Memudakan Kembali Gerakan Kemahasiswaan

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Waktu akhir pekan kemarin pas kangen baca-baca lagi buku Di Bawah Bendera Revolusi, saya menangkap sebuah ungkapan menarik Bung Karno ketika bermaksud mematahkan sebuah ungkapan lama.

Kata BK, ungkapan lama yang bilang “Barang siapa menguasai pemuda, maka dialah yang menggenggam hari esok.” Tapi buat BK ungkapan itu amat tidak tepat. Yang benar adalah, “Siapa yang saat ini menggenggam masa depan atau hari esok, maka dia akan digemari oleh anak-anak muda. Digemari pemuda.”

Ungkapan tersebut benar-benar menyetrum benak saya ketika meninjau sepak-terjang aksi-aksi demonstrasi mahasiswa dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini.

Kalau dibilang melempem atau memble, saya kira tidak juga. Buktinya aksi-aksi mahasiswa masih marak di mana-mana. Ada yang aksi demo di depan istana presiden, ada juga yang gelar aksi di depan gedung DPR.

Namun hal itu tetap saja menggelisahkan saya. Setidaknya saya mencatat ada dua soal yang sedang melanda mahasiswa. Gerakan-gerakan yang dipagelarkan terkesan tidak ada ruh, tak berjiwa, dan tidak menyetrum apa yang jadi kegelisahan umum masyarakat Indonesia sekarang.

Kedua, meski tidak perpecahan serius di kalangan kemahasiswaan, namun sadar atau tidak, telah terjadi keterpecahan. Coba lihat yang namanya Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM. Ada BEM Seluruh Indonesia. Ada BEM Nusantara, Ada BEM Nasional, dan ada BEM Perguruan Tinggi.

Dibilang telah terjadi perpecahan, rasanya terlalu berlebihan, karena selama ini toh mereka belum pernah bersatu entah atas dasar ideologi, atas dasar penyikapan politik, atau atas dasar visi bersama membangun masa depan Indonesia.

Lantas, apa yang salah sehingga terkesan terjadi kebekuan pemikiran dan jiwa di kalangan mahasiswa? Sehingga gerakan mahasiswa terkesan hanya raga tanpa ruh dan jiwa.

Menurut kesan sementara saya, Gerakan Mahasiswa telah kehilangan elan kepemudaannya. Dia tidak muda lagi. Gerakan Mahasiswa telah jadi menua, bahkan terkesan sudah jadi Lansia. Lanjut Usia.

Ciri dari kepemudaan dan energi orang muda adalah, merasa bahwa masa depan ada dalam genggamannya. Itulah sebabnya gerakan anak-anak muda pada 28 Oktober 1928, berhasil membuat sebuah revolusi kesadaran, dengan keluarnya Ikrar Sumpah Pemuda. Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.

Orang-orang muda seperti M Yamin, Sugondo, Amir Syarifuddin, Abu Hanifah dan lain-lain, waktu itu masih berusia antara 22-24 tahun. Usia-usia para mahasiswa kita sekarang. Gerakan yang mereka pagelarkan menyetrum seluruh komponen bangsa, meski saat itu Indonesia sebagai sebuah bangsa masih berupa benih dan embrio.

Namun anak-anak muda ini, menyadari dirinya menggenggam hari esok. Itulah sebab rakyat mendukung mereka, dan ikut serta meluaskan gerakan Sumpah Pemuda para mahasiswa kita kala itu. Sehingga akhirnya bermuara pada kemerdekaan Nasional 17 Agustus 1945.

Inilah yang hilang di kalangan gerakan mahasiswa kita saat ini. Gerakan Mahasiswa sekarang tak ubahnya seperti gerakan orang orang tua yang sama saja dengan manuver-manuver para poitisi di Senayan atau para seniornya yang jadi menteri kabinet pemerintahan Jokowi-JK.

Dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia sejak pra hingga pasca kemerdekaan, tak pernah ada kosakata “mengeritik dan mengawal.” Itu bahasa politik, bukan bahasa gerakan mahasiswa atau kepemudaan yang lazim. Itu bukan gerakan menjebol dan membangun. Itu cuma gerakan korektif. Tidak revolusioner.

Maka, agenda utama para mahasiswa sekarang adalah, MEMUDAKAN KEMBALI GERAKAN MAHASISWA. Sehingga agenda ini bukan saja urusannya BEMSI, BEMNU, BEMNAS, dan BEMPT. Ini jadi masalah besar bagi semua elemen dan unsur kepemudaan dan kemahasiswaan saat ini.

Saya sarankan, daripada gerakan-gerakan mahasiswa terjebak dalam konflik kepentingan atau kontroversi apakah Jokowi sudah layak diturunkan atau cukup dikawal dan dikritik saja, mendingan bikin sesuatu yang besar di antara kalian sendiri. Bikinlah dan susunlah agenda-agenda strategis buat Indonesia ke depan.

Lalu posisikan kalian bukan sekadar gerakan moral, tapi menjadi motor gerakan kebudayaan. Yang bisa kita ilhami dari gerakan sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dulu, betapa kaum muda dan mahasiswa khususnya, telah menjadikan dirinya sebagai kekuatan kebudayaan.

Maka itu, seluruh elemen gerakan mahasiswa yang ada sekarang, segeralah gelar sebuah Kongres Kepemudaan dan Kemahasiswaan Tingkat Nasional.

Satukan visi, satukan agenda strategis, dan satukan program aksi.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com