Media Barat Arus Utama Berkonspirasi Menutupi Kejahatan Kemanusiaan AS dan Barat di Libya, Suriah dan Venezuela

Bagikan artikel ini

Sepuluh tahun lalu, tepatnya pada 2011 Amerika Serikat, Prancis dan Inggris melancarkan serangan militer negra kaya minyak di Timur-Tengah, Libya, dengan dalih untuk “humanitarian intervention.” Pengeboman terhadap Libya mendapat “restu” dari Presiden AS Barrack Obama, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy. Dengam alasan bahwa angkatan bersenjata pemerintahan Muammar Gaddafi telah melakukan pembantaian terhadap warga sipil di Libya. Namun ternyata itu hanya propaganda menyesatkan.

Sebelum AS, Prancis dan Inggris melancarkan aksi militer berkedok humanitarian intervention menggulingkan Muammad Gaddafi, Libya dikenal sebagai negara yang sejahtera(wealthy state) dengan jaminan kesehatan dan pendidikan gratis bagi rakyat Libya. Sejak jatuhnya pemerintahan Muammar Gaddafi, jaminan kesehatan dan pendidikan bagi warga negara dalam waktu seketika dicabut. 600 ribu warga sipil tewas terbunuh. Banyak warga masyarakat lainnya kehilangan tempat tinggal. Dalam situasi yang barbarian tersebut, warga masyarakat berkulit hitam secara etnik dimusnahkan atau dijadikan budak. Jual-beli senjata secara gelap dan ilegal maupun aksi terorisme semakin marak. Banyak juga warga Libya yang memutuskan meninggalkan negaranya dan beremigrasi ke luar negeri. Ribuan lainnya mati tenggelam dalam perjalanan mencari tempat tinggal baru di luar negeri.

Sayangnya, seperti diutarakan oleh  Jeremy Kuzmarov,  managing editor of CovertAction Magazine dan penulis beberapa buku tentang kebijakan luar negeri AS, para pelaku kejahatan kemanusiaan dari AS dan kedua negara sekutunya tersebut, hingga kini belum bisa dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Begitu pula di Suriah, AS melancarkan propaganda dan disinformasi melalui media massa bahwa Presiden Bashar al-Assad bertanggungjawab atas penggunaan senjata biologis terhadap kota satelit di Damaskus pada April 2018. Seminggu kemudian AS, Inggris dan Prancis melancarkan serangan militer ke Suriah sebagai reaksi terhadap propaganda yang belum terbukti kebenarannya tersebut.

Maka  UN’s Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) kemudian melakukan tindak kejahatan menyembunyikan kebenaran dengan tujuan mendukung narasi yang dikembangkan Barat bahwa Assad telah membunuh warga sipil Suriah dengan menggunakan senjata kimia.

Baru-baru ini lima orang mantan staf OPCW bergabung dengan beberapa tokoh terkemuka yang secara bersama-sama mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa agar membentuk komite pengawasan persenjataan biologis (chemical weapons watchdog) untuk mencermati kontroversi antara versi Barat versus Suriah.

Bocoran informasi dari internal OPCW mengatakan bahwa ada temuan saintifik penting yang meragukan keterlibatan Suriah dalam penggunaan senjata kimia, namun para investigator tersebut segera disingkirkan dari proses penyelidikan. Dan hasilnya pun kemudian disensor oleh pihak OPCW.

Baca: Propaganda by Omission: Libya, Syria, Venezuela, and the UK

Berbagai media massa di Inggris juga sepertinya bersekongkol untuk tutup mulut menyembunyikan kebenaran. Termasuk BBC News. Nampaknya merupakan hal yang  normal bagi jurnalisme arus utama  di Barat, termasuk di Inggris, untuk menutup-nutupi fakta bahwa pihak Barat telah melancarkan aksi kekerasan terhadap negara-negra lain, dan mengabaikan fakta bahwa hal tersebut merupakan suatu tindak kejahatan.

Cerita serupa juga terjadi pada Venezuala, sebuah negara di Amerika Latin yang berhaluan demokrasi berbasis ideologi kiri, dan merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Dan negeri yang pernah punya presiden yang sangat populer di dunia, Hugo Chavez, merupakan target operasi Washington untuk menggulingkan presiden yang pernah jadi perwira menengah angkatan udara tersebut. Pada 2002 lalu Presiden AS George W Bush pernah berusaha menggulingkan Hugo Chavez, namun rencana itu gagal total.

Maduro's government blames the sanctions for Venezuela's economic woes, but critics say the country's economic collapse began before that [Stringer/AFP]

Almarhum Chavez maupun yang masih menjabat sampai saat ini, Nicolas Maduro, melalui proganda menyesatkan yang dilancarkan oleh media-media Barat, dicap sebagai pemimpin diktator atau otoriter. Belum lagi sanksi ekonomi yang dilancarkan Barat terhadap Venezuela telah melumpuhkan kemampuan nasional negeri itu dalam pelayanan publik sebelum dan selama berlangsungnya pandemic Covid-19.

Pendapatan nasional ekonomi Venezuela akibat aksi sepihak Barat dalam melancarkan sanksi ekonomi, menyebabkan perekonomian Venezuela menurun drastis. Sehingga    Alena Douhan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas meneliti dampak negatif akibat diberlakukannya sanksi ekonomi Barat terhadap Venezuela, mendesak AS dan Uni Eropa untuk mencabut pembekuan aset-aset yang disimpan di Bank Sentral Venezuela, sehingga bisa digunakan untuk membeli obat-obatan, vaksin, pangan, alat-alat kesehatan maupun peralatan-peralatan lainnya.

Menurut Alena Dauhan, kampanye negatif AS dan Uni Eropa terhadap Venezuela dengan tujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, merupakan pelanggaran prinsip-prinsip kedaulatn nasional dan merupakan campurtangan dalam urusan dalam negeri Venezuela. Sehingga bisa berdampak pada tingkat kawasan Amerika Latin.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah think-thank yang cukup kredibel di AS yaitu  Center for Economic and Policy Research, akibat dari diberlakukannya sanksi ekonomi di Venezuela sejak April 2017, 40 ribu orang tewas. Terhadap fakta penting tersebut, tak ada liputan berita sama sekali di berbagai media nasional Inggris, termasuk BBC News.

Semua media sepertinya bersekongkol untuk aksi tutup mulut. Mengabaikan dampak dari sanksi ekonomi AS dan Uni Eropa, yang berakibat buruk bagi rakyat dan perekonomian Venezuela. Yang dibesar-besarkan dan digembar-gemborkan adalah praktek korupsi yang dilakukan pemerintahan Maduro, tanpa menyorot dampak buruk dari sanksi ekonomi AS dan Barat terhadap ambruknya perekonomian Venezuela.

Baik BBC News, New York Times, Washington Post, dan The Guardian, sepakat tutup mulut menanggapi temuan penting dari Alena Dauhan.

Diolah kembali oleh Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI).

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com