Otjih Sewandarijatun, alumnus Universitas Udayana, Bali
Sebenarnya, bangsa ini sudah sepakat akan melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan yaitu pemilhan umum secara aman dan sukses dengan tingkat golput yang dapat ditekan serendah mungkin, namun kesepakatan tersebut harus diimbangi dengan kerja-kerja nyata dan bukan hanya berbicara saja tanpa bekerja (no action, talk only) agar cita-cita Pemilu 2014 dapat dilaksanakan dengan baik dapat terlaksana.
Penulis mengkhawatirkan akan banyaknya halang rintang (hurdles) yang dapat menghambat bahkan mengacaukan pelaksanaan Pemilu legislatif 9 April 2014 ataupun Pemilu Presiden pada Juli 2014 mendatang, jika tidak diantisipasi, tidak dicermati, tidak diperhatikan bahkan tidak dikelola isu-isu sensitif tersebut secara bijaksana agar tidak menyeruak ke masyarakat, di era kebebasan pers dan kebebasan demokrasi sekarang ini.
Yang pasti halang rintang yang perlu mendapatkan perhatian dan pencermatan tersendiri adalah terkait dengan situasi kamtibmas menjelang Pemilu 2014 mendatang, karena setidaknya dengan adanya indikasi beberapa penemuan senjata api, bahan peledak dan aksi perampokan yang terjadi di beberapa daerah sudah mencerminkan “strong signals” bahwa situasi kamtibmas harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi hurdles.
Pada awal Maret 2014 di belakang Pasar Buah Dukuh Gumelem, Kelurahan Mulyoharjo, Kecamatan Pemalang, Jawa Tengah, ditemukan sebuah granat buatan Korea oleh seorang warga saat memancing di saluran air irigasi persawahan di belakang Pasar Buah, selanjutnya dilaporkan kepada aparat keamanan setempat. Di tempat terpisah di Kelurahan Sarongsong I Lingkungan III, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, telah ditemukan benda yang diduga granat nanas oleh pekerja bangunan yang akan membuat pondasi untuk bangunan Ruko di kedalaman 70 Cm, selanjutnya benda yang diduga granat disampaikan warga kepada aparat keamanan setempat. Sementara itu, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Kelurahan Buha, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara, seorang pemungut sampah menemukan kantong plastik yang berisi sejumah amunisi dan gas air mata catridge dan super 7 catridge, yang sudah diserahkan ke aparat keamanan setempat.
Masih di awal Maret 2014 di Kabupaten Lampung Utara, aparat keamanan telah mengamankan sebanyak 3 pucuk senpi rakitan dan berikut beberapa butir peluru. 2 pucuk di antaranya merupakan penyerahan dari warga melalui kepala desa, dan satu pucuk senpi rakitan jenis laras pajang diamankan atas penyerahan dari warga, dimana atas partisipasi warga tersebut jajaran aparat keamanan setempat mengucapkan terima kasih.
Jenis halang rintang kedua yang perlu mendapatkan perhatian dan pencermatan tersendiri adalah maraknya aksi perampokan di beberapa daerah, seperti tanggal 3 Maret 2014 di Jalan Labuhan, Kelurahan Kotapinang, Kecamatan Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, terjadi aksi perampokan yang dilakukan 4 orang tidak dikenal yang mengendarai 2 sepeda motor terhadap seorang yang baru mengambil uang sebanyak Rp 40 juta dari Bank Mandiri Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Dalam aksinya pelaku menodongkan senjata api jenis airsoft gun, saat korban tiba di Jalan Labuhan. Sementara itu, di Simpang Jalan Kala Pane, Kota Pinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, terjadi aksi perampokan yang dilakukan 4 orang dengan mengendarai sepeda motor dan menggunakan senjata api terhadap mobil perusahaan PT NJ. Mobil tersebut baru selesai mengambil gaji karyawan sejumlah Rp 130 juta di Bank Mandiri Kotapinang.
Di Jalan Djamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, terjadi aksi perampokan terhadap toko emas, dengan cara membongkar asbes (plafon) toko dari luar toko, setelah itu pelaku naik ke atas plafon dan memotong besi krangkeng (besi pelindung di atas plafon) dengan cara membakar besi menggunakan alat Las gas. Dalam aksinya pelaku berhasil membawa kabur uang tunai sebesar Rp30 juta dan juga perhiasan berlian.
