Membaca Perilaku Geopolitik di Jalur Sutera (3)

Bagikan artikel ini

Memelihara Phobia dan Motif Israel Berdiri

Guna melemahkan ancaman Liga Arab sekaligus menguasai kekayaan SDA-nya, kekuatan kapitalisme Barat cq AS dan Eropa mendukung berdirinya Israel (ilegal) di Timur Tengah. Pertanyaannya, “Kenapa Barat menilai Liga Arab sebagai ancaman sehingga harus dilumpuhkan?”

Kita menengok ke belakang sebentar. Pernyataan Henry Bannerman, Perdana Menteri (PM) Inggris era 1906-an, barangkali bisa menguak motivasi di balik apa yang terjadi di atas permukaan. Ini cuplikannya:  

“Ada sebuah bangsa (Bangsa Arab/Umat Islam) yang mengendalikan kawasan kaya akan sumber daya alam. Mereka mendominasi pada persilangan jalur perdagangan dunia. Tanah mereka adalah tempat lahirnya peradaban dan agama-agama. Bangsa ini memiliki keyakinan, suatu bahasa, sejarah dan aspirasi sama. Tidak ada batas alam yang memisahkan mereka satu sama lainnya. Jika suatu saat bangsa ini menyatukan diri dalam suatu negara; maka nasib dunia akan di tangan mereka dan mereka bisa memisahkan Eropa dari bagian dunia lainnya (Asia dan Afrika). Dengan mempertimbangkan hal ini secara seksama, sebuah “organ asing” harus ditanamkan ke jantung bangsa tersebut, guna mencegah terkembangnya sayap mereka. Sehingga dapat menjerumuskan mereka dalam pertikaian tak kunjung henti. “Organ” itu juga dapat difungsikan oleh Barat untuk mendapatkan objek-objek diinginkan” (JW Lotz, 2010).

Bila cermat memaknai statement Bannerman tadi, maka tercermin ada kegelisahan Barat jika muncul persatuan dan kesatuan Bangsa Arab. Itulah pokok-pokok motif dan latar belakang mengapa Barat sangat khawatir tatkala bersemi setiap persatuan bidang apapun, dimanapun serta sampai kapanpun. Oleh sebab ‘barang’ tersebut dipersepsikan sebagai endapan bahaya atau hazard bagi implementasi kapitalisme — ideologi yang dipujanya.

Terkait isyarat Bannerman, menjadi keniscayaan jika soliditas Liga Arab nantinya mampu memisahkan Barat dari dunia lain (Asia dan Afrika). Inilah kecemasan berlebihan (phobia) yang terus ‘dipelihara’ hingga kini. Maka bacaan inti atas sinyal PM Inggris tempo doeloe, bahwa hadirnya Israel sejatinya selain berperan selaku organ pemecah belah di jantung Dunia Arab, ia juga dijadikan alat dalam rangka meraup berbagai kepentingan Barat di Jalur Sutera.

Retorika selidik pun muncul, dengan demikian: “Apakah Adolf Hitler dengan “Hollocaust”-nya dahulu hanya sekedar wayang atau sosok suruhan untuk menggiring Bangsa Yahudi berduyun-duyun ke Palestina?” Retorika lagi, apakah warga Yahudi yang kini berdiam di Israel tergolong Yahudi kelas bawah atau golongan rendahan karena tidak memiliki power sama sekali untuk melawan skenario Hollocaust yang diremot oleh segelintir elit (pemilik hajatan) yang notabene Yahudi juga? Retorika ini tidak untuk dijawab agar tulisan sederhana ini dilanjutkan.

Lahirnya Proxy War

Dalam Cold War, lahirlah apa yang kini dinamai Proxy War (perang perwalian atau perang boneka, dst). Data menyatakan, bahwa kehadiran Israel di Timur Tengah mendapat back up dari AS dan Eropa, sedang Liga Arab didukung oleh Uni Soviet. Dengan demikian, hakiki pertikaian sebenarnya antarmaniak perang, Timur Tengah cuma medan tempur belaka. Dan Israel? Sekali lagi, ia hanya pion, biang keladi, atau pemicu sesuai isyarat Bannerman 1906-an: “Organ pemecah belah.” Itulah sepintasgrand desaign atau gabungan geostrategi kedua adidaya agar suhu politik dan api konflik di Jalur Sutera terus menyala. Pertanyaan sekarang, “Bagaimana modus AS dan Uni Soviet mengobok-obok The New Emerging Forces?”

