembangunan tersebut berlanjut.

Bayangkan seorang pelaku bisnis dan pemilik Solo Inn sejak 1979, justru dengan penuh keyakinan yang muncul dari suara hati nuraninya, mengatakan bahwa dibangunnya Apartemen mewah ala Paragon, pada perkembangannya akan menjurus pada terkikisnya budaya dan tradisi khas Solo.

Memang benar, seperti komentar pengacara tergugat, pendapat Djonet memang berupa prediksi, namun prediksi dan etimasi seorang Djonet yang notabene merupakan pelaku bisnis, kiranya justru mengandung bobot dan nilai kesaksian yang sudah seharusnya menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim dalam menimbang kasus ini. Mengingat kompetensi bisnis dan pertimbangan kelestarian budaya khas Solo telah menyatu dalam sikap sebagaimana tercermin di dalam kesaksiannya di persidangan. Sebuah fenomena langka yang jarang kita temui di tengah-tengah maraknya para pelaku bisnis yang dengan segala cara lebih mengutamakan keuntungan bisnis dengan mengorbankan nurani dan kemanusiaan.

Bahkan bukan itu saja. Dalam bagian lain dari kesaksiannya, Djonet mengingatkan majelis hakim bahwa dibangunnya Solo Paragon, maka masyarakat kota Solo akan merasa dirugikan secara ekonomi. Orang akan malas untuk berbelanja ke pasar-pasar tradisional ketika Solo Paragon sudah menyediakan supermarket.

Selain itu, kesaksian Djonet sebagai pelaku bisnis yang memiliki intuisi untuk melihat sisi budaya tidak saja sebagai aset strategis kota Solo, namun juga dari sisi nilai bisnis, merasa perlu mengingatkan bahwa dengan adanya Apartemen Solo Paragon itu sendiri, pada perkembangannya akan menurunkan nilai jual Solo itu sendiri sebagai kota Budaya.

Ini juga yang kiranya perlu menjadi bahan masukan bagi Sinuhun PB XIII maupun para pemangku sosial-budaya Solo yang perduli terhadap kelestarian budaya lokal sebagai sarana masyarakat generasi muda Solo untuk tetap bisa melacak jejak-jejak sejarah para leluhurnya di masa silam.

Namun terlepas dari itu semua, visi bisnis Djonet yang justru murni keluar semata karena feeling bisnisnya, kiranya perlu digaris bawahi oleh kita semua. Meski dia tidak ungkap secara tersurat dan gambling, namun dari prediksinya mengenai kemungkinan menurunnya nila jual Solo sebagai kota budaya, maka tersirat yang dia hendak sampaikan adalah: Kalau Solo sudah tidak ada lagi yang khas Solo baik dari segi ciri budaya, pola makan, gaya hidup dan bahkan perilaku ekonominya yang merupakan kombinasi antara mencari keuntungan dan interaksi dengan sesama warga masyarakat yang tercermin melalui adanya pasar tradisional, lalu apalagi yang tersisa dari Solo?

Hal ini kiranya perlu jadi renungan kita bersama. Global Future Institute merasa prihatin, ketika beberapa stafnya yang kebetulan warga Solo, pulang kampung. Entah dalam rangka Idul Fithri ataupun Hari Natal-Tahun Baru.

Mereka pulang ke Solo, untuk melepas kerinduan dengan sarapan nasi liwet di emperan atau pinggir jalan raya kota Solo. Namun belakangan ketika mulai banyak hotel-hotel bermunculkan dengan arsitektur ala Eropa Barat atau Timur Tengah, yang tidak mencerminkan karakter budaya Solo sama sekali, ternyata sulit mencari seorang wanita setengah baya yang dulu biasa menjajakan nasi liwet khas Solo di pinggir jalan. Atau menawarkan nasi liwer dari rumah ke rumah di waktu pagi.

Beberapa staf saya yang mudik ke Solo, dan bermaksud mencari rumah-rumah makan khas Solo dengan menu makanan yang mengingatkan dirinya sewaktu masih berumur balita atau remaja, ternyata lokasi sekitar Pasar Singosari dan Pasar Kembang, ataupun Pasar Pon, penuh dengan Kentucky Freed Chicken, McDonald, Piza Hut, dan sebagainya.

Hal seperti itu saja sudah menggelisahkan saya dan teman-teman dari Global Future Institute. Karena ketika ke Solo, tiba-tiba terenyak bahwa solo sekarang sudah tidak ada bedanya dengan Jakarta. Sementara Jakarta dan Bandung saja, setidaknya masih ada upaya di beberapa lokasi tertentu, untuk tetap diperjuangkan untuk melestarikan bangunan-bangunan tua, apalagi bangunan-bangunan bersejarah.

Bisa dibayangkan harga yang harus dibayar secara sosio-budaya maupun sosio-ekonomi jika Solo Paragon jadi dibangun. Sudah selayaknya seluruh elemen strategis kota Solo bangkit bersama Tedjo Wulan, menuntut dibatalkannya pembangunan Solo Paragon.

Penulis yakin bahwa ketika Tuhan punya kehendak, maka Tuhan akan menurunkan momentum(peluang) berikut sarana dan perangkatnya sekaligus. Adanya rencana pembangunan Solo Paragon, Insya Allah merupakan momentum,sarana dan perangkat yang diturunkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menyatukan kembali seluruh elemen warga kota Sola baik di pemerintahan, Kasunanan Surakarta maupun Mangkunegaran, para seniman-budayawan kota Solo, maupu elit politik di Dewan Perwakilan Daerah tingkat II.

Saran kami dari Global Future Institute, semoga Sinuhun kiranya dengan segala kerendahan hati menyerap kembali ungkapan bijaksana berikut ini: PEMIMPIN YANG CERDAS AKAN MEMBALIKKAN SITUASI, MENGUBAH KELEMAHAN MENJADI KEUNGGULAN. MERUBAH KRISIS MENJADI PELUANG.

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com