Masa Depan Pasifik Selatan: antara Kompetisi Geostrategis dan Kekuatan Keluarga Pasifik

Bagikan artikel ini

(catatan kaki di tepian Yarra River, Melbourne, 14 Juli 2022 pukul 20.47 pm)

Menarik menyaksikan dialog di ABC News TV pukul 20.02 pm tanggal 14 Juli 2022, yang membahas hasil pertemuan Pacific Islands Forum (PIF) leaders di tengah-tengah kompetisi pengaruh kekuatan besar di Pasifik Selatan, ‘the battle of influence in the Pacific Islands Countries’.

Topik ini penting mengingat negara-negara di kawasan Pasifik sedang menggelar PIF Leaders Meeting ke-51 di Suva, Fiji, pada 11-14 Juli 2022. Pergelaran PIF-LM di Fiji ini merupakan forum pertama kali tatap muka pemimpin di Pasifik Selatan pasca pandemi Covid-19, dan suasana PIFLM juga berada dalam setting kompetisi geopolitik regional antara kekuatan besar global maupun kekuatan regional di Pasifik.

Setting politik regional Pasifik Selatan menjadi perhatian PIF. Dari pidato pembukaan PIFLM, Perdana Menteri Fiji, Bainimarama, menegaskan, “On top of this, the global geo-political landscape is hotly competitive, as we see a multi-polar system emerge featuring major superpower rivalry, alongside a number of middle powers all clamouring to shape the world in their favour. We have seen this in our region over the past few months” (fiji.gov.fj). Demikian pula, dengan adanya potensi sumber daya kelautan, kebudayaan, inovasi dan pemuda. Bertolak dari seeting tersebut, PM Bainimarama mengajak negara-negara Pasifik untuk memilih arah perjalanan Pasifik ke depan.

“Menuju Strategi 2050 untuk Benua Pasifik Biru”

Kali ini PIFLM mengangkat tema besar “Strategi Besar 2050 tentang Benua Pasifik Biru” atau the 2050 Strategy for the Blue Pacific Continent. Selain itu, dibahas pula dampak perubahan Iklim, pemulihan Ekonomi pasca Covid-19 dan pengaruh kehadiran China di Pasifik Selatan.

Dalam pandangan PM Bainimarama, pentingnya ikatan persaudaraan Pasifik sebagai modal penting dalam mewujudkan Strategi Besar 2050. Ia mengibaratkan Strategi 2050 sebagai “North Star” yang meletakkan visi jauh ke depan, memetakan tahapan strategis dan aksi kunci yang terukur.

Ketika menyimak “Strategi 2050 Benua Pasifik Biru”, tercermin dengan jelas pendekatan dan visi yang mempertimbangkan isu perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan dan keamanan. Strategi 2050 ini memuat 7 tema besar yang menggambarkan isu-isu besar di kawasan Pasifik, yakni: (1) Kepemimpinan Politik dan Regionalisme; (2) Sumberdaya dan Pembangunan Ekonomi; (3) Perubahan Iklim; (4) Kelautan dan Lingkungan Alam; (5) Pembangunan berbasis Manusia; (6) Teknologi dan Konektivitas; (7) Keamanan dan Perdamaian.

Ketujuh tema besar menjadi hal penting, namun para pemimpin Pasifik menaruh perhatian ke dampak perubahan iklim yang cukup ekstrem ditandai dengan kenaikan permukaan suhu air laut di Pasifik Selatan-Barat yang tiga kali lebih dari rata-rata global (public.wmo.int). Situasi ini menyebabkan gelombang yang tinggi, abrasi pantai dan pulau, badai dan perubahan cuaca, bahkan berpengaruh ke pola ketahanan pangan masyarakat di pulau-pulau kecil di kawasan Pasifik Selatan.

Kompetisi Geostrategis di Teater Pasifik

Pasifik Selatan telah menjadi teater “perang dingin baru” bagi kekuatan besar antara China dan Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir.

Kali ini, komitmen Amerika Serikat untuk Pasifik ditandai dengan pernyataan utama yang langsung disampaikan oleh Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris secara virtual di pertemuan PIF Leaders pada 12 Juli 2022 (whitehouse.gov). Dalam pernyataannya, Wakil Presiden Kamala menegaskan sebuah strategi nasional US komprehensif untuk Pasifik.

