Meneropong Politik Luar Negeri Uni Eropa di Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Eropa

Bagikan artikel ini

Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 16-17 Juli diselenggarakan KTT Asia-Eropa atau Asia Europe Meeting (ASEM) dengan negara Mongolia sebagai tuan rumahnya. Forum yang berisikan berbagai kerjasama lintas bidang (Politik, Ekonomi, dan Sosial-Budaya) itu mempunyai harga tawar bagi negara-negara didalamnya sebagai suatu ruang lingkup guna mengantisipasi  sistem internasional yang semakin dinamis belakangan ini.

Dinamika sistem internasional tersebut, turut pula melatarbelakangi terbentuknya ASEM kala itu, pada 1996. Betapa tidak. Ketika itu perkembangan ekonomi Asia Timur makin pesat, yang ditandai kemunculan Jepang sebagai raksasa ekonomi baru, disusul dengan direalisasikannya gagasan integrasi Eropa, di tengah-tengah meningkatnya saling ketergantungan antara Eropa dan Asia, serta meningkatnya tren di Amerika Serikat kea rah kebijakan luar negeri yang bersifat unilateral, hingga  munculnya kekhawatiran terhadap fragmentasi ekonomi dunia dalam tiga blok yang terpisah (Amerika, Eropa, dan Asia).
Berdasarkan hal diatas, penting kiranya untuk menelisik fungsi ASEM itu sendiri sebagai suatu model kerjasama lintas regional.
Fungsi ASEM 
ASEM berfungsi sebagai “Policy-Making laboratory”. Dengan melalukan dialog yang terbuka dan tidak eksklusif, ASEM telah memungkinkan anggotanya untuk mengembangkan dan menguji ide-ide baru dalam proses pembuatan keputusan (Policy-Making) di masa mendatang. Dengan menciptakan proses konsultasi yang permanen dan berkala, ASEM juga membantu memfokuskan agenda-agenda internasional.
Selain itu, sebagai sebuah forum dialog yang terbuka dan informal, ASEM memberikan peluang untuk berkerjasama guna mencapai “Negotiated Solutions”, khususnya di dalam hal-hal yang merupakan sengketa. ASEM juga sekaligus menyediakan kesempatan konsultasi tambahan sebelum negosiasi secara resmi dilakukan pada konferensi multilateral.
ASEM tidak hanya menciptakan kesempatan bertukar pengalaman dan berbagi pengetahuan, namun juga memfasilitasi knowledge transfer bagi negara-negara Asia yang menaruh perhatian terhadap perkembangan integrasi regional di Eropa.
Pada saat yang sama, para mitra Eropa juga dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai perkembangan kawasan Asia dan perspektif Asia terhadap sebuah integrasi regional.
ASEM juga berfungsi sebagai sebuah proses baru di antara Asia dan Eropa yang bersifat komplementer/saling melengkapi terhadap hubungan yang telah berlangsung selama ini antara Asia dan Eropa.
ASEM tidak dimaksudkan sebagai pengganti untuk forum bilateral maupun multilateral di antara Asia dan Eropa, namun memfasilitasi dan menstimulasi kemajuan dalam wadah lain. Dengan kondisi ini, maka ASEM semakin memperkuat sinergi dalam hubungan Asia dan Eropa dan melengkapi tingkat interaksi yang telah terjalin selama ini antar dua kawasan.
Fungsi ASEM: Sebagai Instrumen Integrasi Regional
Sejak dekade 1980-an interdepedensi atau saling ketergantungan intra regional melalui perdagangan dan investasi semakin meningkat di Asia Timur. Seiring dengan peningkatan integrasi ekonomi yang berorientasi pasar dan dalam upaya untuk merespons tantangan globalisasi, pemerintah Asia Timur mengambil langkah menuju regional institution-buillding. ASEM dipandang sebagai salah satu instrumen yang digunakan Asia Timur untuk mendorong kerjasama intra-regional di antara negara di kawasan.
Dalam menghadapi Uni Eropa, anggota ASEM dari Asia melakukan aksi secara bersama. ASEM sebagai suatu “regional integrator” bukan berupa posisi atau strategi bersama dari semua anggota ASEM dari Asia, namun tidak dapat diabaikan bahwa ASEM memberi wadah yang lain (di  luar APEC dan ARF) bagi dialog kerjasama.
Apakah proses ASEAN + 3 terjadi akibat langsung dari ASEM ? Apakah ASEM telah menjadi pemicu di balik berkembangnya identitas Asia Timur ? Ini bukanlah jenis pertanyaan yang dapat dijawab hanya dengan “ya” atau “tidak”. Namun lebih pada melihat ASEM sebagai proses peningkatan identifikasi regional untuk tujuan kebijakan luar negeri.
Sebagaimana pendekatan konstruktivisme yang berkutat pada konteks ide dan identitas dalam studi hubungan internasional, yang mana menunjukkan bahwa berbagai varian trans-regional atau inter-regional seperti ASEM, APEC, dan FEALAC (Forum for East Asia and Latin America Cooperation) dapat membantu mengarahkan pengembangan identitas Asia Timur.
