Melawan Propaganda Sesat KNPB

Bagikan artikel ini
Erlangga Pratama, alumnus Fisip Universitas Jember, Jawa Timur dan alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia (UI). Kandidat doktor
Kelompok yang menyebut dirinya sebagai Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kembali menebar teror mengusik ketentraman masyarakat Papua dengan seruan unjuk rasa dan propaganda politik sesat yang menjurus makar dan melawan hukum. Seruan unjuk rasa yang disebar KNPB dengan isu tuntutan referendum, pembebasantapol/napol, dan dukungan terhadap segelintir orang yang menyebut dirinya sebagai United Liberation Movement for West Papua(ULMWP). Kelompok ULMWP saat ini bergerilya di panggung internasional untuk memperoleh pengakuan dari komunitas internasional, terutama forum Melanesian Spearhead Group (MSG).
Untuk melegitimasi aksi kelompok tersebut, fakta-fakta tentang Papua dijungkirbalikan dengan kebohongan tentang pelanggaran HAM, pemusnahan etnis, dan kolonialisasi oleh Indonesia. Hubungan yang erat antara pemerintah dan segenap masyarakat Papua, serta capaian kemajuan dan pembangunan Papua yang begitu pesat, terutama era pemerintahan Jokowi diabaikan sebagai fakta terkini yang berlangsung di Papua. Propaganda sesat KNPB itu dimaksudkan untuk menarik simpati dan dukungan baik akses dana maupun politik dari komunitas internasional guna kampanye kemerdekaan.
Baik KNPB maupun ULMWP selalu mengklaim satu-satunya kelompok yang merepresentasikan masyarakat Papua dan mendapat pengakuan internasional, terutama sejumlah kecil negara kepulauan Pasifik Selatan maupun Afrika. Isu rumpun Melanesian dimanipulasi sebagai pintu masuk dalam MSG. Kelompok ini juga menjalin hubungan dengan sejumlah orang pelaku kriminal di Papua yang menjadi buron pemerintah Indonesia karena berbagai kejahatan dan pelanggaran hukum di Papua seperti Beny Wenda yang menetap di London, maupun Buchtar Tabuni. Sehingga wajar jika KNPB dianggap tidak lebih dari sekedar corong propaganda bagi para kriminal buronan pemerintah yang telah melarikan diri keluar negeri dan menikmati berbagai fasilitas dari hasil mengeksploitasi Papua.
Propaganda Sesat
Propaganda politik KNPB jelas sesat dan membahayakan ketertiban sosial masyarakat Papua. Gugatan atas status Papua sebagai bagian kedaulatan Indonesia dengan mempersoalkan Pepera tahun 1969 dan tuntutan untuk referendum untuk merdeka jelas ahistoris, bertentangan dengan norma internasional, tidak berdasar dan kontra produktif bagi kepentingan masyarakat Papua. Sejak Indonesia proklamasi kemerdekaannya, Papua secara otomatis menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Hal merujuk prinsip “Uti Possidetis Juris” yang diakui internasional dimana negara bekas jajahan mewarisi wilayah negara kolonial. Pemerintah kolonial Belanda meletakan Irian Barat sebagai bagian dari wilayah Propinsi Maluku, sehingga Indonesia berhak mengklaim wilayah Papua sebagai wilayah yang menjadi bagian kedaulatannya.
Secara politik, kedudukan Papua sebagai wilayah Indonesia diperkuat melalui proses politik demokratis dengan digelarnya plebisit atau referendum (Pepera) tahun 1969 bagai masyarakat Papua dibawah pengawasan PBB. Begitu pula berdasarkan hukum internasional yang ditunjukan dengan adanya resolusi PBB No. 2504 yang ditetapkan dalam Sidang Umum PBB pada 19 November 1969 tentang pengakuan hasil Pepera. Fakta sejarah ini tidak dapat dipungkiri kesahihan dan karenanya kedudukan Papua sebagai bagian NKRI, sah secara politik maupun hukum sehingga tidak bisa diganggugugatsiapapun,baik KNPB maupun negara lain.