Strategi baru sebagai babak baru dalam penguatan kehadiran US di Pasifik. Kemala Harris mengakui bahwa beberapa tahun terakhir, kawasan Pasifik kurang mendapat perhatian dalam dunia diplomasi US. Namun, ia menegaskan, adanya perubahan kebijakan luar negeri perihal betapa pentingnya kehadiran US di Pasifik. Komitmen US antara lain pendirian 2 kedutaan baru di Tonga dan Kiribati, bantuan 500 milliar dollar untuk bantuan ekonomi perikanan Pasifik maupun rencana pendirian kembali misi United States Agency for International Development (USAID) untuk Pasifik yang berpusat di Fiji, serta penunjukan utusan khusus Presiden US untuk Pacific Islands Forum.

Sementara itu, China melakukan pergerakan yang intens beberapa bulan menjelang pertemuan PIF Leaders di Suva, Fiji ini dalam rangka memperluas kerjasama komprehensif dengan negara-negara Pasifik. Menjelang PIF Suva di pertengahan Juli 2022 ini, Menteri China, Wang Yi melakukan perjalanan ke 8 negara Pasifik dalam 10 hari, sejak 26 Mei 2022 hingga 4 Juni 2022, baik ke Solomon Islands, Papua Nugini, Fiji, Kiribati, Samoa, Tonga, Vanuatu, dan Timor Leste, yang bertemu dengan pendiri Timor Leste, Xanana Gusmao dan Presiden Jose Ramos Horta, pada 4 Juni 2022.

Kunjungan Menlu Wang Yi diawali di Solomon Islands pada 26 Mei 2022, dimana Menlu Wang Yi dan Menlu Solomon, Jeremiah Manale, mensepakati kerjasama strategis dalam payung the Belt and Road Initiative, Solomon mendukung One-China policy maupun mendukung integritas kedaulatan Solomon (fmprc.gov.cn). Namun, hubungan China – Solomon telah menyebabkan kekuatan besar di Pasifik cukup terganggu ketika China dan Solomon menandatangani perjanjian kerjasama keamanan selama 5 tahun, yang ditandatangani oleh Prime Minister Manasseh Sogavare.

Dari dokumen perjanjian keamanan China – Solomon, yang diberitakan berbagai media massa, dilaporkan bahwa Solomon mengijinkan China untuk mengirimkan militer dan polisi untuk menjaga ketertiban sosial di Solomon, dan kapal militer China juga dapat bersandar di Solomon, yang jaraknya 2.000 km dari pantai Australia (bloomberg.com).

Ketika di Fiji pada 31 Mei 2022, PM Frank Bainimarama dan Menlu Wang Yi melakukan konferensi bersama, menegaskan kemitraaan strategis dengan China dalam hal sosial ekonomi, kesehatan, infrastruktur, sumber daya manusia maupun perubahan iklim (fiji.gov.fj). PM Bainimarama juga menekankan peran China dalam mendukung Strategi 2050 Benua Pasifik Biru.

Demikian pula, ketika berada di PNG, Menlu Wang Yi pada 3 Juni 2022, mengakui peran PNG sebagai kekuatan regional Pasifik Selatan yang berpengaruh, dan China melihat PNG sebagai lokomotif yang menggerakan hubungan China dengan negara-negara kepulauan Pasifik (fmprc.gov.cn). Dalam hal ini, China mendukung kedaulatan PNG dengan tetap menghormati integritas nasional dan wilayah PNG. Sebaliknya, PNG mengakui Kebijakan Satu China (One-China Principle). Kedua negara juga memperluas kerjasama dalam payung the Belt and Road Initiative dan mendukung program pembangunan konektivitas PNG tahun 2020-2040.

Dinamika hubungan China dan negara-negara Pasifik Selatan dalam beberapa bulan terakhir ini, terutama pasca perjanjian keamanan Solomon – China, telah mendorong Menlu Australia, Penny Wong, bertemu dengan PM Solomon Islanda Manasseh Sogavare di Honiara pada 16 Juni 2022 (abc.net.au), dimana PM Sogavare meyakinkan Australia, bahwa China tidak akan membangun basis militer di Solomon, dan Menlu Penny Wong meyakinkan Solomon bahwa Australia merupakan pilihan mitra utama keamanan dan pembangunan dari Solomon Islands.

Di tengah-tengah pelaksanaan pertemuan PIF leaders di Suva, Menlu Australia Penny Wong menjelaskan perhatian Australia yang besar atas persatuan dan kebersamaan PIF yang utuh, walaupun dihadapkan dengan dinamika geogrategis, tantangan pembangunan regional maupun perbedaan sikap politik di internal PIF (pina.com.fj). Bagi Menlu Penny Wong, Australia mendukung konsensus negara-negara Pasifik dalam mensepakati Suva Agreement.