Berbagai Jenis Konflik Juga Marak
Fakta mengerikan lainnya menyongsong Pemilu 2014 adalah makin marak dan mudahnya emosi warga masyarakat tersulut untuk melakukan aksi anarkis dalam berbagai bentuknya seperti bentrokan warga, bentrokan warga dengan perusahaan, bentrokan sesama ormas dan mahasiswa dan bentrok antar suku di Papua.
Bentrok atau perkelahian antar warga misalnya terjadi di Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Papua dan Sumatera Selatan. Tanggal 5 Maret 2014 di Kelurahan Maasing, Lingkungan 3, Kecamatan Tuminting, Kota Manado, Sulawesi Utara, terjadi perkelahian antara kelompok pemuda dari tiga kelurahan di Kecamatan Tuminting, dipicu permasalahan sepele yaitu saat rombongan pemuda dari dua kelurahan menggunakan 3 sepeda motor menuju kelurahan yang lainnya dengan membuat keributan dan mengancam warga setempat, sehingga mendapat perlawanan dari pemuda dari kelurahan lainnya menyebabkan 2 orang menderita luka. Sementara itu, di salah satu desa di Kecamatan Sayur Matinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, terjadi perkelahian antara warga masyarakat. Akibat kejadian tersebut 2 orang warga terluka dan dibawa ke Puskesmas Pintu Padang, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sebelumnya, pada awal Maret 2014 di jembatan Kampung Wadio Atas, Papua, terjadi keributan antar masyarakat suku Moni, pasca penyelesaian masalah pada 28 Februari 2014. Keributan berawal saat kedua keluarga dari dua kampung yang bertikai dipertemukan di Balai Desa Kampung Wadio, namun berujung cekcok mulut karena pihak keluarga pelaku tidak menerima atas denda dari keluarga korban dan melakukan pelemparan batu kepada pihak keluarga korban, sehingga terjadi aksi lempar batu antara kedua belah pihak. Akibat peristiwa tersebut, 13 warga dan 4 orang petugas luka-luka. Sedangkan, terjadi bentrok antara warga desa di Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan yang dipicu perebutan lahan PT SJS, menyebabkan 3 warga meninggal dunia dan 1 mengalami luka kritis. Di kawasan Karang Putih, Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Sumatera Barat, terjadi bentrok antar warga kampung menyebabkan 3 warga mengalami luka.
Keributan atau bentrok juga terjadi di beberapa daerah seperti di Garut Jawa Barat terjadi bentrokan antar ormas pemuda pada 4 Maret 2014 di depan Kantor Kejaksaan Garut, dipicu pasca keributan anggota kedua ormas tersebut di salah sebuah tempat karaoke sehari sebelumnya. Sedangkan bentrok antara warga dengan perusahaan terjadi di lokasi Trans Sosial Satu, Dusun Johor, Desa Bungku, Kabupaten Batanghari, Jambi, antara petani yang mengaku warga Suku Anak Dalam (SAD) dengan pihak keamanan PT AP.
Tidak mau kalah dengan “orang tua” yang mudah melakukan bentrok atau perkelahian, tawuran antar generasi muda yaitu mahasiswa dan pelajar juga terjadi antar fakultas di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara serta antar siswa SMA di Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, NTB.
Marak dan mudah tersulutnya beragam jenis konflik di tanah air juga mencerminkan banyak hal seperti semakin menajamnya polarisasi sosial. Serge Moscovici dan Marisa Zavalloni dalam Journal of Personality and Social Psychology mengatakan, menajamnya polarisasi sosial memang menjadi sasaran aksi-aksi massa sehingga diharapkan dapat menarik lebih banyak anggota masyarakat untuk “berpihak” pada aspirasi mereka. Disamping itu, kemungkinan juga karena kurangnya keadilan dan kesejahteraan, sebab ada adagium Romawi Kuno berbunyi “Pacem Cole Lustitian” (kalau mau damai dan sejahtera, tumbuhkan keadilan). Oleh karena itu, untuk meminimalisir fenomena ini tampaknya penegakkan hukum harus dikedepankan atau fiat justitia ruat coeleum yang artinya hukum harus tetap ditegakkan biarpun langit runtuh.