Bagaimanapun dampak ASEM terhadap proses integrasi Asia Timur sangat bergantung pada intensitas dan isi dialog yang ada. Namun demikian, integrasi Asia Timur sebagai suatu kawasan lebih lanjut akan semakin memperkuat ASEM sebagai suatu dialog inter-regional bagi upaya kerjasama.
Kesuksesan proses ASEAN + 3 misalnya, akan menjadi suatu langkah positif bagi implementasi yang lebih mudah bagi berbagai proyek ASEM. Karenanya kawasan Asia Timur yang lebih diberdayakan dan unifikasi Eropa yang terlibat satu sama lain akan memainkan peran yang berguna dalam mewujudkan dunia yang multipolar.
Merujuk fungsi ASEM itu, keberadaan ASEM telah menjadi ruang hidup yang menjembatani antara kepentingan Asia dan Eropa. Maka itu, sangat penting kalau mengartikan kepentingan Eropa melalui Uni Eropa-nya dalam organisasi internasional ini. Di sini artinya, ASEM secara nyata dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen politik luar negeri Uni Eropa.
ASEM sebagai Politik Luar Negeri Uni Eropa di Asia
Berdasarkan pendekatan Uni Eropa dalam hubungan eksternalnya di kawasan lain, dapat dilihat bahwa ASEM merupakan salah satu dari banyak dialog inter-regional yang menjadi bagian dari strategi politik dan ekonomi Uni Eropa sejak tahun 1980-an. Uni Eropa telah memiliki banyak pengalaman dalam memanfaatkan dialog inter-regional guna merespons meningkatnya interdepedensi global, maksimalisasi sumber daya lokal dan bergerak secara konsisten menuju suatu kebijakan luar negeri Eropa, dan sekaligus mendorong penyelesaian konflik secara damai di berbagai kawasan di dunia.
Meskipun Uni Eropa telah memiliki strategi terhadap kawasan Asia (Europe and Asia : A Strategic Framework Partnership), sebagaimana yang dilansir dari website resmi Uni Eropa atau ec.europea.eu. Dalam hal ini, Uni Eropa memahami adanya keragaman Asia yang meliputi konteks politk, ekonomi, budaya, religi, sejarah, dan geografi. Hal itulah yang menyebabkan strategi yang lebih khusus lagi ditetapkan bagi sebuah upaya kemitraan yang ditunjukkan kepada kawasan Asia Tenggara.
Dalam konteks ASEAN, pemahaman ini dalam kerangka ASEM diwujudkan dalam bentuk adanya dua koordinator dari Asia, satu atas nama negara-negara ASEAN, yang lain atas  nama salah satu dari mitra Asia Timur. Dalam konteks sub-regional, negara-negara ASEAN telah mengembangkan budaya koordinasi dan kerjasama tertentu yang dikenal dengan sebutan “ASEAN Way” yang menekankan pengambilan keputusan secara konsensus.
Sementara itu, tiga negara Asia Timur, yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan, berupaya melakukan koordiansi dalam berbagai bidang, semisal ranah politik, ekonomi, dan sosial-budaya. kebutuhan untuk menyatukan pandangan Asia Tenggara dan Asia Timur menjadi satu pandangan Asia saat bertemu dengan mitra Eropanya merupakan salah satu kontribusi penting dalam membentuk sebuah identitas regional dan membangun rasa saling percaya di antara para mitra Asia yang kadangkala masih memandang satu sama lain dengan rasa curiga.
ASEM telah memberikan kontribusi guna menjembatani Asia Tenggara dan Asia Timur melalui serangkaian pertemuan sebelum pertemuan resmi ASEM. Pertemuan-pertemuan para pejabat senior (SOM)  dalam mempersiapkan pertemuan ASEM memberikan sumbangsih bagi perkembangan identitas regional yang menyatukan kedua sub-regioal tersebut.
ASEM sebagai proses dialog yang bersifat informal memungkinkan dua kawasan untuk terlibat dalam isu-isu inter-regional dan internasional. Dengan mendekatkan budaya dan peraadaban yang berbeda, ASEM berupaya mendorong pemahaman bersama bagi Asia dan Eropa. Upaya kedua kawasan dalam membangun hubungan institusional ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Keberadaan Uni Eropa terhadap Asia sebagaimana yang telah dijabarkan di atas lambat-laun akan membentuk sebuah identitas atau identitiy building.
Sampai tahap itu, ujar Keohane dan Nye. Jr dalam studi liberalisme, soal interdepedensi kompleks menjadi relevan, yang mana dalam sebuah kerjasama seharusnya menciptakan hubungan yang sejajar atau saling-ketergantungan, namun dengan geliat Uni Eropa yang seolah-olah ingin jadi key player dapat mempengaruhi asas kerjasama tersebut ke arah sebaliknya.
Penulis: Rohman Wibowo, Mahasiswa Fakultas Sosial-Politik Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Nasional
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com