Rusman, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)
British Geopolitics yang sudah djalankan Inggris sejak abad ke-15 ketika mengkolonisasi kawasan Asia, nampaknya sekarang ditiru oleh pemerintah Cina. Yaitu kuasai wilayah yang suatu negara yang cukup strategis untuk dibangun Bandara dan Pelabuhan. Begitulah cara Cina menghadapi kepungan kehadiran militer Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dari Darwin, Australia.
Pemerintahan Jokowi-JK nampaknya sadar betul kebutuhan mendesak Cina. Baru-baru ini pemerintah mencanangkan pengembangan pelabuhan existing menjadi pelabuhan Hubungan Internasional Bitung dalam rangka mendorong infrastruktur dan perekonomian Indonesia bagian timur, khususnya di Sulawesi Utara.
Setidaknya begitulah dalih resminya. Namun seperti halnya ketika Cina pada akhir masa pemerintahan Presiden SBY mendesak agar dilibatkan dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bitung Sulawesi Utara, maka skema Cina tersebut nampaknya akan ditindak-lanjuti pada pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini tergambar jelas melalui Survei Investigasi Desain (SID) yang mana survey diarahkan untuk menguji kelayakan pembangunan pelabuhan di KEK Bitung.
Tren ini semakin menguat ketika Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) telah memboyong konsultan pelaksana penyusunan Outline Business Case (OBC) untuk proyek tersebut.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya KPPIP telah melaksanakan proses lelang jasa konsultasi penyusunan OBC PHI Bitung, dan dari proses lelang tersebut telah ditetapkan konsorsium PT Mott MacDonald Indonesia, PT Deloitte Konsultan Indonesia, dan PT Hanafiah Ponggawa & Partners sebagai penyedia jasa untuk melakukan kegiatan penyusunan OBC untuk pembangunan PHI Bitung.
Adapun hasil survei konsultan OBC akan dibawa ke Belt and Road Forum (BRF) di Beijing, Cina. Sebagaimana diketahui, Sulawesi Utara bersama Sumatera Utara dan Kalimantan Utara diketahui menjadi tiga provinsi yang diminati investor Cina, karenanya negeri tirai bamboo tersebut dirpoyeksikan untuk masuk di pengembangan Pelabuhan Hub Internasional (PHI) Bitung Ini.
Bagi Indonesia, kerjasama ekonomi-bisnis dengan Cina berdasarkan skema KEK Bitung, pada perkembangannya lebih menguntungkan Cina secara geopolitik dibandingkan Indonesia yang bila proyek ini jadi, semata-mata hanya memandang dari segi peluang ekonomi-bisnis mengingat proyek yang masuk klasifikasi prioritas tersebut bernilai investasi sebesar Rp 34 Triliun.
Apakah sebanding mengingat fakta bahwa Bitung merupakan pintu gerbang jalur Indonesia Timur menuju Asia Pasifik? Rusia mungkin bisa jadi bahan perbandingan. Betapa Vladivostok dan Siberia, yang merupakan kawasan Rusia Timur, juga merupakan pintu gerbang jalur Rusia Timur ke Asia Pasifik.
Namun Presiden Vladimir Putin jauh lebih cerdas dan imajinatif dalam memanfaatkan Siberia sebagai senjata geopolitik Rusia, untuk menghadapi kepentingan negara-negara adikuasa seperti Amerika, Uni Eropa dan Jepang. Sehingga bukan suatu kebetulan ketika pada 2012 Rusia menjadi tuan rumah APEC Summit di Vladivostok. Dan melalui forum tersebut, Rusia mempromosikan The Siberian Russian Far East, yang mana Siberia yang dulunya halaman belakang, telah menjelma menjadi halaman muka Rusia.