Menyingkap Agenda Tersembunyi Di Balik Konsepsi Globalisasi dan Global-Centrist (Bagian I)

Bagikan artikel ini

Kalau mengikuti konsepsi futurologist John Nesbit MEGATRENDS, Ten Directions Transforming Our Lives, ketika mengupas sepuluh kecenderungan besar yang sepertinya sekarang terbukti kebenaranya, satu diantara kecenderungannya adalah beralihnya masyarakat industri ke masyarakat informasi.

Perkembangan pesat teknologi seturut dengan apa yang disebut Nesbit sebagai masyarakat informasi, maka berkembang kemudian yang namanya proses globalisasi sebagai konsekwensi perkembangan pesat teknologi. Dengan begitu, teknologi komunikasi membuat arus informasi bukan saja bisa menyebar cepat, bahkan bisa menembus batas-batas geografis, bahkan batas-batas sosial-budaya.

Sampai pada kerangka pemikiran tadi, globalisasi memang bisa dipandang sekadar sebuah konsekwensi logis dari perkembangan pesat teknologi? Namun masalah jadi krusial kalau kita menelisik kembali kesejarahannya. Betapa sejak abad ke-14 dan mencapai titik kulminasinya pada abad ke-17, proses globalisasi identik dengan penyebaran peradaban Barat ke pelbagai belahan dunia lain khususnya Asia, Afrika, dan Timur-Tengah, melalui perdagangan dan kolonialisme.

Beberapa pakar geopolitik maupun ekonomi-politik lebih jauh lagi berpandangan, bahwa globalisasi dimulai saat kaptalisme menguasai dunia, ketika mulai menerapkan berbagai metode standar untuk memproduksi barang secara massal.

Dengan demikian ada satu masalah pokok yang krusial di balik konsepsi globalisasi tersebut. Bahwa meskipun globalisasi erat kaitannya dengan sebuah proeses yang tak terhindarkan sebagai akibat kemajuan teknologi, namun seturut dengan kesejarahannya bahwa bangsa Barat menunggangi arus globalisasi untuk kepentingan kolonialisme dan kapitalisme, maka globalisasi pada perkembangannya lebih dipandang sebagai proses satu arah yang berawal dari peradaban Barat untuk membaratkan Timur.

Alhasil, kosakata globalisasi kemudian menjelma jadi semacam ideologi tersamar yaitu globalisme, yang bisa kita artikan sebagai segala pemikiran yang berorientasi global-centris dalam bidang politik, budaya dan ekonomi.

Globalisme dapat dicermati melalui dua acara. Pertama, fakta dengan semakin memudarnya nasionalisme dan nilai-nilai nasional.

Kedua, menyebarnya kesadaran global yang ditandai semakin maraknya peran yang dimainkan aktor-aktor non-negara dalam kehidupan internasional seperti multinational corporation, non-government organization, perguruan tinggi, media massa maupun perorangan (individu). Maupun semakin merebaknya masalah-masalah global seperti krisis ekonomi dunia, kerusakan lingkungan hidup serta berbagai kejahatan trans-nasional seperti narkoba, terorisme yang didukung negara (state sponsored terrorism), dan perdagangan manusia atau human-trafficking.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com