Pentingnya momentum PIF di Suva, Fiji ini, telah mendorong PM Australia, Anthony Albanese hadir secara langsung di Suva, Fiji, dan menegaskan komitmen dan posisi baru Australia atas Pasifik, sebagaimana diungkapkan di wawancara doorstop di Suva, pada 14 Juli 2022. PM Albanese, mengurai situasi PIF Leaders summit, “There were divisions, earlier this year, but the fact that 17 of the 18 nations have signed the Suva Declaration or the new structure of the Pacific Islands Forum, which has brought countries together, is very positive indeed” (pm.gov.au).

Peluang Indonesia, “Look to the East”

Bagi Indonesia, Pasifik Selatan menjadi perhatian penting dari proses pengambilan kebijakan luar negeri Indonesia.

Dalam sebuah Rapat Kabinet Terbatas, pada 4 Mei 2018, yang khusus membahas kerjasama Indonesia dengan negara-negara di Kawasan Pasifik Selatan, Presiden Joko Widodo berpandangan, dengan letak geografis Indonesia yang berdekatan dengan kawasan Pasifik Selatan, selayaknya bagi Indonesia untuk membentuk haluan politik luar negeri dan menjalankan diplomasi politik dan ekonomi untuk kepentingan nasional di kawasan Pasifik Selatan (setneg.go.id).

Sejak awal masa pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga pertengahan tahun 2022, Presiden Joko Widodo telah dua kali mengunjungi Papua Nugini, baik pada 11 Mei 2015 dan 17 November 2018, bertemu dengan PM PNG, Peter O’Niell. Sebaliknya, PM PNG James Marape bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, pada 31 Maret 2022.

Selanjutnya, Presiden Joko Widodo juga telah bertemu dengan Presiden Republik Nauru, Baron Divavesi Waqa di Istana Bogor, pada 8 Desember 2017, Presiden Federasi Serikat Mikronesia Peter M. Christian di Istana Bogor, pada 18 Juli 2018.

Ketika berada di Port Moresby, dalam rangkaian kegiatan KTT APEC, Presiden Joko Widodo melakukan pembicaraan bilateral dengan PM Solomon Islands, Rick Houenipwela, pada 17 November 2018. Dalam pertemuan ini, dibahas kerjasama investasi, perdagangan, eko-wisata, perikanan dan kelautan, pengembangan pesisir dan pengelolaan dampak bencana. Demikian pula, pembicaraan terkait dengan kebijakan nasional Indonesia dalam percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat.

Sekali lagi, dalam pandangan Presiden Joko Widodo (setneg.go.id), kerjasama dengan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan memiliki peluang yang besar, sekaligus menjadi koridor percepatan kawasan Timur Indonesia.

Bagi Presiden Joko Widodo, kunci dari kerjasama ini, melalui penguatan konektivitas, baik konektivitas budaya dan ekonomi, yang didukung oleh kelancaran konektivitas sistem transportasi dengan negara kawasan Pasifik Selatan.

Dalam perkembangan terakhir, Menlu Retno Marsudi telah bertemu PM Fiji Frank Bainimarama, yang juga merangkap Menlu Fiji, di Bali, pada 7 Juli 2022, dimana Indonesia mengundang Fiji dalam pertemuan G20 untuk mewakili negara-negara kepulauan Pasifik Selatan.

Komitmen dan dukungan politik dari berbagai pemimpin negara-negara Pasifik Selatan atas kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia. Hal ini merupakan fondasi penting bagi Indonesia untuk lebih memperkuat kerjasama di berbagai bidang pembangunan dengan kawasan Pasifik Selatan.

Akhirnya, penting sekali bagi Indonesia untuk mencermati komunike PIF, “Suva Declaration” dari pertemuan PIF Leaders di Suva, Fiji, pada 11-14 Juli 2022. Dari komunike ini, PIF sangat konsen ke aksi komprehensif terhadap perubahan iklim dan komitmen atas “Strategi 2050 Benua Pasifik Biru”.

Harapannya, “Look East Policy” menjadi prioritas pilihan dari haluan kebijakan luar negeri Indonesia di kawasan Pasifik Selatan, yang sejalan pula dengan komitmen nasional dalam percepatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia, terutama percepatan pembangunan Papua tahun 2022-2041 dalam spirit otonomi khusus Papua.

Velix Wanggai, Yarra River, Melbourne, 14 Juli 2022

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com