Mendesak, Kaji Ulang Aturan Penyelesaian Kredit Macet!

Bagikan artikel ini

 Rachmat Adhani

Baru-baru ini, perbankan telah berhasil menekan rasio kredit bermasalah untuk kartu kredit, namun industri perbankan kuatir angka tersebut meningkat seiring rencana bank sentral melarang perbankan memakai jasa debt collector.

Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mengatakan bank-bank lebih memilih untuk mempekerjakan debt collector karena mereka tidak siap melakukan pekerjaan penagihan utang sendirian. Biaya penagihan utang dengan SDM internal bank terkadang dapat melebihi jumlah utang itu sendiri.

Data Bank Indonesia menunjukkan NPL kartu kredit perbankan nasional turun 4,6% dari tahun lalu menjadi Rp1,52 triliun (USD176,3 juta) pada bulan Februari. AKKI kuatir angka NPL tersebut bisa naik karena nasabah tidak takut lagi menunggak pembayaran utang karena SDM internal bank tidak dapat bekerja seperti debt collector.

Setelah kematian Irzen Octa, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Bangsa (PPB), dengan utang lebih dari USD12.000 di salah satu kantor cabang Citibank di Jakarta, DPR memaksa bank sentral untuk menyusun peraturan mengenai tanggungjawab perbankan dalam melakukan penagihan utang secara mandiri dan melarang penggunaan jasa pihak ketiga.

Bank sentral disarankan untuk bekerja sama dengan AKKI untuk membuat daftar debt collector bermasalah dan melarang bank menggunakan layanan mereka. Data BI menunjukkan bank-bank BUMN memiliki NPL 2,4% dari total kredit, sedangkan NPL bank asing 5,3%.

Umumkan Suku Bunga Dasar Kredit

Sebelumnya, sebanyak 44 bank di Indonesia telah mengumumkan suku bunga dasar kreditnya yang berlaku mulai 31 Desember 2011. Sejumlah bank seperti BRI, BCA, Bank Mandiri dan BNI telah mengumumkan suku bunga dasar kredit menyusul keputusan Bank Indonesia.

Bank-bank berpendapat kebijakan itu akan membuat industri perbankan menjadi lebih efisien, akan tetapi dampaknya masih perlu dibuktikan. Tingkat suku bunga dasar BRI mencapai 10,65% untuk kredit korporasi, 12,86% untuk kredit ritel, 11,49% untuk kredit perumahan, dan 13,00% untuk kredit non-perumahan.

Sementara Bank Mandiri menetapkan tingkat suku bunga dasar sebesar 10,75% untuk kredit korporasi, 13,05% untuk kredit ritel, 12,72% untuk kredit perumahan dan 10,93% untuk kredit non-perumahan.

Tingkat suku bunga pinjaman terdiri dari suku bunga dasar kredit dan premi risiko, sedangkan tingkat suku bunga dasar kredit sendiri terdiri dari tiga komponen yaitu jumlah akhir dari biaya kredit, biaya overhead yang terjadi dalam proses pinjaman bank dan margin keuntungan.

Jadi suku bunga yang dikenakan pada debitur belum tentu sama dengan tingkat suku bunga dasar kredit. Terdapat juga premi risiko yang merupakan penilaian bank atas prospek pengembalian pinjaman oleh debitur dengan mempertimbangkan kondisi keuangan debitur, periode kredit, dan prospek usaha yang dibiayai.

Pada tahap awal, bank dengan aset Rp10 triliun atau lebih berdasarkan laporan bulanan bank umum pada tanggal 28 Februari 2011 harus mempublikasikan tingkat suku bunga dasar kredit dalam mata uang rupiah. Ketiga jenis suku bunga kredit yang harus dipublikasikan yaitu kredit korporasi, ritel dan konsumsi (perumahan dan non-perumahan).

Keruk Laba Besar-Besaran dari Nasabah

Bank-bank berhasil membukukan laba tinggi pada Desember 2010. Bank Mandiri membukukan laba bersih sebesar Rp9,2 triliun (US$1 miliar) tahun lalu, naik 28,8% dari Rp7,2 triliun pada tahun sebelumnya yang didukung oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dan pertumbuhan kredit.

Tahun lalu, pendapatan bunga bersih Mandiri tumbuh 24% menjadi Rp246,2 triliun dan kredit mengalami peningkatan sebesar 14% menjadi Rp449,8 triliun. Sementara itu Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun lalu membukukan laba bersih sebesar Rp11,47 triliun, meningkat 56,98% dari tahun sebelumnya.

Ini adalah pertama kalinya sebuah bank lokal membukukan laba bersih dua digit. Penyebab kenaikan laba BRI adalah karena kenaikan 20% dalam penyaluran kredit, peningkatan pendapatan fee-based yang tumbuh dari 3,3 triliun menjadi Rp5,5 triliun serta adanya penyesuaian atas perubahan standar akuntansi keuangan.

Pada saat yang sama, Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat peningkatan laba bersih tahun lalu sebesar 86,73% menjadi Rp915 miliar dari tahun sebelumnya karena meningkatnya pendapatan bunga.

Pencapaian tersebut melampaui target laba sebesar Rp725 miliar. Jumlah kredit BTN tahun lalu tumbuh 26,56% menjadi Rp51,55 triliun dari Rp40,73 triliun, dengan rasio kredit perumahan terhadap kredit non perumahan yang naik dari 90,1% menjadi 9,9%.

Dari sektor swasta, Bank Central Asia (BCA) membukukan laba bersih sebesar Rp8,5 triliun pada 2010, atau 24,6% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6,8 triliun. BCA telah mampu mengambil keuntungan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat, didukung oleh neraca pembayaran yang positif.

Keunggulan BCA di bidang perbankan transaksional juga mendukung peningkatan volume transaksi dan penyaluran kredit. Portofolio kredit BCA tumbuh 24,2% menjadi Rp153,9 triliun pada tahun 2010, didukung oleh suku bunga yang rendah dan permintaan nasabah yang cukup tinggi.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com