Ajakan KNPB untuk mendukung tuntutan pengakuan ULMWP dalam MSG sama sekali tidak mencerminkan aspirasi masyarakat Papua. Negara-negara anggota MSG merupakan negara sahabat Indonesia yang memiliki kewajiban untuk menghormati kedaulatan dan tidak berhak turut campur dalam masalah dalam negeri Indonesia. Respons yang MSG berikan tentu hanya sebatas bentuk solidaritas rumpun Melanesia, dan tidak dibenarkan sebagai bentuk dukungan separatisme yang digagas oleh KNPB dan ULMWP. Bahkan, sejumlah perwakilan MSG telah mengunjungi Papua dan mengapresiasi perubahan dan kemajuan pembangunan yang telah dicapai oleh Papua. Karena itu, jikapun nantinya ada negara anggota MSG yang terlalu jauh mencampuri urusan Papua, Indonesia tentu punya hak membela kedaulatannya sesuai dengan norma internasional dan kepentingan nasional Indonesia.
Begitu pula dengan isu dukungan dari kaukus parlemen yang dibentuk oleh sejumlah anggota parlemen dari beberapa negara, seperti Kanada, Australia, Inggris, Amerika yang tentu tidak dapat dibaca sebagai representasi politik sikap resmi pemerintah negara masing-masing. Lebih tepatnya, kaukus parlemen tersebut dapat dimaknai semacam perhatian politik informal dari sejumlah politisi di beberapanegara agar Indonesia mengatasi masalah pembangunan Papua dan mengembangkan iklim politik yang makin demokratis, dan ini sejalan dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Pembentukan kaukus parlemen bukan hal baru, sebagai contoh mirip dengan pembentukan kaukus parlemen yang juga dilakukan oleh sejumlah anggota parlemen antar negara untuk mendorong proses demokratisasi di Myanmar tanpa menyinggung kedaulatan nasional Myanmar. Oleh karena itu, sikap informal dari kaukus parlemen internasional tidak sama dengan dukungan politik  bagi separatisme yang disuarakan ULMWP.
Mengenai isu pelanggaran HAM juga perlu dikritisi mengenai kasus dan peristiwa yang spesifik. Jikapun terjadi, Indonesia sebagai negara yang meratifikasi konvensi tentang HAM memiliki komitmen kuat atas perlindungan HAM disertai dengan instrumen penegakan HAM yang dimotori oleh Komnas HAM. Tidak dapat digeneralisir peristiwa masa lalu dengan perubahan yang telah terjadi sejalan dengan penerapan Otsus Papua. Penggunaan mekanisme represif negara sepanjang memiliki dasar hukum yang jelas dan dimaksud untuk menciptakan law and order guna melindungi kepentingan warga negara tentu tidak identik dengan pelanggaran HAM dan merupakan praktek yang lazim dilakukan di negara manapun.
Sinergi Masyarakat dan Pemerintah
Melawan propaganda KNPB yang menyesatkan tentu perlu sinergi antara masyarakat dan pemerintah. Berbagai reaksi penolakan KNPB oleh masyarakat Papua dari berbagai kalangan dan elemen, seperti pemuda, mahasiswa, tokoh adat, para pejuang integrasi Papua, di berbagai sudut wilayah, merupakan indikasi kegelisahan dan kemuakan masyarakat terhadap aksi-aksi KNPB. Reaksi spontan, tulus dan penuh kesadaran ini menandakan kuatnya persatuan masyarakat Papua dalam menghadapi setiap ancaman dan rongrongan yang dapat mengganggu kepentingan masyarakat dan kelangsungan pembangunan kesejahteraan Papua. Situasi ini harus segera mendapat respons dari pemerintah agar kegelisahan masyarakat tidak berkembang menjadi kemarahan yang dapat menyulut aksi-aksi masyarakat yang lebih radikal dalam melawan kampanye separatisme yang dilancarkan oleh KNPB.
Sikap responsif pemerintah harus diwujudkan dengan tindakan yang tegas, tepat, efektif dan menyeluruh dalam menangani aksi-aksi KNPB. Sebagai bagian dari upaya perlindungan kepentingan masyarakat Papua, penegakan hukum dan menjaga kedaulatan, pemerintah tidak boleh gentar karena dukungan masyarakat Papua yang demikian besar. Pemerintah dan masyarakat Papua tidak akan mentolerir aksi-aksi melawan hukum, separatisme dan kolaborator asing yang dilakukan siapapun di bumi Papua tercinta.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com