Kelompok NEFOS (ex jajahan Eropa) tergelar di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Kenapa dahulu AS dan Uni Soviet tidak secara langsung ‘menyentuh’ Afrika? Ya. Dalam perspektif geopolitik Jalur Sutera, adanya konflik di Liga Arab otomatis akan mematikan aliran arus ke Afrika, karena kekuatan Afrika terletak di bagian utara benua tersebut (Mesir, Libya, Tunisia, dll) yang ditinggali oleh mayoritas muslim serta secara religi dan budaya, mereka berkiblat ke Liga Arab. Asumsinya, jika terjadi konflik di Liga Arab bakal mematikan Afrika oleh karena jalurnya tersumbat. Sebagaimana diulas di atas, bahwa Afrika Utara adalah penggalan atau lintasan dari Jalur Sutera itu sendiri.

Selanjutnya, untuk melemahkan NEFOS di Asia, kedua superpower militer membagi dalam dua kawasan. Kawasan pertama meliputi Jepang, Korea, Taiwan, dll (Asia Timur), sedang kawasan kedua ialah Asia Tenggara yang meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunai, Myanmar, Vietnam, dll. Pertikaian Uni Soviet dan Paman Sam di Asia diawali Perang Korea (1950-1953) yang merupakan proxy war pertama antarsuperpower, meski akhirnya meluas ke Cina, Taiwan dan Jepang. Inilah modus mereka menghancurkan potensi poros di Asia Timur.

Setelah sukses ‘menciptakan’ Perang Korea di Asia Timur, keduanya melirik Asia Tenggara. Kenapa demikian, pemicunya konferensi Asia Afrika (KAA) I tahun 1955 di Bandung. Tak bisa tidak. Alasan politisnya,  KAA merupakan forum penyatuan negara-negara eks jajahan Barat di Asia-Afrika. Aliansi dalam forum KAA memiliki potensi menjadi poros baru yang kuat di panggung politik global karena faktor senasib dan gelora anti-imperialisme. Dalam perspektif hegemoni superpower, aliansi KAA merupakan ancaman sebab BK, pemrakarsa gerakan KAA secara gegap mempompa semangat anti-penjajahan kepada kelompok negara di daratan yang sebelah-menyebelah pada Garis Hidup Imperialisme (Jalur Sutera).

Kembali ke Timur Tengah sejenak. Tatkala Liga Arab lemah akibat konflik versus Israel yang didukung Barat —dalam hal ini AS dan Eropa— berdirinya KAA menarik sebagian anggota Liga Arab bergabung dengannya. Lagi-lagi, kedua adidaya menilai, hadirnya KAA adalah ancaman nyata bagi hegemoni mereka di masa depan, dan mutlak hukumnya untuk dilemahkan sebelum kian membesar.

Maka keduanya (AS dan Uni Soviet), selain memakai Perang Korea sebagai alat penghancur potensi Asia Timur, juga diarahkan pada pelemahan KAA. Meski perlahan namun relatif efektif, karena agenda lanjutan KAA yaitu Gerakan Non Blok yang muncul 1961 pun, jika ditinjau dari perspektif politik global — terlihat ‘mandul’ akibat meletusnya perang tersebut. Itulah sekilas geostrategi Uni Soviet dan Paman Sam melalui skenario Perang Dingin dalam rangka melemahkan kebangkitan Liga Arab dan NEFOS.

Bagaimana modus AS dan Uni Soviet melemahkan potensi negara eks kolonial di Amerika Latin (Selatan)? Pintu masuknya adalah Kuba. Invasi Teluk Babi (1961) merupakan pembuka peperangan antardua adidaya dengan memilih Kuba sebagai medan tempur (proxy war). Dan meluasnya peperangan di negara-negara Amerika Latin lain sebagai efek, itulah salah satu geostrategi guna melebur potensi poros Amerika Latin.

Secara fisik, Perang Dingin sebenarnya masuk kategori Perang Dunia karena mission area di Timur Tengah, Afrika Utara, Amerika Latin, Asia Timur, Asia Tenggara, dsb. Ia juga dinilai sebagai momentum bubarnya Uni Soviet selaku “raja komunisme” dunia. Tapi kenapa Cold War tak pula disebut Perang Dunia III sedang cakupan wilayahnya begitu luas?  Kembali perihal kesepakatan antarsuperpower. History written by the winner. Atau, barangkali ada perang besar lain yang hendak mereka gelar kembali, atau ada hidden agenda lain?

Bersambung ke 4 ..

Bannerman memberi sinyal, di jantung Dunia Arab harus diberi “Organ Pemecah-belah

BK menggelorkan semangat anti-imperialisme di kelompok negara Jalur Sutera (Garis Hidup Imperialisme)

Gadis Kasmir

Penulis: M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com