Menyoroti Berita dan Editorial Beberapa Media Massa

Bagikan artikel ini

Toni Sudibyo, peneliti di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD), Jakarta. Tinggal di Lampung

Tujuan pembuatan artikel ini adalah sebagai review atau ulasan terhadap berita dan editorial beberapa media massa di Indonesia atau sebagai second opinion bagi khalayak dalam mencermati berita yang semakin gcar “menggelontori” publik.

Tajuk/Editorial  Jakarta Post berjudul “Struggling for Democracy” pada intinya mengulas tentang hasil Kongres PDIP di Ancol, Jakarta beberapa waktu yang lalu, dimana The Jakarta Post sangat menyayangkan tidak ada nama kandidat Capres dari 17 poin rekomendasi yang dihasilkan selama kongres tersebut.

Menurut penulis, ulasan The Jakarta Post tentang  Rapat Pimpinan Nasional PDI-P di Ancol cukup menunjukkan  isu calon presiden menjelang Pemilu dan Pilpres 2014  menjadi salah satu concern bangsa Indonbesia yang menonjol. Sikap yang sangat concern terhadap siapakah Presiden RI pasca Pemilu dan Pilpres 2014 pada hakikatnya karena bangsa Indonesia melihat problema ekonomi dan keamanan pada saat dan setelah Pemilu dan Pilpres 2014 tidaklah terlalu menggembirakan. Namun demikian, ditonjolkannya nama Jokowi dalam editorial The Jakarta Post, pada dasarnya juga belum menjamin bahwa media ini mendukung Jokowi sebagai Capres 2014, namun kemungkinan hanya mengecek seberapa besar Jokowi telah menjadi favorit yang diunggulkan sebagai Capres dalam lingkungan PDI-P.

Masih di hari yang sama, The Jakarta Post memuat berita berjudul Corruption the cause of Rp 3,3 Trilyun in state losses in fisrt 7 months Surat Kabar Harian The Jakarta Post memberitakan hasil temuan/kajian Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Yogyakarta. Menurut temuan Pukat UGM, selama Januari sampai Juli 2013, Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 3,3 Trilyun atau US $ 289,88 Milyar. Berdasarkan temuan Pukat UGM, selama Januari s.d Juli 2013, ada sebanyak 42 vonis hukuman terkait korupsi, dimana sebanyak 18 koruptor mendapatkan hukuman dibawah 3 tahun dan hanya 18 koruptor yang dihukum lebih dari 10 tahun. Berdasarkan temuan Pukat UGM Yogyakarta, masyarakat juga kecewa dan semakin tidak mempercayai hukum pasca vonis hukuman yang terlalu rendah kepada Irjen Pol Djoko Susilo. Oleh karena itu, Pukat UGM menyarankan agar Komisi Yudisial semakin intensif memonitor dan menindak para hakim yang tidak tegas terhadap koruptor.

Langkah The Jakarta Post yang mengapresiasi aktvitas Pukat dari Gajah Mada yang menemukan data-data mengenai berbagai kasus korupsi yang terjadi, nampaknya juga dimaksudkan untuk mendukung langkah Jaksa  Penuntut Umum yang mengajukan banding terhadap vonis Djoko Soesilo karena dianggap vonis tersebut terlalu rendah. The Jakarta Post juga memanfaatkan data-data Pukat mengenai banyaknya hakim yang mengecewakan rakyat karena keputusannya yang condong dianggap rendah. Oleh sebab itu seperti sudah banyak terjadi The Jakarta Post mendesak KY untuk terus aktif mengamati dan melakukan tindakan tindakan yang bersifat hukuman kepada para Hakim yang menyangsikan kejujurannya.

Sementara itu, Harian Sindo memuat berita “Manfaatkan Miss World untuk Perkenalkan Indonesia” pada intinya memberitakan tentang pemanfaatan pergelaran Miss World 2013 untuk memperkenalkan Indonesia sebagai tujuan wisata dunia. Pandangan tersebut disampaikan mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Wiranto. Ia merespons keputusan pemerintah merevisi izin keamanan terhadap penyelenggaraan ajang Miss World, dan hanya mengizinkan pelaksanaan rangkaian kontes tersebut di Pulau Bali. Ia mengajak masyarakat menilai secara utuh bagaimana acara Miss World berlangsung, mulai dari pembukaan hinggaacara penutupan. Disamping itu, CEO MNC Grup, Hary Tanoesodibjo, mengaku masih akan melakukan komunikasi dengan pemerintah pusatterkait direvisinya izin pelaksanaan Miss World di Bogor.  Hal inidisebabkan karena mencari tempat baru untuk final kompetisi internasional di Bali pada 28 September 2013 tersebut sulit karena berdekatan dengan KTT APEC awal Oktober 2013.

Menurut penulis, media massa memang juga perlu memahami event Pemilihan Miss World ini meskipun merupakan even internasional yang mempunyai banyak dampak positif, bukanlah program pemerintah, sehingga tidak ada kewajiban Pemerintah secara penuh harus mengamankan even yang direncanakan, sehingga kebijaksanaan Menko Kesra yang  hanya mengijinkan penyelenggaran even tersebut di Bali, tidak bisa dipersoalkan. Keputusan Menko Kesra tersebut merupakan kebijaksanan Pemerintah terhadaap Pemilihan Miss World yang kontroversial itu.

Berita tentang Penggalangan Aktivis HAM terhadap Mahasiswa Baru UMM dimuat Harian Kompas. Suciwati (istri almarhum Munir/ Aktivis HAM di Indonesia) mengatakan bahwa pemahaman HAM masyarakat sipil harus diperkuat karena akan lebih menjamin daripada berharap kepada pemerintah. Dengan menyuarakan kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM ke kampus-kampus merupakan langkah yang konkret daripada menebar janji seperti yang dilakukan pemerintah.

Dalam pemikiran penulis, masalah HAM sudah disadari oleh pendiri Negara RI seperti nampak dari Pasal 28 UUD Tahun 12945 mengenai peryataan ada hak bagi setiap WNI untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya melalui tulisan atu lisan. Para Pendiri Negara sudah menyadari kebebasan menyatakan sikap adalah dasar dari hak azasi manusia dalam kehidupan bersama. Oleh sebab itu pendidikan dan sosialisasi masalah HAM memang sesuatu yang juga diamantkan oleh UUD. Namun tanpa ada Lembaga Kedaulatan Rakyat yang jelas mempunyai otorisasi kekuasaan memberikan batasan mengenai HAM yang harus disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia dan memberikan kebebasan kepada semua fihak untuk menafsirkan apa makna hari HAM yang seharusnya difahami bangsa Indonesia, dikhawatirkan pengertian  HAM bisa menjadi rancu karena justeru dapat menjadi pintu mauk bagi berbagai aliran dan faham yang Tidak sejalan dengan falsafah bangsa yang telah kita sepakati pada tahun 1945 yaitu Pancasila.

Oleh sebab itu informasi seperti disajikan oleh SKH Kompas, rasanya meskipun  tidak mempunyai daya tarik untuk disikapi,  tetapi sebenarnya juga harus menjadi perhatian berbagai Instansi yang berkaitan dengan masalah Ketahanan Ideologi, karena seperti disebut didepan kesalahan mensosialisasikan masalah HAM juteru bisa terciptanya sikap social yang mengandung berbagai karakter yang  tidak menguntungkan.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com